Utang AS Bisa Meledak Tambah Rp240.000 Triliun, Apa yang Terjadi dengan Ekonomi Global?
Kamis, 21 November 2024 - 08:52 WIB
JAKARTA - Saat ekonomi global mencoba untuk stabil setelah bertahun-tahun mengalami ketidakpastian, utang publik Amerika Serikat (AS) menarik perhatian baru. Tingkat utang yang mencapai 125% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2024 dan meningkatnya defisit anggaran mengkhawatirkan lembaga-lembaga internasional terutama Bank Sentral Eropa (ECB).
Wakil Presiden Bank Sentral Eropa, Luis de Guindos mengungkapkan kekhawatiran dan potensi dampaknya terhadap zona euro. Utang publik AS terus meningkat mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Demikian ungkap Luis de Guindos, wakil presiden ECB, dalam sebuah konferensi perbankan di Frankfurt.
Berdasarkan data terbaru, jumlah utang publik AS saat ini mencapai 125% dari PDB. Defisit anggaran, pada bagian lain, melonjak menjadi 6,4% dari PDB pada tahun 2024, naik dari 6,2% pada tahun sebelumnya.
"Utang dapat meledak dengan tambahan USD15 triliun (atau setara Rp240.000 triliun) selama dekade berikutnya, menurut Committee for a Responsible Federal Budget (CRFB)," kata Luis, dilansir dari Contribune, Kamis (21/11/2024).
Menurut dia skenario ini menimbulkan kekhawatiran mengenai kemampuan AS untuk mengatasi ketidakseimbangan anggaran. Situasi seperti ini sebagian merupakan hasil dari kebijakan ekonomi.
Janji pemotongan pajak yang dikombinasikan dengan mempertahankan belanja publik berisiko memperburuk ketidakseimbangan anggaran. Selain itu, tarif yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump tidak cukup untuk mengimbangi penurunan pendapatan pajak. Dinamika ini, yang disebut sebagai "proteksionisme XXL" sudah membebani nilai dolar, yang terapresiasi terhadap euro, sehingga mengganggu neraca perdagangan trans-Atlantik.
Di luar batas-batas Amerika, utang kolosal AS merupakan ancaman langsung terhadap ekonomi global. Terlebih lagi, dengan 23% dari utang ini dipegang oleh investor asing, sebuah krisis dapat secara signifikan mempengaruhi pasar keuangan internasional. Maria Vassalou, direktur Pictet Research Institute, merangkum situasi ini:
"Seluruh dunia akan mengalami banyak kerugian jika terjadi krisis utang AS, karena mereka membiayai defisit Amerika dengan membeli dolar, obligasi negara, dan saham-saham Amerika."
Wakil Presiden Bank Sentral Eropa, Luis de Guindos mengungkapkan kekhawatiran dan potensi dampaknya terhadap zona euro. Utang publik AS terus meningkat mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Demikian ungkap Luis de Guindos, wakil presiden ECB, dalam sebuah konferensi perbankan di Frankfurt.
Berdasarkan data terbaru, jumlah utang publik AS saat ini mencapai 125% dari PDB. Defisit anggaran, pada bagian lain, melonjak menjadi 6,4% dari PDB pada tahun 2024, naik dari 6,2% pada tahun sebelumnya.
"Utang dapat meledak dengan tambahan USD15 triliun (atau setara Rp240.000 triliun) selama dekade berikutnya, menurut Committee for a Responsible Federal Budget (CRFB)," kata Luis, dilansir dari Contribune, Kamis (21/11/2024).
Menurut dia skenario ini menimbulkan kekhawatiran mengenai kemampuan AS untuk mengatasi ketidakseimbangan anggaran. Situasi seperti ini sebagian merupakan hasil dari kebijakan ekonomi.
Janji pemotongan pajak yang dikombinasikan dengan mempertahankan belanja publik berisiko memperburuk ketidakseimbangan anggaran. Selain itu, tarif yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump tidak cukup untuk mengimbangi penurunan pendapatan pajak. Dinamika ini, yang disebut sebagai "proteksionisme XXL" sudah membebani nilai dolar, yang terapresiasi terhadap euro, sehingga mengganggu neraca perdagangan trans-Atlantik.
Di luar batas-batas Amerika, utang kolosal AS merupakan ancaman langsung terhadap ekonomi global. Terlebih lagi, dengan 23% dari utang ini dipegang oleh investor asing, sebuah krisis dapat secara signifikan mempengaruhi pasar keuangan internasional. Maria Vassalou, direktur Pictet Research Institute, merangkum situasi ini:
"Seluruh dunia akan mengalami banyak kerugian jika terjadi krisis utang AS, karena mereka membiayai defisit Amerika dengan membeli dolar, obligasi negara, dan saham-saham Amerika."
Lihat Juga :
tulis komentar anda