Tren PNBP Merosot Seiring Pelemahan Harga Komoditas
Kamis, 03 September 2020 - 14:47 WIB
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti tren penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang menurun. Permasalahan yang sedang terjadi saat ini adanya dinamika risiko PNBP.
Tahun depan pemerintah telah memasang proyeksi harga minyak mentah seperti lifting gas yang ekspektasinya akan naik menjadi 1.007 barel. Namun yang menjadi persoalan, harga minyak dari Maret 2020 hingga April 2020 terjadi titik terendah karena ada harapan recovery di beberapa negara dunia.
"Padahal lifting migas yang kecenderungan turun akan berpengaruh pada penerimaan pajak," kata peneliti Indef, Abra Talattov saat webinar di Jakarta, Kamis (3/9/2020). (Baca juga: Bukan Menghalalkan Kerugian, Tapi Pertamina Tidak Separah Perusahaan Migas Asing )
Apalagi saat ini, PNBP dari tahun 2014 hingga 2021 trennya sedang menurun. Menurut Abra, sumbangan PNBP ke negara setiap tahun memang trennya menurun tergantung dari harga komoditas migas dan batu bara.
Sebelum tahun 2017, share PNBP mengalami peningkatan karena pada saat itu harga komoditas sedang booming. Namun kembali menurun seiring dengan harga komoditas yang jatuh dan kembali bangkit di tahun 2018.
Meski begitu, yang menjadi kekhawatiran saat ini adalah tren share PNBP tahun 2020-2021 sebab ada kecenderungan mengalami penurunan. Dia menjelaskan bahwa sebelum adanya Covid-19, pada tahun 2019 PNBP sudah turun pertumbuhannya minus 0,08% atau sekitar Rp408 triliun. (Baca juga: Satgas Penanganan Covid-19 Ubah Strategi, Berikut Ini 8 Targetnya )
Pada tahun 2020 ini, PNBP akan lebih rendah lagi berada pada minus 28%. "Pada tahun depan akan ada ekspektasi PNBP relatif stabil meski minus 0,21% yakni di kisaran Rp290-an triliun," ucap dia.
Dari sisi sumbangan yang cukup siginifikan terhadap penerimaan pendapatan negara, PNBP ini terus menjadi perhatian pemerintah dengan tidak sekedar bergantung pada komoditas.
Sumbangan terbesar 2014 ada di SDA baik migas atau non migas. Tapi karena harga komoditas terus melemah dalam 5 tahun terakhir jadi sumbangan pendapatan SDA kepada PNBP ikut menyusut. Sehingga realisasinya hanya 37,7% dan pada tahun 2020 ini kontribusi hanya 26%.
"Bahkan yang menarik dalam pemerintahan Jokowi saat ini adalah yang sebelumnya sumbangan deviden kepada PNBP cukup signifikan di 2014 sekitar Rp40 triliun bahkan bisa Rp80 triliun tapi dengan alasan Covid dividen ini dipangkas atau menurun jadi minus 19% dan tahun depan diproyeksi lebih dikit lagi jadi Rp26,13 triliun," beber Abra.
Tahun depan pemerintah telah memasang proyeksi harga minyak mentah seperti lifting gas yang ekspektasinya akan naik menjadi 1.007 barel. Namun yang menjadi persoalan, harga minyak dari Maret 2020 hingga April 2020 terjadi titik terendah karena ada harapan recovery di beberapa negara dunia.
"Padahal lifting migas yang kecenderungan turun akan berpengaruh pada penerimaan pajak," kata peneliti Indef, Abra Talattov saat webinar di Jakarta, Kamis (3/9/2020). (Baca juga: Bukan Menghalalkan Kerugian, Tapi Pertamina Tidak Separah Perusahaan Migas Asing )
Apalagi saat ini, PNBP dari tahun 2014 hingga 2021 trennya sedang menurun. Menurut Abra, sumbangan PNBP ke negara setiap tahun memang trennya menurun tergantung dari harga komoditas migas dan batu bara.
Sebelum tahun 2017, share PNBP mengalami peningkatan karena pada saat itu harga komoditas sedang booming. Namun kembali menurun seiring dengan harga komoditas yang jatuh dan kembali bangkit di tahun 2018.
Meski begitu, yang menjadi kekhawatiran saat ini adalah tren share PNBP tahun 2020-2021 sebab ada kecenderungan mengalami penurunan. Dia menjelaskan bahwa sebelum adanya Covid-19, pada tahun 2019 PNBP sudah turun pertumbuhannya minus 0,08% atau sekitar Rp408 triliun. (Baca juga: Satgas Penanganan Covid-19 Ubah Strategi, Berikut Ini 8 Targetnya )
Pada tahun 2020 ini, PNBP akan lebih rendah lagi berada pada minus 28%. "Pada tahun depan akan ada ekspektasi PNBP relatif stabil meski minus 0,21% yakni di kisaran Rp290-an triliun," ucap dia.
Dari sisi sumbangan yang cukup siginifikan terhadap penerimaan pendapatan negara, PNBP ini terus menjadi perhatian pemerintah dengan tidak sekedar bergantung pada komoditas.
Sumbangan terbesar 2014 ada di SDA baik migas atau non migas. Tapi karena harga komoditas terus melemah dalam 5 tahun terakhir jadi sumbangan pendapatan SDA kepada PNBP ikut menyusut. Sehingga realisasinya hanya 37,7% dan pada tahun 2020 ini kontribusi hanya 26%.
"Bahkan yang menarik dalam pemerintahan Jokowi saat ini adalah yang sebelumnya sumbangan deviden kepada PNBP cukup signifikan di 2014 sekitar Rp40 triliun bahkan bisa Rp80 triliun tapi dengan alasan Covid dividen ini dipangkas atau menurun jadi minus 19% dan tahun depan diproyeksi lebih dikit lagi jadi Rp26,13 triliun," beber Abra.
(ind)
tulis komentar anda