3 Alasan Negara BRICS Mulai Enggan Tinggalkan Dolar AS, Ternyata Ini Sebabnya

Rabu, 20 November 2024 - 13:41 WIB
BRICS paling vokal menyerukan dedolarisasi selama beberapa tahun terakhir. Namun kini rencana tersebut justru seakan sulit terlaksana setelah beberapa negara anggota memilih untuk tidak meninggalkan dolar AS. Foto/Dok
JAKARTA - BRICS menjadi kelompok negara yang paling vokal untuk menyerukan dedolarisasi selama beberapa tahun terakhir. Namun kini rencana tersebut justru seakan sulit terlaksana setelah beberapa negara anggota memilih untuk tidak meninggalkan dolar AS sepenuhnya.

Sudah selama puluhan tahun dolar Amerika Serikat (USD) mendominasi semua mata uang lainnya. Sejak tahun 1970-an, dolar yang nilainya mengambang bebas terus berfungsi sebagai mata uang cadangan utama dunia, mendominasi perdagangan dan perbankan internasional.





Surat utang pemerintah AS juga terbukti sebagai investasi yang dapat diandalkan dan berisiko rendah. Kedalaman sistem keuangan AS dan ukuran serta keragaman pasar saham AS semakin meningkatkan permintaan terhadap dolar.

Selain itu kemudahan dolar untuk dipertukarkan telah menjaga biaya transaksi tetap rendah. Secara keseluruhan, faktor-faktor ini meyakinkan banyak pembuat kebijakan di seluruh dunia bahwa dolar adalah penyimpan nilai yang dapat diandalkan.

Beberapa hal tersebut membuat sejumlah negara sangat terikat dengan dolar AS. Bahkan tak terkecuali negara-negara BRICS yang menggaungkan dedolarisasi.

3 Alasan BRICS Mulai Enggan Tinggalkan Dolar AS

1. Tekanan dari AS

Menteri Urusan Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar mengatakan, bahwa meskipun India sedang mengejar kepentingan perdagangannya, menghindari penggunaan dolar AS bukanlah bagian dari kebijakan ekonomi India.

Subrahmanyam Jaishankar menyebutkan jika kebijakan AS sering kali mempersulit perdagangan dengan negara-negara tertentu, dan India mencari "solusi" tanpa bermaksud untuk menjauh dari penggunaan dolar.

Pernyataan menteri tersebut disampaikan pada saat beberapa mitra dagang dekat India, seperti Bangladesh, Sri Lanka, dan Nepal, menghadapi kekurangan dolar yang parah. Efeknya membatasi kemampuan mereka untuk mengimpor komoditas penting.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More