Budi Daya Nanas, Bantu Petani Cegah Kebakaran di Lahan Gambut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Budi daya nanas menjadi salah satu cara untuk menjaga lahan gambut dari kebakaran . Langkah inilah yang dilakukan para petani yang tergabung di kelompok masyarakat (Pokmas) Mundam Jaya Makmur di Dumai, Riau.Mereka membudidayakan nanas karena dua alasan. Pertama, menjaga ekosistem di lahan gambut dan menjaga agar tak terjadi kebakaran lahan. Kedua, meningkatkan pendapatan dari tananam nanas.
"Nanas bukan untuk dimanfaatkan buahnya saja tapi juga bisa menahan api," kata salah satu petani yang tergabung dari Pokmas Mundam Jaya Makmur, Djarot dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Dia bercerita, ada 15 petani yang tergabung menanam nanas sejak 2002 di Mundam, Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai, Kepulauan Riau. Masuknya program Badan Restorasi Gambut (BRG) pada 2017 mengubah kebiasaan masyarakat dalam menanam nanas. BRG waktu itu membuat sekat kanal dan melanjutkan program revitalisasi ekonomi.
Djarot dan para petani mendapat bantuan budi daya nanas di bekas lahan gambut yang terbakar. Lahan itu luasnya sekitar 15 hektare. Dirinya pun mengatakan, penanaman nanas di lahan gambut tipis sangat cocok. "Kesuburannya bagus, daya tahannya baik dan nanas dapat tumbuh cepat," ungkapnya.
Djarot bercerita, nanas ditanam di tengah penanaman pohon jelutung (Dyera spp) dan meranti. Sistem tumpang sari ini kini telah membuahkan hasil. Bantuan budi daya nanas dari BRG pada 2018 sudah membuahkan panen pada akhir 2019. Djarot menyebut, dari 10.000 pokok nanas, dihasilkan 6.000 hingga 7.000 pokok nanas baru dan dapat ditanam di area seluas satu hektare.
"Pasalnya pertumbuhan nanas nggak sama, ada yang besar, ada yang kecil. Kami mengeluarkan buah nanas yang besar-besar dulu, yang kecil ditunda," ucap dia.
Saat menghitung, dia pernah menjual sekitar 3.000 gandeng nanas. Gandeng merupakan hitungan untuk penjualan nanas. Setiap gandeng nanas terdapat dua buah nanas.
Dia menjual satu gandeng dengan kisaran harga Rp3.000 hingga Rp4.000. "Ya dikalikan saja dengan 3.000 gandeng," tambahnya. Selama proses penanaman, Djarot dan para petani mengaku tidak memiliki persoalan. Masalah baru muncul saat proses penjualan dan datangnya musim penghujan. "Kalau musim hujan, ke kebunnya nggak bisa karena banjir. Kami sulit mengakses kebun untuk mengambil buah," kata dia.
Djarot berharap ada lagi bantuan yang bisa dimanfaatkan masyarakat terutama untuk menyelesaikan persoalan penjualan. Sebab, pada fase inilah pokmas kerap mengalami kesulitan. Tidak hanya pada nanas, namun juga produk turunannya. Dia menyebut, Pokmas Mundam Jaya Makmur pernah mengolah keripik dan dodol berbahan nanas. Tapi, produk tersebut gagal meraih untung. "Kalau memang pihak luar bisa (mendirikan) pengolahan pabrik nanas yang besar kita siap mengumpulkan kelompok-kelompok," pungkasnya.
"Nanas bukan untuk dimanfaatkan buahnya saja tapi juga bisa menahan api," kata salah satu petani yang tergabung dari Pokmas Mundam Jaya Makmur, Djarot dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Dia bercerita, ada 15 petani yang tergabung menanam nanas sejak 2002 di Mundam, Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai, Kepulauan Riau. Masuknya program Badan Restorasi Gambut (BRG) pada 2017 mengubah kebiasaan masyarakat dalam menanam nanas. BRG waktu itu membuat sekat kanal dan melanjutkan program revitalisasi ekonomi.
Djarot dan para petani mendapat bantuan budi daya nanas di bekas lahan gambut yang terbakar. Lahan itu luasnya sekitar 15 hektare. Dirinya pun mengatakan, penanaman nanas di lahan gambut tipis sangat cocok. "Kesuburannya bagus, daya tahannya baik dan nanas dapat tumbuh cepat," ungkapnya.
Djarot bercerita, nanas ditanam di tengah penanaman pohon jelutung (Dyera spp) dan meranti. Sistem tumpang sari ini kini telah membuahkan hasil. Bantuan budi daya nanas dari BRG pada 2018 sudah membuahkan panen pada akhir 2019. Djarot menyebut, dari 10.000 pokok nanas, dihasilkan 6.000 hingga 7.000 pokok nanas baru dan dapat ditanam di area seluas satu hektare.
"Pasalnya pertumbuhan nanas nggak sama, ada yang besar, ada yang kecil. Kami mengeluarkan buah nanas yang besar-besar dulu, yang kecil ditunda," ucap dia.
Saat menghitung, dia pernah menjual sekitar 3.000 gandeng nanas. Gandeng merupakan hitungan untuk penjualan nanas. Setiap gandeng nanas terdapat dua buah nanas.
Dia menjual satu gandeng dengan kisaran harga Rp3.000 hingga Rp4.000. "Ya dikalikan saja dengan 3.000 gandeng," tambahnya. Selama proses penanaman, Djarot dan para petani mengaku tidak memiliki persoalan. Masalah baru muncul saat proses penjualan dan datangnya musim penghujan. "Kalau musim hujan, ke kebunnya nggak bisa karena banjir. Kami sulit mengakses kebun untuk mengambil buah," kata dia.
Djarot berharap ada lagi bantuan yang bisa dimanfaatkan masyarakat terutama untuk menyelesaikan persoalan penjualan. Sebab, pada fase inilah pokmas kerap mengalami kesulitan. Tidak hanya pada nanas, namun juga produk turunannya. Dia menyebut, Pokmas Mundam Jaya Makmur pernah mengolah keripik dan dodol berbahan nanas. Tapi, produk tersebut gagal meraih untung. "Kalau memang pihak luar bisa (mendirikan) pengolahan pabrik nanas yang besar kita siap mengumpulkan kelompok-kelompok," pungkasnya.
(nng)