Baru Mau Pulih, Bisnis Ritel Dihajar Lagi PSBB Jilid II
Selasa, 15 September 2020 - 09:00 WIB
JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKi Jakarta kembali memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang diperketat, sejak Senin (14/9). Kebijakan ini pun diyakini akan kembali membawa pengaruh terhadap aktifitas ekonomi. Dan bisa jadi, kebijakan ini akan diikuti oleh provinsi lain.
Sektor ritel, hotel dan restoran pun diprediksi akan menerima dampak terbesar dari kebijakan ini. Sektor ini akan makin tertekan karena memang daya beli masyarakat memang belum pulih. , Rabu, 9 September 2020, kerugian itu terjadi karena perusahaan pengelola restoran cepat saji ini mengalami penurunan pendapatan pada semester pertama ini. Tercatat, pendapatan perseroan pada periode tersebut sebesar Rp2,51 triliun. Perolehan itu merosot 25,42% secara tahunan. Sedangkan, pada periode yang sama tahun lalu, perusahaan masih bisa meraup pendapatan Rp 3,37 Triliun.
Jebloknya perusahaan ritel akibat pandemi tidak hanya dialami di Indonesia saja. Secara global bisnis ritel memang tengah terpuruk. Di amerika sejumlah peritel pun harus menyatakan bangkrut dan mengajukan pailit. Seperti kondisi yang dialami oleh jaringan department store New York Century 21.
Perusahaan yang berdiri sejak 1961 ini, beberapa hari yng lalu mengajukan pailit dan mengumumkan akan menutup bisnisnya. New York Century 21 tercatat memiliki 13 toko yang sebagian besar berada di New York City dan daerah metropolitan sekitarnya dengan total 1.400 karyawan.
Selain Century 21, sejumlah toko kenamaan yang telah menyatakan kebangkrutannya selama pandemi adalah Brooks Brothers, JC Penney, J Crew, Neiman Marcus, dan Sur la Table. Lord & Taylor, salah satu toko di New York yang sudah berdiri sejak 1826, juga mengumumkan rencana untuk melikuidasi perusahaannya bulan lalu.
Sebelumnya pada Juli lalu, NPC International, pemegang waralaba terbesar restoran Pizza Hut di Amerika Serikat, telah mengajukan perlindungan kebangkrutan. NPC sendiri memiliki 1.225 lokasi Pizza Hut dan 385 restoran Wendy's yang dikelola oleh 7.500 karyawan penuh waktu, sekitar 28.500 pekerja paruh waktu, dan beroperasi di 30 negara bagian dan Distrik Columbia.
Langkah ini diambil karena penutupan sejumlah gerai akibat penyebaran Covid 19 di Amerika. Beban utang perusahaan sebesar USD 903 juta, membuat NPC benar-benar tak berdaya.
Sektor ritel, hotel dan restoran pun diprediksi akan menerima dampak terbesar dari kebijakan ini. Sektor ini akan makin tertekan karena memang daya beli masyarakat memang belum pulih. , Rabu, 9 September 2020, kerugian itu terjadi karena perusahaan pengelola restoran cepat saji ini mengalami penurunan pendapatan pada semester pertama ini. Tercatat, pendapatan perseroan pada periode tersebut sebesar Rp2,51 triliun. Perolehan itu merosot 25,42% secara tahunan. Sedangkan, pada periode yang sama tahun lalu, perusahaan masih bisa meraup pendapatan Rp 3,37 Triliun.
Jebloknya perusahaan ritel akibat pandemi tidak hanya dialami di Indonesia saja. Secara global bisnis ritel memang tengah terpuruk. Di amerika sejumlah peritel pun harus menyatakan bangkrut dan mengajukan pailit. Seperti kondisi yang dialami oleh jaringan department store New York Century 21.
Perusahaan yang berdiri sejak 1961 ini, beberapa hari yng lalu mengajukan pailit dan mengumumkan akan menutup bisnisnya. New York Century 21 tercatat memiliki 13 toko yang sebagian besar berada di New York City dan daerah metropolitan sekitarnya dengan total 1.400 karyawan.
Selain Century 21, sejumlah toko kenamaan yang telah menyatakan kebangkrutannya selama pandemi adalah Brooks Brothers, JC Penney, J Crew, Neiman Marcus, dan Sur la Table. Lord & Taylor, salah satu toko di New York yang sudah berdiri sejak 1826, juga mengumumkan rencana untuk melikuidasi perusahaannya bulan lalu.
Sebelumnya pada Juli lalu, NPC International, pemegang waralaba terbesar restoran Pizza Hut di Amerika Serikat, telah mengajukan perlindungan kebangkrutan. NPC sendiri memiliki 1.225 lokasi Pizza Hut dan 385 restoran Wendy's yang dikelola oleh 7.500 karyawan penuh waktu, sekitar 28.500 pekerja paruh waktu, dan beroperasi di 30 negara bagian dan Distrik Columbia.
Langkah ini diambil karena penutupan sejumlah gerai akibat penyebaran Covid 19 di Amerika. Beban utang perusahaan sebesar USD 903 juta, membuat NPC benar-benar tak berdaya.
(eko)
tulis komentar anda