AS Kembali Bela Israel, Armada Pengangkut Minyak Iran Dihantam Sanksi
Senin, 14 Oktober 2024 - 08:12 WIB
JAKARTA - Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap armada kapal tanker yang mengangkut minyak Iran , setelah Israel digempur habis-habisan oleh Teheran. Menanggapi hal itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmail Baghaei mengatakan, AS tidak berhak memberikan sanksi kepada sektor armada energi Iran.
Ia menggambarkan serangan terhadap Israel, sebagai tindakan pertahanan diri yang "sah". Sebelumnya pada Jumat kemarin, Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi terhadap armada kapal tanker yang dituduh mengangkut minyak Iran.
Departemen Luar Negeri secara bersamaan menjatuhkan sanksi terhadap enam perusahaan asing yang diduga terlibat dalam perdagangan minyak Iran. Departemen Keuangan mengatakan, hukuman ini diberlakukan "sebagai tanggapan atas serangan Iran pada 1 Oktober terhadap Israel," di mana Iran menembakkan sekitar 200 rudal balistik ke sasaran militer Israel.
Sementara itu berbicara kepada wartawan di Teheran pada hari Minggu, Baghaei menggambarkan, sanksi itu sebagai tindakan "ilegal dan tidak dapat dibenarkan."
Ditekankan juga olehnya bahwa, serangan rudal Iran – yang terjadi setelah Israel membunuh pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, dan seorang jenderal senior Iran di Beirut – dilakukan "sesuai dengan hukum internasional untuk menggunakan hak yang melekat pada pertahanan yang sah," ungkap Baghaei menurut kantor berita IRNA Iran.
Di sisi lain Israel disebutkan masih mempertimbangkan untuk memberikan respons lanjutan terhadap serangan rudal itu, dan secara luas diperkirakan akan menargetkan infrastruktur minyak atau nuklir Teheran. AS telah memperingatkan Yerusalem Barat terhadap kedua arah tersebut, dan Baghaei mengecam sanksi terbaru sebagai upaya Washington untuk menenangkan Israel agar menunda serangan sektor energi Iran.
"Langkah AS untuk menjatuhkan sanksi tidak memiliki dasar hukum atau logis dan sama dengan membayar tebusan kepada rezim Israel yang nakal," katanya.
Setiap serangan terhadap sektor nuklir Iran akan membawa risiko eskalasi yang serius, sementara kerusakan pada industri minyaknya akan menyebabkan harga global meroket. Hingga pada gilirannya menaikkan biaya bahan bakar di Amerika menjelang pemilihan presiden bulan depan.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat, Departemen Keuangan AS mengklaim bahwa sanksi terbaru akan menghambat upaya Iran "dalam menyalurkan pendapatan dari industri energinya untuk membiayai aktivitas yang mematikan dan mengganggu – termasuk pengembangan program nuklirnya, proliferasi rudal balistik dan kendaraan udara tak berawak (drone), dan dukungan untuk proksi teroris regional."
Namun, AS percaya bahwa program senjata nuklir Iran telah tertidur selama dua dekade terakhir, seperti dilaporkan Reuters pada hari Jumat, mengutip dua pejabat Amerika. "Kami menilai bahwa Pemimpin Tertinggi belum membuat keputusan untuk melanjutkan program senjata nuklir yang ditangguhkan Iran pada tahun 2003," kata juru bicara Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI) kepada kantor berita itu, mengacu pada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Ia menggambarkan serangan terhadap Israel, sebagai tindakan pertahanan diri yang "sah". Sebelumnya pada Jumat kemarin, Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi terhadap armada kapal tanker yang dituduh mengangkut minyak Iran.
Departemen Luar Negeri secara bersamaan menjatuhkan sanksi terhadap enam perusahaan asing yang diduga terlibat dalam perdagangan minyak Iran. Departemen Keuangan mengatakan, hukuman ini diberlakukan "sebagai tanggapan atas serangan Iran pada 1 Oktober terhadap Israel," di mana Iran menembakkan sekitar 200 rudal balistik ke sasaran militer Israel.
Sementara itu berbicara kepada wartawan di Teheran pada hari Minggu, Baghaei menggambarkan, sanksi itu sebagai tindakan "ilegal dan tidak dapat dibenarkan."
Ditekankan juga olehnya bahwa, serangan rudal Iran – yang terjadi setelah Israel membunuh pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, dan seorang jenderal senior Iran di Beirut – dilakukan "sesuai dengan hukum internasional untuk menggunakan hak yang melekat pada pertahanan yang sah," ungkap Baghaei menurut kantor berita IRNA Iran.
Di sisi lain Israel disebutkan masih mempertimbangkan untuk memberikan respons lanjutan terhadap serangan rudal itu, dan secara luas diperkirakan akan menargetkan infrastruktur minyak atau nuklir Teheran. AS telah memperingatkan Yerusalem Barat terhadap kedua arah tersebut, dan Baghaei mengecam sanksi terbaru sebagai upaya Washington untuk menenangkan Israel agar menunda serangan sektor energi Iran.
"Langkah AS untuk menjatuhkan sanksi tidak memiliki dasar hukum atau logis dan sama dengan membayar tebusan kepada rezim Israel yang nakal," katanya.
Setiap serangan terhadap sektor nuklir Iran akan membawa risiko eskalasi yang serius, sementara kerusakan pada industri minyaknya akan menyebabkan harga global meroket. Hingga pada gilirannya menaikkan biaya bahan bakar di Amerika menjelang pemilihan presiden bulan depan.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat, Departemen Keuangan AS mengklaim bahwa sanksi terbaru akan menghambat upaya Iran "dalam menyalurkan pendapatan dari industri energinya untuk membiayai aktivitas yang mematikan dan mengganggu – termasuk pengembangan program nuklirnya, proliferasi rudal balistik dan kendaraan udara tak berawak (drone), dan dukungan untuk proksi teroris regional."
Namun, AS percaya bahwa program senjata nuklir Iran telah tertidur selama dua dekade terakhir, seperti dilaporkan Reuters pada hari Jumat, mengutip dua pejabat Amerika. "Kami menilai bahwa Pemimpin Tertinggi belum membuat keputusan untuk melanjutkan program senjata nuklir yang ditangguhkan Iran pada tahun 2003," kata juru bicara Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI) kepada kantor berita itu, mengacu pada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda