Restorasi Gambut Tingkatkan Kesejahteraan Warga
Jum'at, 04 September 2020 - 22:45 WIB
JAKARTA - Pemerintah terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, termasuk di desa-desa gambut. Bersamaan dengan pembangunan 22 titik sumur bor Desa Palukahan, Kecamatan Danau Panggang, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Badan Restorasi Gambut (BRG) juga melakukan pendampingan warga.
Kepala Sub Kelompok Kerja Tim Restorasi Gambut Daerah Kalsel, Parihutan Sagala, mengatakan sebagai target restorasi, BRG memberikan program revitalisasi ekonomi pada 2019. Program revitalisasi, kata dia, dipilih melalui komunikasi dua arah antara tim pelaksana dan keinginan warga desa.
"Jadi inginnya warga desa apa terus dari Dinas Lingkungan Hidup memverifikasi apakah sesuai kebutuhan," kata Sagala dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (4/9/2020).
Sagala menyebut, pembuatan kolam beje mendapat persetujuan karena kolam tersebut bukan hal asing bagi warga sekitar. Warga sudah mengenal sistem perangkat ikan alami tersebut sebagai tambahan penghasilan di luar mata pencarian utama mereka sebagai nelayan.
Menurutnya pembuatan kolam itu juga berdekatan dengan sumur bor. Terdapat 2 unit kolam beje dengan ukuran panjang 200 meter, lebar sekitar 2,5 meter, dan kedalaman 2 meter. Sagala mengatakan Desa Palukahan dipilih karena pada 2016 masuk dalam Peta Prioritas Indikatif Restorasi (PIR).
Kebakaran hutan, kata dia, terjadi sejak 2015 hingga 2019. Luas daerah yang terbakar pada tahun 2015 lalu adalah 838,51 Hektar. Tidak ada upaya pemadaman yang dilakukan, baik dari masyarakat maupun dari pihak yang terkait.
Hal itu disebabkan oleh jauhnya jarak antara permukiman masyarakat dengan wilayah hutan yang terbakar, selain itu juga kebakaran terjadi pada saat musim kemarau, di mana air rawa, sungai dan danau menyusut, mengakibatkan terputusnya jalur transportasi air. "Makanya kita bangun sumur bor di area itu," ucap dia.
Dia menjelaskan, kolam beje merupakan perangkap ikan alami. Beje dibuat saat musim kemarau tiba. Fungsinya baru terlihat ketika musim penghujan. Kolam beje akan menampung air. Di masa inilah ikan akan masuk dan berkembang biak. Saat musim kemarau dan air sudah surut, ikan yang sudah ada di kolam bisa.
Berdasarkan pengalaman warga Desa Palukahan, kolam beje bisa menghasilkan untung. "Satu kali panen bisa mendapat Rp20 juta hingga Rp50 juta, per tahun," ucap dia.
Ketua Pokmas Maju Bersama, Aliansyah mengatakan, saat ini kolam beje yang dibuat masih menunggu panen. Proses panen kemungkinan akan berlangsung pada satu bulan mendatang. "Saat ini belum kering semua," kata Aliansyah.
Aliansyah mengamini proses pembuatan kolam beje bisa berguna untuk memastikan kemunculan titik api. Kebakaran hutan, kata dia, umumnya terjadi pada bulan Oktober dan November. Dia berharap program pendampingan dan revitalisasi ekonomi dari BRG ini bisa terus berlangsung. Tidak hanya kolam perangkap ikan yang bersifat musiman, dia juga berharap munculnya kolam pembibitan ikan yang dulu sempat ada di desanya.
Kepala Sub Kelompok Kerja Tim Restorasi Gambut Daerah Kalsel, Parihutan Sagala, mengatakan sebagai target restorasi, BRG memberikan program revitalisasi ekonomi pada 2019. Program revitalisasi, kata dia, dipilih melalui komunikasi dua arah antara tim pelaksana dan keinginan warga desa.
"Jadi inginnya warga desa apa terus dari Dinas Lingkungan Hidup memverifikasi apakah sesuai kebutuhan," kata Sagala dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (4/9/2020).
Sagala menyebut, pembuatan kolam beje mendapat persetujuan karena kolam tersebut bukan hal asing bagi warga sekitar. Warga sudah mengenal sistem perangkat ikan alami tersebut sebagai tambahan penghasilan di luar mata pencarian utama mereka sebagai nelayan.
Menurutnya pembuatan kolam itu juga berdekatan dengan sumur bor. Terdapat 2 unit kolam beje dengan ukuran panjang 200 meter, lebar sekitar 2,5 meter, dan kedalaman 2 meter. Sagala mengatakan Desa Palukahan dipilih karena pada 2016 masuk dalam Peta Prioritas Indikatif Restorasi (PIR).
Kebakaran hutan, kata dia, terjadi sejak 2015 hingga 2019. Luas daerah yang terbakar pada tahun 2015 lalu adalah 838,51 Hektar. Tidak ada upaya pemadaman yang dilakukan, baik dari masyarakat maupun dari pihak yang terkait.
Hal itu disebabkan oleh jauhnya jarak antara permukiman masyarakat dengan wilayah hutan yang terbakar, selain itu juga kebakaran terjadi pada saat musim kemarau, di mana air rawa, sungai dan danau menyusut, mengakibatkan terputusnya jalur transportasi air. "Makanya kita bangun sumur bor di area itu," ucap dia.
Dia menjelaskan, kolam beje merupakan perangkap ikan alami. Beje dibuat saat musim kemarau tiba. Fungsinya baru terlihat ketika musim penghujan. Kolam beje akan menampung air. Di masa inilah ikan akan masuk dan berkembang biak. Saat musim kemarau dan air sudah surut, ikan yang sudah ada di kolam bisa.
Berdasarkan pengalaman warga Desa Palukahan, kolam beje bisa menghasilkan untung. "Satu kali panen bisa mendapat Rp20 juta hingga Rp50 juta, per tahun," ucap dia.
Ketua Pokmas Maju Bersama, Aliansyah mengatakan, saat ini kolam beje yang dibuat masih menunggu panen. Proses panen kemungkinan akan berlangsung pada satu bulan mendatang. "Saat ini belum kering semua," kata Aliansyah.
Aliansyah mengamini proses pembuatan kolam beje bisa berguna untuk memastikan kemunculan titik api. Kebakaran hutan, kata dia, umumnya terjadi pada bulan Oktober dan November. Dia berharap program pendampingan dan revitalisasi ekonomi dari BRG ini bisa terus berlangsung. Tidak hanya kolam perangkap ikan yang bersifat musiman, dia juga berharap munculnya kolam pembibitan ikan yang dulu sempat ada di desanya.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda