Daya Beli Dolar AS Makin Terpuruk, Tersisa hanya 3% di 2024
Selasa, 24 September 2024 - 07:59 WIB
JAKARTA - Penurunan nilai dolar Amerika Serikat (AS) semakin cepat dengan menipisnya daya beli pada 2024. Penurunan daya beli dolar AS dapat menyebabkan hiperinflasi di dalam negeri yang berdampak pada pasar saham dan komoditas yang lebih luas. Daya beli dolar AS menurun di saat aliansi BRICS ingin menggulingkan dolar AS dari status mata uang cadangan dunia.
CEO Zang Enterprises Lynette Zang menekankan bahwa daya beli dolar AS semakin terkikis. Federal Reserve mendokumentasikan bahwa hanya 3% dari daya beli asli dolar AS yang tersisa pada tahun 2024.
"Inilah yang akan disampaikan oleh data resmi pemerintah," ujar Zang dikutip dari WatcherGuru, Selasa (23/9/2024). Hal itu memberikan BRICS lebih banyak jarak tempuh untuk menghadapi dolar AS karena daya belinya semakin berkurang.
Baca Juga: 23 Negara Resmi Daftar Anggota BRICS, Tetangga Indonesia Ikut Antre
Selain itu, Zang menjelaskan bahwa daya beli sebesar 3% di 2024 dan diproyeksikan berubah menjadi 0% di 2025. Hal ini dapat menyebabkan hiperinflasi yang menyebabkan hilangnya pekerjaan dan gangguan di pasar AS. "Hal ini akan menjadi sangat jelas pada 2025," katanya.
Dia mengatakan agenda dedolarisasi BRICS sebentar lagi akan dimatangkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Kawan Rusia. Konferensi internasional ini akan mendorong dedolarisasi ke arah yang lebih konkret.
"Saya percaya dengan sepenuh hati dan semua yang saya ketahui bahwa kita telah memulai transisi menuju hiperinflasi," kata Zang kepada Kitco News.
"Kita akan melihat lebih banyak pinjaman, lebih banyak pencetakan uang, lebih banyak inflasi karena mereka belum membunuh binatang buas yang mereka ciptakan dan terus ciptakan," katanya.
Baca Juga: Israel Bombardir Lebanon: Hampir 500 Orang Tewas, Targetkan Rumah Sakit
Di sisi lain, sekitar 134 negara sedang berupaya membangun CBDC dan 66 di antaranya berada dalam mode pengujian lanjutan. Negara-negara lainnya belum melewati tahap uji coba dan membutuhkan waktu dua hingga tiga tahun untuk membuat mata uang digital berfungsi penuh, demikian laporan Atlantic Council.
CEO Zang Enterprises Lynette Zang menekankan bahwa daya beli dolar AS semakin terkikis. Federal Reserve mendokumentasikan bahwa hanya 3% dari daya beli asli dolar AS yang tersisa pada tahun 2024.
"Inilah yang akan disampaikan oleh data resmi pemerintah," ujar Zang dikutip dari WatcherGuru, Selasa (23/9/2024). Hal itu memberikan BRICS lebih banyak jarak tempuh untuk menghadapi dolar AS karena daya belinya semakin berkurang.
Baca Juga: 23 Negara Resmi Daftar Anggota BRICS, Tetangga Indonesia Ikut Antre
Selain itu, Zang menjelaskan bahwa daya beli sebesar 3% di 2024 dan diproyeksikan berubah menjadi 0% di 2025. Hal ini dapat menyebabkan hiperinflasi yang menyebabkan hilangnya pekerjaan dan gangguan di pasar AS. "Hal ini akan menjadi sangat jelas pada 2025," katanya.
Dia mengatakan agenda dedolarisasi BRICS sebentar lagi akan dimatangkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Kawan Rusia. Konferensi internasional ini akan mendorong dedolarisasi ke arah yang lebih konkret.
"Saya percaya dengan sepenuh hati dan semua yang saya ketahui bahwa kita telah memulai transisi menuju hiperinflasi," kata Zang kepada Kitco News.
"Kita akan melihat lebih banyak pinjaman, lebih banyak pencetakan uang, lebih banyak inflasi karena mereka belum membunuh binatang buas yang mereka ciptakan dan terus ciptakan," katanya.
Baca Juga: Israel Bombardir Lebanon: Hampir 500 Orang Tewas, Targetkan Rumah Sakit
Di sisi lain, sekitar 134 negara sedang berupaya membangun CBDC dan 66 di antaranya berada dalam mode pengujian lanjutan. Negara-negara lainnya belum melewati tahap uji coba dan membutuhkan waktu dua hingga tiga tahun untuk membuat mata uang digital berfungsi penuh, demikian laporan Atlantic Council.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda