Perbankan Nasional Masih Perkasa Hadapi Pandemi, Ini Kondisinya
Rabu, 26 Agustus 2020 - 22:29 WIB
"Iya kalau dilihat dari sisi likuiditas sekarang bahkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun sekarang dimungkinkan untuk bantu likuiditas jg kan. Pemerintah juga menempatkan dana likuiditas di bank swasta, BUMN dan BUMD. Jadi kalau isu likuiditas sudah diamankan beberapa kebijakan," jelasnya.
(Baca Juga: Perbankan di Dunia Digital: Pilihan atau Kebutuhan? )
Tetapi lanjut Aviliani, kondisi pandemi Covid-19 yang belum selesai dan masih panjang ini diperkirakan akan mempengaruhi profitabilitas perbankan. "Jadi kalau sampai akhir tahun kondisi profit pasti banyak yang turun, mungkin ada 1-2 bank yang tumbuh tapi kmungkinan banyak yang tumbuh menurun tapi kalau sampai negatif tidak hanya penurunan pertumbuhan laba," tambahnya.
Aviliani mengungkapkan, ada dua hal yang menyebabkan penurunan pertumbuhan laba perbankan. Pertama, restrukturisasi kredit secara massal yang otomatis mengurangi income atau pendapatan perbankan.
"Terus pertumbuhan kredit kan turun hanya tumbuh 1,49% di Semester I 2020. Kalau kredit turun otomatis mmpengaruhi penjualan dan income. Memang kalau likuiditas so far baik karena pemerintah banyak kebijakan jadi kebanyakan bank sudah terhindar dari masalah likuiditas. Itu bagus untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada bank," imbuh Aviliani.
Selain itu, dia juga melihat risiko kredit bermasalah masih aman walaupun ada kecenderungan meningkat di akhir tahun. Aviliani menyarankan bank untuk kembali melihat struktur debiturnya baik yang lancar maupun yang direstrukturisasi. Hal ini penting untuk menyiapkan dana pencadangan bila program restrukturisasi berakhir.
"NPL sampai batas atas 5% sih nggak ya. Walaupun kecenderungan meningkat so far masih dibawah batas OJK, permodalan masih oke selama restrukturisasi kredit masih berjalan. Dan PR bank akhir tahun ini yakni melihat kmbali struktur debiturnya baik yang lancar maupun restruktur untuk melihat kebutuhan pencadangannya," tutupnya.
(Baca Juga: Perbankan di Dunia Digital: Pilihan atau Kebutuhan? )
Tetapi lanjut Aviliani, kondisi pandemi Covid-19 yang belum selesai dan masih panjang ini diperkirakan akan mempengaruhi profitabilitas perbankan. "Jadi kalau sampai akhir tahun kondisi profit pasti banyak yang turun, mungkin ada 1-2 bank yang tumbuh tapi kmungkinan banyak yang tumbuh menurun tapi kalau sampai negatif tidak hanya penurunan pertumbuhan laba," tambahnya.
Aviliani mengungkapkan, ada dua hal yang menyebabkan penurunan pertumbuhan laba perbankan. Pertama, restrukturisasi kredit secara massal yang otomatis mengurangi income atau pendapatan perbankan.
"Terus pertumbuhan kredit kan turun hanya tumbuh 1,49% di Semester I 2020. Kalau kredit turun otomatis mmpengaruhi penjualan dan income. Memang kalau likuiditas so far baik karena pemerintah banyak kebijakan jadi kebanyakan bank sudah terhindar dari masalah likuiditas. Itu bagus untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada bank," imbuh Aviliani.
Selain itu, dia juga melihat risiko kredit bermasalah masih aman walaupun ada kecenderungan meningkat di akhir tahun. Aviliani menyarankan bank untuk kembali melihat struktur debiturnya baik yang lancar maupun yang direstrukturisasi. Hal ini penting untuk menyiapkan dana pencadangan bila program restrukturisasi berakhir.
"NPL sampai batas atas 5% sih nggak ya. Walaupun kecenderungan meningkat so far masih dibawah batas OJK, permodalan masih oke selama restrukturisasi kredit masih berjalan. Dan PR bank akhir tahun ini yakni melihat kmbali struktur debiturnya baik yang lancar maupun restruktur untuk melihat kebutuhan pencadangannya," tutupnya.
(akr)
tulis komentar anda