Melawan Hegemoni Ekonomi AS, Negara Asia Berbondong-bondong Berminat Gabung BRICS
Kamis, 22 Agustus 2024 - 12:32 WIB
Pada tahun 2014, grup ini mendirikan the New Development Bank. Sejak mulai beroperasi pada tahun 2015, bank secara kumulatif sudah menyetujui pinjaman lebih dari USD32 miliar yang ditujukan kepada negara-negara anggota. China berharap bank dapat mencairkan pinjaman lebih lanjut sebesar USD5 miliar tahun ini.
Kini kehadiran Malaysia dan Thailand diyakini akan berdamak besar bagi BRICS. Keduanya memiliki ekonomi yang dua kali ukuran Ethiopia, dan kira-kira ukurannya sama dengan Iran dan Mesir. PDB per kapita Malaysia hanya sedikit lebih rendah dari China.
Sebelum ekspansi tahun lalu, lima negara dalam BRICS sudah menyumbang sekitar 40% dari populasi dunia dan sekitar seperempat dari PDB global, menurut data Bank Dunia. Dan dengan masuknya UEA dan Arab Saudi, BRICS sekarang mencakup hampir setengah dari pasokan minyak dunia.
Pada bulan Mei, seorang juru bicara pemerintah Thailand menyarankan, bergabung dengan BRICS akan membantu menciptakan "tatanan dunia baru." Namun BRICS masih memiliki sedikit pencapaian. Misalnya, blok tersebut tidak memiliki perjanjian perdagangan atau investasi formal.
China dan India yang sejauh ini menjadi dua ekonomi terbesar dalam BRICS, diketahui tidak bersahabat, terutama sejak bentrokan perbatasan yang mematikan pada tahun 2020. India juga merupakan anggota Quad, sebuah kelompok yang juga mencakup Jepang, AS, dan Australia. Para pejabat AS menunjuk India sebagai penyeimbang terhadap kebangkitan politik dan ekonomi China.
Cheah juga mengingatkan, Malaysia dan Thailand perlu hati-hati dalam menyeimbangkan keterlibatan mereka dengan BRICS yang di dalamnya ada rival AS seperti Rusia dan Iran (serta China).
Sedangkan Rahman mengungkpkan, tidak jelas apakah negara-negara di bawah sanksi AS, seperti Rusia, dapat menjadi mitra dagang yang dapat diandalkan dan penting.
BRICS sudah mengetahui betapa rumitnya menyeimbangkan hubungan antara AS dan China. Contohnya UEA yang memiliki kemitraan erat dalam bidang militer dengan AS, melihat startup AI G42 mendapat tekanan dari Washington untuk memutuskan hubungan teknologinya dengan perusahaan China. Startup tersebut akhirnya menyerah pada tekanan dan berpisah dengan Huawei.
Tetapi negara-negara seperti Malaysia dan Thailand mungkin berpikir soal keuntungan ekonomi dari bergabung dengan BRICS sepadan dengan risikonya. Terutama karena organisasi tersebut, seperti yang dicatat Elms, tidak memiliki persyaratan ketat untuk bergabung.
Kini kehadiran Malaysia dan Thailand diyakini akan berdamak besar bagi BRICS. Keduanya memiliki ekonomi yang dua kali ukuran Ethiopia, dan kira-kira ukurannya sama dengan Iran dan Mesir. PDB per kapita Malaysia hanya sedikit lebih rendah dari China.
Sebelum ekspansi tahun lalu, lima negara dalam BRICS sudah menyumbang sekitar 40% dari populasi dunia dan sekitar seperempat dari PDB global, menurut data Bank Dunia. Dan dengan masuknya UEA dan Arab Saudi, BRICS sekarang mencakup hampir setengah dari pasokan minyak dunia.
Bisakah BRICS bekerja?
Pada bulan Mei, seorang juru bicara pemerintah Thailand menyarankan, bergabung dengan BRICS akan membantu menciptakan "tatanan dunia baru." Namun BRICS masih memiliki sedikit pencapaian. Misalnya, blok tersebut tidak memiliki perjanjian perdagangan atau investasi formal.
China dan India yang sejauh ini menjadi dua ekonomi terbesar dalam BRICS, diketahui tidak bersahabat, terutama sejak bentrokan perbatasan yang mematikan pada tahun 2020. India juga merupakan anggota Quad, sebuah kelompok yang juga mencakup Jepang, AS, dan Australia. Para pejabat AS menunjuk India sebagai penyeimbang terhadap kebangkitan politik dan ekonomi China.
Cheah juga mengingatkan, Malaysia dan Thailand perlu hati-hati dalam menyeimbangkan keterlibatan mereka dengan BRICS yang di dalamnya ada rival AS seperti Rusia dan Iran (serta China).
Sedangkan Rahman mengungkpkan, tidak jelas apakah negara-negara di bawah sanksi AS, seperti Rusia, dapat menjadi mitra dagang yang dapat diandalkan dan penting.
BRICS sudah mengetahui betapa rumitnya menyeimbangkan hubungan antara AS dan China. Contohnya UEA yang memiliki kemitraan erat dalam bidang militer dengan AS, melihat startup AI G42 mendapat tekanan dari Washington untuk memutuskan hubungan teknologinya dengan perusahaan China. Startup tersebut akhirnya menyerah pada tekanan dan berpisah dengan Huawei.
Tetapi negara-negara seperti Malaysia dan Thailand mungkin berpikir soal keuntungan ekonomi dari bergabung dengan BRICS sepadan dengan risikonya. Terutama karena organisasi tersebut, seperti yang dicatat Elms, tidak memiliki persyaratan ketat untuk bergabung.
tulis komentar anda