Penurunan Harga Gas Berpotensi Langgar UU Migas
Selasa, 05 Mei 2020 - 12:26 WIB
JAKARTA - Pemerintah diminta mengevaluasi kembali implementasi penurunan harga gas industri karena berpotensi melanggar Undang-Undang 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Pasalnya, aturan yang dibuat oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait implementasi distribusi berpotensi menabrak regulasi yang selama ini telah dijalankan oleh Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas).
“Perlu dievaluasi kembali terkait aturan implementasi yang dibuat oleh Menteri ESDM, karena berpotensi menabrak aturan yang selama ini telah dijalankan oleh BPH Migas. Aturan yang dibuat pasti tujuannya bagus, tapi jangan sampai nabrak undang-undang,” ujar Anggota Komisi VII DPR Saikhul Islam, di Jakarta, Selasa (5/5/2020).
Menurut dia terkait regulasi tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa telah menjadi kewenangan BPH Migas sebagaimana diamanatkan di dalam UU Migas. Namun keluarnya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (SDM) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri berpotensi mengambil alih wewenang yang selama ini telah diatur di dalam perundang-undangan.
“Sebab itu, perlu diselaraskan kembali agar aturan turunan dari Perpres harga gas tidak berbenturan dengan apa yang telah diamanatkan di dalam undang-undang,” jelasnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Anggota Komisi VII lainnya Andy Yulianti. Pihaknya meminta pemerintah tidak terburu-buru dan lebih hati-hati mengeksekusi penurunan harga gas industri. Pasalnya selain berpotensi terjadinya tumpang tindih regulasi, pihaknya juga khawatir kebijakan tersebut bakal memberatkan keuangan negara karena model yang terapkan seperti memberikan subsidi kepada industri.
Tidak hanya itu, pihaknya juga meminta pemberian insentif harga gas industri harus tetap memperhatikan keberlangsungan badan usaha hilir gas dengan memberikan kompensasi.
“Ini berbahaya karena seperti BBM, sehingga semakin memberatkan APBN kita. Semestinya kita mencontoh di Malaysia mereka terus menekan subsidi sedangkan kita justru nambah subsidi. Belum lagi, mengorbankan kelangsungan badan usaha hilir gas,” tandasnya.
“Perlu dievaluasi kembali terkait aturan implementasi yang dibuat oleh Menteri ESDM, karena berpotensi menabrak aturan yang selama ini telah dijalankan oleh BPH Migas. Aturan yang dibuat pasti tujuannya bagus, tapi jangan sampai nabrak undang-undang,” ujar Anggota Komisi VII DPR Saikhul Islam, di Jakarta, Selasa (5/5/2020).
Menurut dia terkait regulasi tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa telah menjadi kewenangan BPH Migas sebagaimana diamanatkan di dalam UU Migas. Namun keluarnya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (SDM) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri berpotensi mengambil alih wewenang yang selama ini telah diatur di dalam perundang-undangan.
“Sebab itu, perlu diselaraskan kembali agar aturan turunan dari Perpres harga gas tidak berbenturan dengan apa yang telah diamanatkan di dalam undang-undang,” jelasnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Anggota Komisi VII lainnya Andy Yulianti. Pihaknya meminta pemerintah tidak terburu-buru dan lebih hati-hati mengeksekusi penurunan harga gas industri. Pasalnya selain berpotensi terjadinya tumpang tindih regulasi, pihaknya juga khawatir kebijakan tersebut bakal memberatkan keuangan negara karena model yang terapkan seperti memberikan subsidi kepada industri.
Tidak hanya itu, pihaknya juga meminta pemberian insentif harga gas industri harus tetap memperhatikan keberlangsungan badan usaha hilir gas dengan memberikan kompensasi.
“Ini berbahaya karena seperti BBM, sehingga semakin memberatkan APBN kita. Semestinya kita mencontoh di Malaysia mereka terus menekan subsidi sedangkan kita justru nambah subsidi. Belum lagi, mengorbankan kelangsungan badan usaha hilir gas,” tandasnya.
(akr)
tulis komentar anda