Perlindungan kepada Konsumen dan Developer pada Masa Pandemi

Rabu, 23 September 2020 - 13:15 WIB
loading...
Perlindungan kepada Konsumen dan Developer pada Masa Pandemi
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Maraknya kepailitan di industri properti pada masa pandemi Covid-19 menciptakan bahaya baru bagi industri properti nasional dan berdampak secara sistemik memengaruhi 175 industri ikutan dengan 30 juta tenaga kerjanya.

Ketua Lembaga Advokasi Konsumen Properti Indonesia Erwin Kallo mengatakan, maraknya kasus kepailitan dampaknya bisa merugikan banyak pihak. (Baca: Kasus Corona Capai 4.000 per Hari, IDI Berikan Dua Solusi)

"Perlindungan terhadap konsumen dan developer properti perlu menjadi prioritas karena sering kali masalah pailit justru ditunggangi oleh oknum-oknum yang memiliki kepentingan tertentu," ujarnya dalam keterangan tertulis.

Menurut Erwin, konsumen properti adalah pihak yang paling dirugikan jika terjadi kasus pailit. Hal ini karena konsumen bukan kreditur preferen sehingga pengembalian dana dilaksanakan paling akhir, jika semua pihak telah terbayarkan.

“Konsumen harus mencegah terjadi pailit dalam rapat kreditur dengan menggunakan hak suara,” kata Erwin.

Dia menilai, perlu revisi UU Kepailitan dan PKPU wajib diakselerasi oleh pemerintah dan DPR, revisi UU Kepailitan dan PKPU diharapkan mampu menjaga dan melindungi industri properti termasuk konsumen dan developer dari ulah para oknum.

Sementara praktisi hukum Cornel B Juniarto berpendapat, undang-undang ataupun peraturan tentang kepailitan ibarat pisau bermata dua. Dia mencontohkan Undang-Undang No 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Keduanya secara prinsip merupakan payung hukum bagi para pelaku usaha dan pemangku kepentingan yang mengatur tata cara atau mekanisme penyelesaian kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian atau transaksi.

Namun demikian, menurut dia, sebagai pijakan hukum, UU Kepailitan dan PKPU telah mengalami beragam ujian, khususnya berkaitan dengan tingkat efektivitasnya sebagai sumber hukum dalam penyelesaian kewajiban antara kreditur dan debitur. (Baca juga: Duh! Pemerintah Tambah Sempoyongan Nanggung Beban Utang)

di masyarakat. Secara sederhana, kepailitan dikenal sebagai sarana yang dapat digunakan oleh para kreditur untuk “memaksa” debitur menyelesaikan kewajibannya, sementara sebaliknya PKPU merupakan sarana yang dapat digunakan debitur untuk menyelamatkan usahanya dari ancaman kebangkrutan.

“Namun kenyataannya, dalam beberapa kasus, UU Kepailitan dan PKPU justru digunakan oleh debitur sebagai sarana untuk menghindari pemenuhan kewajibannya terhadap para kreditur,” tegas Cornel.

Dia juga mencermati adanya fakta bahwa PKPU yang pada dasarnya ditujukan sebagai sarana bagi debitur untuk merestrukturisasi utangnya kepada kreditur melalui pengadilan niaga, malahan digunakan oleh debitur nakal untuk menghindari kewajibannya. Modus lainnya, yakni sengaja digunakan oleh

distressed investors untuk mendapatkan aset suatu perusahaan yang mengalami masalah keuangan dengan harga yang murah.

Pihak developer yang digugat pailit atau PKPU jelas mengalami kerugian dari berbagai sisi, termasuk materiil hingga runtuhnya kepercayaan pasar. Padahal, masalah pailit tidak selalu mencerminkan kondisi riil perusahaan, namun lebih karena ulah oknum yang ingin menunggang kesempatan.

Selain kerugian bagi developer properti, permasalahan pailit yang mendera industri properti juga bisa merugikan dan berdampak signifikan pada konsumen. Akibatnya, konsumen harus melalui jalan berliku dan panjang untuk mendapatkan kepastian haknya. (Lihat videonya: Merasa Jenuh, Pasien Covid-19 di Kalteng Jebol Ruang Isolasi)

Cornel menyampaikan faktor-faktor penting yang dapat membantu masyarakat atau badan hukum memahami kerangka kepailitan dan PKPU secara utuh, termasuk kepailitan sukarela (voluntary bankruptcy) dan restrukturisasi utang. Khusus bagi perusahaan terbuka atau perusahaan publik, dia menyoroti beberapa aspek kepatuhan hukum (legal compliance issues) yang wajib dilakukan.

Di sisi lain, Cornel juga mencermati adanya fakta bahwa PKPU yang pada dasarnya ditujukan sebagai sarana bagi debitur untuk merestrukturisasi utangnya kepada kreditur, malahan digunakan oleh debitur nakal untuk menghindari kewajibannya. (Anton C)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2243 seconds (0.1#10.140)