Memberdayakan UMKM Berbasis Digital di Kala Pandemi
Sabtu, 26 September 2020 - 10:11 WIB
JAKARTA -
Dr. Firman Kurniawan S
Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital
Pendiri LITEROS.org
Bantuan pemerintah bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) , hingga akhir September 2020, ditargetkan tak kurang dari Rp22 triliun. Bantuan sejumlah itu digelontorkan bagi sedikitnya 9,16 juta pelaku UMKM yang tersebar di 34 Propinsi, seluruh Indonesia. Keputusan ini dapat dimengerti, di kala pandemi Covid-19, ekonomi jadi sektor yang mengalami krisis ikutan. Ini terjadi setelah krisis kesehatan itu sendiri, dan munculnya letupan-letupan krisis sosial, yang samar-samar mulai menampakkan diri.
Peran strategis UMKM di Indonesia, dapat digambarkan sebagai kelompok pelaku usaha yang memberikan sumbangan sedikitnya 60% produk domestik bruto (PDB) nasional, mampu menyerap 97% tenaga kerja, dan berkontribusi atas 14,17% ekspor nasional (Ainun Najib, SindoNews September, 2020). Dalam realitasnya, bukan peran ekonomi semata yang ditopang UMKM. Kohesivitas sosial turut dipelihara oleh stabilnya kelangsungan usaha kelompok ini. UMKM yang tetap mampu menjalankan fungsinya memutar roda ekonomi, jadi penapis dampak sosial yang timbul oleh keadaan tak menentu.
Suatu keadaan yang terjadi akibat perubahan pola kerja, pengurangan jumlah jam kerja, perumahan karyawan, hingga gelombang PHK yang tak terelakkan. Rentetan itu semua dapat dilacak dari pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), himbuan work from home, social distancing, maupun berbagai kebijakan lainnya. Semua bertujuan agar penularan tak makin merebak. Kelaziman-kelaziman sistem operasi dan produksi di masa pra-pandemi, dipaksa berubah. Sayangnya, tak serta merta cepat dan tepat tergantikan oleh pola baru yang lebih aman dari penularan. Produktivitas yang menurun secara signifikan, jadi keniscayaan. (Baca juga: 2 Pekan PSBB Ketat, Kasus Harian Positif Covid-19 di Jakarta Masih di Atas 1.000 )
Di awal merebaknya pandemi Covid-19, International Labour Organization (ILO), April 2020 lewat rilisnya berjudul "Supporting Small and Medium Enterprises Through the COVID-19 Crisis" telah membaca situasi: wabah Covid-19 telah memukul UMKM dengan keras. UMKM terpengaruh baik dari sisi permintaan maupun penawaran.
Di sisi penawaran, pelaku usaha mengalami pengurangan pasokan tenaga kerja. Ini terjadi karena pekerja yang tak sehat, pekerja yang memerlukan alokasi waktu khusus untuk menjaga anak, maupun munculnya persoalan lain, saat sekolah tutup. Keadaan ini diperparah oleh pergerakan orang yang dibatasi.
Dr. Firman Kurniawan S
Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital
Pendiri LITEROS.org
Bantuan pemerintah bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) , hingga akhir September 2020, ditargetkan tak kurang dari Rp22 triliun. Bantuan sejumlah itu digelontorkan bagi sedikitnya 9,16 juta pelaku UMKM yang tersebar di 34 Propinsi, seluruh Indonesia. Keputusan ini dapat dimengerti, di kala pandemi Covid-19, ekonomi jadi sektor yang mengalami krisis ikutan. Ini terjadi setelah krisis kesehatan itu sendiri, dan munculnya letupan-letupan krisis sosial, yang samar-samar mulai menampakkan diri.
Peran strategis UMKM di Indonesia, dapat digambarkan sebagai kelompok pelaku usaha yang memberikan sumbangan sedikitnya 60% produk domestik bruto (PDB) nasional, mampu menyerap 97% tenaga kerja, dan berkontribusi atas 14,17% ekspor nasional (Ainun Najib, SindoNews September, 2020). Dalam realitasnya, bukan peran ekonomi semata yang ditopang UMKM. Kohesivitas sosial turut dipelihara oleh stabilnya kelangsungan usaha kelompok ini. UMKM yang tetap mampu menjalankan fungsinya memutar roda ekonomi, jadi penapis dampak sosial yang timbul oleh keadaan tak menentu.
Suatu keadaan yang terjadi akibat perubahan pola kerja, pengurangan jumlah jam kerja, perumahan karyawan, hingga gelombang PHK yang tak terelakkan. Rentetan itu semua dapat dilacak dari pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), himbuan work from home, social distancing, maupun berbagai kebijakan lainnya. Semua bertujuan agar penularan tak makin merebak. Kelaziman-kelaziman sistem operasi dan produksi di masa pra-pandemi, dipaksa berubah. Sayangnya, tak serta merta cepat dan tepat tergantikan oleh pola baru yang lebih aman dari penularan. Produktivitas yang menurun secara signifikan, jadi keniscayaan. (Baca juga: 2 Pekan PSBB Ketat, Kasus Harian Positif Covid-19 di Jakarta Masih di Atas 1.000 )
Di awal merebaknya pandemi Covid-19, International Labour Organization (ILO), April 2020 lewat rilisnya berjudul "Supporting Small and Medium Enterprises Through the COVID-19 Crisis" telah membaca situasi: wabah Covid-19 telah memukul UMKM dengan keras. UMKM terpengaruh baik dari sisi permintaan maupun penawaran.
Di sisi penawaran, pelaku usaha mengalami pengurangan pasokan tenaga kerja. Ini terjadi karena pekerja yang tak sehat, pekerja yang memerlukan alokasi waktu khusus untuk menjaga anak, maupun munculnya persoalan lain, saat sekolah tutup. Keadaan ini diperparah oleh pergerakan orang yang dibatasi.
tulis komentar anda