Perlindungan kepada Konsumen dan Developer pada Masa Pandemi
Rabu, 23 September 2020 - 13:15 WIB
di masyarakat. Secara sederhana, kepailitan dikenal sebagai sarana yang dapat digunakan oleh para kreditur untuk “memaksa” debitur menyelesaikan kewajibannya, sementara sebaliknya PKPU merupakan sarana yang dapat digunakan debitur untuk menyelamatkan usahanya dari ancaman kebangkrutan.
“Namun kenyataannya, dalam beberapa kasus, UU Kepailitan dan PKPU justru digunakan oleh debitur sebagai sarana untuk menghindari pemenuhan kewajibannya terhadap para kreditur,” tegas Cornel.
Dia juga mencermati adanya fakta bahwa PKPU yang pada dasarnya ditujukan sebagai sarana bagi debitur untuk merestrukturisasi utangnya kepada kreditur melalui pengadilan niaga, malahan digunakan oleh debitur nakal untuk menghindari kewajibannya. Modus lainnya, yakni sengaja digunakan oleh
distressed investors untuk mendapatkan aset suatu perusahaan yang mengalami masalah keuangan dengan harga yang murah.
Pihak developer yang digugat pailit atau PKPU jelas mengalami kerugian dari berbagai sisi, termasuk materiil hingga runtuhnya kepercayaan pasar. Padahal, masalah pailit tidak selalu mencerminkan kondisi riil perusahaan, namun lebih karena ulah oknum yang ingin menunggang kesempatan.
Selain kerugian bagi developer properti, permasalahan pailit yang mendera industri properti juga bisa merugikan dan berdampak signifikan pada konsumen. Akibatnya, konsumen harus melalui jalan berliku dan panjang untuk mendapatkan kepastian haknya. (Lihat videonya: Merasa Jenuh, Pasien Covid-19 di Kalteng Jebol Ruang Isolasi)
Cornel menyampaikan faktor-faktor penting yang dapat membantu masyarakat atau badan hukum memahami kerangka kepailitan dan PKPU secara utuh, termasuk kepailitan sukarela (voluntary bankruptcy) dan restrukturisasi utang. Khusus bagi perusahaan terbuka atau perusahaan publik, dia menyoroti beberapa aspek kepatuhan hukum (legal compliance issues) yang wajib dilakukan.
Di sisi lain, Cornel juga mencermati adanya fakta bahwa PKPU yang pada dasarnya ditujukan sebagai sarana bagi debitur untuk merestrukturisasi utangnya kepada kreditur, malahan digunakan oleh debitur nakal untuk menghindari kewajibannya. (Anton C)
“Namun kenyataannya, dalam beberapa kasus, UU Kepailitan dan PKPU justru digunakan oleh debitur sebagai sarana untuk menghindari pemenuhan kewajibannya terhadap para kreditur,” tegas Cornel.
Dia juga mencermati adanya fakta bahwa PKPU yang pada dasarnya ditujukan sebagai sarana bagi debitur untuk merestrukturisasi utangnya kepada kreditur melalui pengadilan niaga, malahan digunakan oleh debitur nakal untuk menghindari kewajibannya. Modus lainnya, yakni sengaja digunakan oleh
distressed investors untuk mendapatkan aset suatu perusahaan yang mengalami masalah keuangan dengan harga yang murah.
Pihak developer yang digugat pailit atau PKPU jelas mengalami kerugian dari berbagai sisi, termasuk materiil hingga runtuhnya kepercayaan pasar. Padahal, masalah pailit tidak selalu mencerminkan kondisi riil perusahaan, namun lebih karena ulah oknum yang ingin menunggang kesempatan.
Selain kerugian bagi developer properti, permasalahan pailit yang mendera industri properti juga bisa merugikan dan berdampak signifikan pada konsumen. Akibatnya, konsumen harus melalui jalan berliku dan panjang untuk mendapatkan kepastian haknya. (Lihat videonya: Merasa Jenuh, Pasien Covid-19 di Kalteng Jebol Ruang Isolasi)
Cornel menyampaikan faktor-faktor penting yang dapat membantu masyarakat atau badan hukum memahami kerangka kepailitan dan PKPU secara utuh, termasuk kepailitan sukarela (voluntary bankruptcy) dan restrukturisasi utang. Khusus bagi perusahaan terbuka atau perusahaan publik, dia menyoroti beberapa aspek kepatuhan hukum (legal compliance issues) yang wajib dilakukan.
Di sisi lain, Cornel juga mencermati adanya fakta bahwa PKPU yang pada dasarnya ditujukan sebagai sarana bagi debitur untuk merestrukturisasi utangnya kepada kreditur, malahan digunakan oleh debitur nakal untuk menghindari kewajibannya. (Anton C)
(ysw)
tulis komentar anda