Mitra Driver Mengeluhkan Program Kepemilikan Mobil Grab
Rabu, 23 September 2020 - 20:47 WIB
Kejanggalan lain yang ditemukan adalah perubahan nama program dari sebelumnya Program Gold Captain menjadi Program Loyalitas. Hal itu ditekankan dalam selebaran yang ditandatangani Ridzki Kramadibarata yang adalah Managing Director Grab saat itu.
Atas kejanggalan itu, Darajat pun membawa kasus ini ke ranah hukum setelah jalur kekeluargaan yang coba ditempuh gagal. Namun alih-alih kasus perdatanya terselesaikan, Darajat bersama mitra pengemudi senasib lainnya justru dituduh menggelapkan mobil Daihatsu Sigra yang diperolehnya dari mengikuti Program Gold Captain Grab Indonesia.
Padahal, unit mobil tersebut tidak pernah berusaha disingkirkannya. Hingga kini, kasus pidana yang dialami Darajat masih dalam proses sementara unit mobil yang diperkarakan telah diambil alih oleh Polda Sumatera Utara.
“Saya lihat ini menyalahi peraturan Kapolri tentang SPDP. Pasal 14 ayat 1 itu menyatakan SPDP diberikan kepada pelapor, dan kepada saya. Saya sudah tiga bulan lebih menjadi tersangka, tapi statusnya tidak jelas. Psikologis saya terganggu. Mobil diambil dan tidak bisa bekerja. Maka kepada Bapak Presiden, terutama kami minta, tolong perhatikan kami ini. Banyak seperti kami ini ayng terdzolimi, di daerah-daerah, hingga belasan ribu yang mengeluh. Kami dirugikan Rp800 ribu per minggu per orang, kalau mengikuti program ini. Jika dikalikan belasan ribu, jadi berapa itu,” ujar Darajat.
Sementara itu, Grab dan PT TPI sendiri belum lama ini diputus bersalah oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas kasus pemberian order prioritas kepada mitra yang berada di bawah naungan TPI dibandingkan kepada mitra non-TPI. Kasus ini diadukan oleh mitra non-TPI yang beroperasi di Medan.
Dalam putusannya, KPPU memutuskan PT Solusi Transportasi Indonesia atau yang selama penangangan perkara telah berganti nama menjadi PT Grab Teknologi Indonesia yang adalah pihak Terlapor I, dan PT TPI sebagai Terlapor II terbukti bersalah melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp7,5 miliar dan Rp4 miliar, serta Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp22,5 miliar dan Rp15 miliar.
Tidak puas atas putusan KPPU tersebut, pihak Grab diketahui telah mengajukan banding ke Pengadilan Negeri tapi belum ada putusan hingga kini.
Atas kejanggalan itu, Darajat pun membawa kasus ini ke ranah hukum setelah jalur kekeluargaan yang coba ditempuh gagal. Namun alih-alih kasus perdatanya terselesaikan, Darajat bersama mitra pengemudi senasib lainnya justru dituduh menggelapkan mobil Daihatsu Sigra yang diperolehnya dari mengikuti Program Gold Captain Grab Indonesia.
Padahal, unit mobil tersebut tidak pernah berusaha disingkirkannya. Hingga kini, kasus pidana yang dialami Darajat masih dalam proses sementara unit mobil yang diperkarakan telah diambil alih oleh Polda Sumatera Utara.
“Saya lihat ini menyalahi peraturan Kapolri tentang SPDP. Pasal 14 ayat 1 itu menyatakan SPDP diberikan kepada pelapor, dan kepada saya. Saya sudah tiga bulan lebih menjadi tersangka, tapi statusnya tidak jelas. Psikologis saya terganggu. Mobil diambil dan tidak bisa bekerja. Maka kepada Bapak Presiden, terutama kami minta, tolong perhatikan kami ini. Banyak seperti kami ini ayng terdzolimi, di daerah-daerah, hingga belasan ribu yang mengeluh. Kami dirugikan Rp800 ribu per minggu per orang, kalau mengikuti program ini. Jika dikalikan belasan ribu, jadi berapa itu,” ujar Darajat.
Sementara itu, Grab dan PT TPI sendiri belum lama ini diputus bersalah oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas kasus pemberian order prioritas kepada mitra yang berada di bawah naungan TPI dibandingkan kepada mitra non-TPI. Kasus ini diadukan oleh mitra non-TPI yang beroperasi di Medan.
Dalam putusannya, KPPU memutuskan PT Solusi Transportasi Indonesia atau yang selama penangangan perkara telah berganti nama menjadi PT Grab Teknologi Indonesia yang adalah pihak Terlapor I, dan PT TPI sebagai Terlapor II terbukti bersalah melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp7,5 miliar dan Rp4 miliar, serta Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp22,5 miliar dan Rp15 miliar.
Tidak puas atas putusan KPPU tersebut, pihak Grab diketahui telah mengajukan banding ke Pengadilan Negeri tapi belum ada putusan hingga kini.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda