Pagebluk Covid-19 Robohkan Konsumsi, Seberapa Manjur BLT Pekerja
Jum'at, 28 Agustus 2020 - 17:16 WIB
JAKARTA - Bantuan langsung tunai (BLT) karyawan Rp600.000 bagi penerima gaji di bawah Rp5 juta pada tahap I sebesar Rp1,2 juta cair diharapkan mampu mendorong konsumsi masyarakat. Seperti diketahui Pagebluk Covid-19 telah merobohkan konsumsi masyarakat Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut konsumsi rumah tangga pada kuartal II ini minus 5,51%. Tahun lalu pada kuartal yang sama konsumsi rumah tangga Indonesia sebesar 5,18%. Padahal, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian nasional sangat besar, yakni mencapai 57,85%.
(Baca Juga: Tahap I Meluncur, Ini Rincian Jumlah Penerima Subsidi Gaji yang Ditransfer Bank Himbara )
Dengan situasi seperti itu, yang bisa diharapkan adalah government spending (belanja pemerintah). Pengamat ekonomi M. Rifki Fadilah mengatakan, pengeluaran dana pemerintah bisa mendorong pertumbuhan perekonomian, serta Pemberian bantuan langsung tunai (BLT) untuk mendorong sisi permintaan.
“Masyarakat saat ini tidak bisa melakukan demand. Orang-orang di-PHK. kemungkinan besar mereka tidak punya uang. Multiplier effect, mereka tidak bisa berbelanja. Kalaupun mereka punya uang, dengan situasi krisis dan tidak pasti ini, mereka akan saving,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews.
Rifki menilai BLT terhadap pegawai ini merupakan langkah tepat untuk mendorong permintaan. “Mereka mau konsumsi tapi tidak punya uang. Pemerintah ini yang punya power untuk menggerakan demand. Ketika masyarakat mendapatkan uang tunai secara langsung otomatis, tidak punya pilihan lain untuk belanja,” tuturnya.
(Baca Juga: Membajak Pandemi, Beruntung Dapat Rekening 14 Juta Pekerja dalam Satu Bulan )
Karena bantuan ini untuk kelas menengah-bawah, mereka diharapkan segera membelanjakan ke pasar, warung-warung di sekitar rumah, dan usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, Rifki menilai akan terjadi pola belanja yang berbeda antara pekerja yang masih single dengan yang sudah berkeluarga.
“Orang yang tidak memiliki keluarga spending-nya bisa diatur dalam artian tidak terlalu banyak kebutuhan. Mereka yang memiliki tanggungan atau keluarga, mereka akan spending lebih besar,” ucapnya.
(Baca Juga: Ditanya Soal Bantuan untuk Pekerja Freelance, Ini Jawaban Satgas PEN )
Peneliti The Indonesian Institute (TII) itu mengusulkan agar besaran BLT untuk single dan yang berkeluarga dibedakan. Skema yang single jumlahnya sama sekarang. Sedangkan yang sudah bekerja harusnya diberikan lebih besar karena mereka mempunyai banyak keperluan, seperti bayar listrik rumah, susu anak, dan bayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP).
“Bisa jadi bentuk bantuannya, dari Rp1,2 juta itu setengahnya voucher belanja. Mereka tidak punya pilihan untuk menahan. Misalnya, dalam waktu tujuh hari harus dibelanjakan. Itu lebih lagi bergulirnya. Sedangkan, Rp600.000 lagi diberikan kebebasan, mereka mau saving atau belanja,” pungkasnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut konsumsi rumah tangga pada kuartal II ini minus 5,51%. Tahun lalu pada kuartal yang sama konsumsi rumah tangga Indonesia sebesar 5,18%. Padahal, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian nasional sangat besar, yakni mencapai 57,85%.
(Baca Juga: Tahap I Meluncur, Ini Rincian Jumlah Penerima Subsidi Gaji yang Ditransfer Bank Himbara )
Dengan situasi seperti itu, yang bisa diharapkan adalah government spending (belanja pemerintah). Pengamat ekonomi M. Rifki Fadilah mengatakan, pengeluaran dana pemerintah bisa mendorong pertumbuhan perekonomian, serta Pemberian bantuan langsung tunai (BLT) untuk mendorong sisi permintaan.
“Masyarakat saat ini tidak bisa melakukan demand. Orang-orang di-PHK. kemungkinan besar mereka tidak punya uang. Multiplier effect, mereka tidak bisa berbelanja. Kalaupun mereka punya uang, dengan situasi krisis dan tidak pasti ini, mereka akan saving,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews.
Rifki menilai BLT terhadap pegawai ini merupakan langkah tepat untuk mendorong permintaan. “Mereka mau konsumsi tapi tidak punya uang. Pemerintah ini yang punya power untuk menggerakan demand. Ketika masyarakat mendapatkan uang tunai secara langsung otomatis, tidak punya pilihan lain untuk belanja,” tuturnya.
(Baca Juga: Membajak Pandemi, Beruntung Dapat Rekening 14 Juta Pekerja dalam Satu Bulan )
Karena bantuan ini untuk kelas menengah-bawah, mereka diharapkan segera membelanjakan ke pasar, warung-warung di sekitar rumah, dan usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, Rifki menilai akan terjadi pola belanja yang berbeda antara pekerja yang masih single dengan yang sudah berkeluarga.
“Orang yang tidak memiliki keluarga spending-nya bisa diatur dalam artian tidak terlalu banyak kebutuhan. Mereka yang memiliki tanggungan atau keluarga, mereka akan spending lebih besar,” ucapnya.
(Baca Juga: Ditanya Soal Bantuan untuk Pekerja Freelance, Ini Jawaban Satgas PEN )
Peneliti The Indonesian Institute (TII) itu mengusulkan agar besaran BLT untuk single dan yang berkeluarga dibedakan. Skema yang single jumlahnya sama sekarang. Sedangkan yang sudah bekerja harusnya diberikan lebih besar karena mereka mempunyai banyak keperluan, seperti bayar listrik rumah, susu anak, dan bayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP).
“Bisa jadi bentuk bantuannya, dari Rp1,2 juta itu setengahnya voucher belanja. Mereka tidak punya pilihan untuk menahan. Misalnya, dalam waktu tujuh hari harus dibelanjakan. Itu lebih lagi bergulirnya. Sedangkan, Rp600.000 lagi diberikan kebebasan, mereka mau saving atau belanja,” pungkasnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda