Cegah Kejahatan di ATM, Bank Disarankan Sewa Hakcer untuk Mengetesnya
Sabtu, 22 Agustus 2020 - 15:20 WIB
"Kegiatan ini di luar negeri disebut sebagai dumpster diving yang khusus mengumpulkan data dari tong sampah," ujarnya.
Kemudian kloter berikutnya untuk melakukan panen. Kegiatannya mengumpulkan rekaman data skimmer lalu dicocokkan dengan data struk ATM. Data tersebut dilanjutkan dengan kloning data kartu seperti yang dimiliki bank. Ini sangat mungkin karena ada begitu banyak data yang terkumpul yang dilengkapi dengan magnetik strip dan kode pin.
"Hasilnya transaksi terbaca normal oleh bank. Karena bank hanya sekedar memvalidasi nomor kartu dan PIN yang sesuai jadi terkesan legal sesuai sistem. Pelaku juga bisa menipu bank dengan mengaku salah transfer dan sebagainya hanya demi pencocokan data," ujarnya.
Saat ini, menurut Ricky, sudah cukup bagus karena ada beberapa inisiatif mitigasi perbankan dengan pilihan cetak struk atau tidak. Beberapa mesin ATM juga ditambah alat untuk melindungi saat mengetik PIN.
Selain itu juga ada aplikasi proteksi tambahan untuk meminimalisir kejahatan. Bahkan digital banking juga tidak aman dari phishing pelaku kejahatan karena pelaku kejahatan semakin kreatif.
"Namun bank menggunakan user name berbeda dari email untuk memproteksi," ujarnya.
Dia menyarankan para nasabah untuk mengingat setelah transaksi agar mengambil struknya. Namun terkadang masyarakat cenderung tidak mau repot memikirkan kode PIN sehingga mudah ditebak.
Di sisi lainnya juga ada risiko kegiatan di medsos karena masyarakat kerap membeberkan data aslinya seperti tanggal lahir atau nama pasangan. Ini artinya nasabah yang membocorkan informasinya sendiri. Menurutnya PIN harusnya tidak berkaitan dengan data pribadi.
"Bahkan juga ada yang menggunakan nomor pelat mobil. Ini sangat memudahkan pelaku kejahatan. Harusnya yang tidak bisa ditebak. Bila ke ATM usahakan di area perkantoran. Kemudian cek posisi ATM apakah stabil atau tidak," ujarnya.
Kemudian kloter berikutnya untuk melakukan panen. Kegiatannya mengumpulkan rekaman data skimmer lalu dicocokkan dengan data struk ATM. Data tersebut dilanjutkan dengan kloning data kartu seperti yang dimiliki bank. Ini sangat mungkin karena ada begitu banyak data yang terkumpul yang dilengkapi dengan magnetik strip dan kode pin.
"Hasilnya transaksi terbaca normal oleh bank. Karena bank hanya sekedar memvalidasi nomor kartu dan PIN yang sesuai jadi terkesan legal sesuai sistem. Pelaku juga bisa menipu bank dengan mengaku salah transfer dan sebagainya hanya demi pencocokan data," ujarnya.
Saat ini, menurut Ricky, sudah cukup bagus karena ada beberapa inisiatif mitigasi perbankan dengan pilihan cetak struk atau tidak. Beberapa mesin ATM juga ditambah alat untuk melindungi saat mengetik PIN.
Selain itu juga ada aplikasi proteksi tambahan untuk meminimalisir kejahatan. Bahkan digital banking juga tidak aman dari phishing pelaku kejahatan karena pelaku kejahatan semakin kreatif.
"Namun bank menggunakan user name berbeda dari email untuk memproteksi," ujarnya.
Dia menyarankan para nasabah untuk mengingat setelah transaksi agar mengambil struknya. Namun terkadang masyarakat cenderung tidak mau repot memikirkan kode PIN sehingga mudah ditebak.
Di sisi lainnya juga ada risiko kegiatan di medsos karena masyarakat kerap membeberkan data aslinya seperti tanggal lahir atau nama pasangan. Ini artinya nasabah yang membocorkan informasinya sendiri. Menurutnya PIN harusnya tidak berkaitan dengan data pribadi.
"Bahkan juga ada yang menggunakan nomor pelat mobil. Ini sangat memudahkan pelaku kejahatan. Harusnya yang tidak bisa ditebak. Bila ke ATM usahakan di area perkantoran. Kemudian cek posisi ATM apakah stabil atau tidak," ujarnya.
(uka)
tulis komentar anda