Capai Rp8.444,87 Triliun, RI Bakal Masuk Jebakan Utang Semakin Dalam
Sabtu, 03 Agustus 2024 - 16:05 WIB
JAKARTA - Kondisi utang pemerintah saat ini kian menggunung. Per akhir Juni 2024 atau semester I-2024 naik menjadi Rp8.444,87 triliun.
Mengutip buku APBN Kita edisi Juli 2024, posisi utang pemerintah itu pada Juni 2024, mengalami peningkatan Rp91,85 triliun dari Rp8.353,02 triliun pada Mei 2024 (month-to-month/mtm).
Dengan posisi utang tersebut, rasio utang per akhir Juni 2024 tercatat sebesar 39,13 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Kemenkeu menyatakan, rasio utang ini tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samiri menilai kondisi utang pemerintah sudah lampu kuning atau membahayakan. Pasalnya, penerimaan negara cenderung stagnan sementara trend defisit terus melebar.
"Kalau kita melihat trend penerimaan negara yang stagnan dan justru dibawah target, trend defisit terus meningkat dan nilai utang serta tingkat suku bunga terus naik; maka situasi kita sedang tidak menggembirakan," Kata Wijayanto kepada Sindonews, Sabtu (3/8/2024)
Ia menjelaskan, pada 2025 pemerintah harus membayar bunga utang dan pokok sekitar Rp1.200-1.300 triliun, dengan asumsi penerimaan negara sekitar Rp3.000 triliun. Maka debt service ratio (DSR) menjadi 43,4%, artinya penerimaan negara untuk membayar pajak dan bunga utang.
"DSR diatas 30% sudah lampu kuning sesungguhnya," ujarnya
"Kondisi 2026 hampir dipastikan akan sama atau bahkan cenderung lebih buruk. Jika tidak hati-hati, DSR akan dengan mudah melompat ke 50% lebih, bunga utang akan makin mahal." tambahnya
Mengutip buku APBN Kita edisi Juli 2024, posisi utang pemerintah itu pada Juni 2024, mengalami peningkatan Rp91,85 triliun dari Rp8.353,02 triliun pada Mei 2024 (month-to-month/mtm).
Dengan posisi utang tersebut, rasio utang per akhir Juni 2024 tercatat sebesar 39,13 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Kemenkeu menyatakan, rasio utang ini tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samiri menilai kondisi utang pemerintah sudah lampu kuning atau membahayakan. Pasalnya, penerimaan negara cenderung stagnan sementara trend defisit terus melebar.
"Kalau kita melihat trend penerimaan negara yang stagnan dan justru dibawah target, trend defisit terus meningkat dan nilai utang serta tingkat suku bunga terus naik; maka situasi kita sedang tidak menggembirakan," Kata Wijayanto kepada Sindonews, Sabtu (3/8/2024)
Ia menjelaskan, pada 2025 pemerintah harus membayar bunga utang dan pokok sekitar Rp1.200-1.300 triliun, dengan asumsi penerimaan negara sekitar Rp3.000 triliun. Maka debt service ratio (DSR) menjadi 43,4%, artinya penerimaan negara untuk membayar pajak dan bunga utang.
"DSR diatas 30% sudah lampu kuning sesungguhnya," ujarnya
"Kondisi 2026 hampir dipastikan akan sama atau bahkan cenderung lebih buruk. Jika tidak hati-hati, DSR akan dengan mudah melompat ke 50% lebih, bunga utang akan makin mahal." tambahnya
tulis komentar anda