Pengelolaan Aset TMII Amburadul, Lebih Baik Diurus Negara
Selasa, 29 September 2020 - 18:58 WIB
JAKARTA - Sejumlah kalangan mendesak agar pemerintah menertibkan pengelolaan aset untuk mendongkrak penerimaan negara .Pasalnya, masih terdapat sejumlah aset negara seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang pengelolaannya amburadul tidak terurus seperti pengelolaan rumah-rumah provinsi seharusnya bisa dilakukan secara profesional.
"Taman Mini itu manajemen pengelolaannya nggak masuk akal masih amburadul sehingga perlu diperbaiki. Manajemennya harus diprofesionalkan dengan begitu pengelolaan aset negara harusnya bisa lebih bagus," Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, di Jakarta, Selasa (29/9/2020).
Menurut dia apabila aset TMII diurus pemerintah dengan menajemen profesional diyakini mampu berkontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Adapun penyitaan aset dapat dilakukan dengan menelusuri sejumlah aset yang selalu berkurang."Jadi sangat bisa (disita) kalau ada bukti kepemilikan dan ditelusuri kenapa ada beberapa kepemilikan aset itu selalu berkurang, apakah ada pemindahan, atau peralihan," kata dia.
Dia menandaskan, jika pengelolaan aset terus dibiarkan tidak terurus maka manfaatnya tidak bisa lagi dirasakan masyarakat. Sebab itu, upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dalam menertibkan Barang Milik Negara (BMN) sudah tepat. "Selama ini kan aset-aset negara banyak yang samar, aset negara banyak dikuasi oleh pensiunan pejabat. Jadi harus ditelusuri," tandas dia.
Hal senada juga dikatakan oleh pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir. Menurutnya optimalisasi aset negara perlu dilakukan untuk meningkatkan penerimaan negara dengan tujuan menyejahterakan masyarakat. "Ke depan jangan sampai ada lagi aset negara yang tidak tercatat rapi dan tidak diurus, agar aset negara tersebut makin bermanfaat untuk sebesar-besar kemaslahatan masyarakat," tutur dia.
Dia menyarankan agar KPK dan Kemensetneg bergerak cepat menyelamatkan aset negara yang terbengkelai agar berkontribusi optimal untuk pemasukan negara. Ia pun berharap upaya KPK dan Kemensetneg tidak hanya sebatas gertakan semata tapi perlu langkah nyata dan cepat."Seharusnya bisa lebih cepat melangkah, agar tidak terkesan lagi kepepet memerlukan anggaran. Negara harus memanfaatkan aset yang dimiliki," kata dia.
Sebagai informasi, KPK dan Kemensetneg sedang menertibkan aset negara seperti Gelora Bung Karno (GBK), Kemayoran dan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) agar lebih optimal bagi penerimaan negara. Berdasarkan laporan KPK aset negara seperti TMII belum secara optimal berkontribusi terhadap penerimaan negara.
Terkait aset TMII, KPK menemukan bahwa, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 51 Tahun 1977 tentang TMII, aset tersebut dimiliki oleh negara yang dikelola oleh Yayasan Harapan Kita. Naskah penyerahan TMII dari Yayasan Harapan Kita kepada Pemerintah Pusat pun sudah ada.
Dari dokumen yang diterima KPK, pada 2017 telah dilaksanakan legal audit TMII oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan tiga opsi rekomendasi pengelolaan, yaitu TMII menjadi Badan Layanan Umum (BLU), pengoperasian oleh pihak lain, atau Kerja Sama Pemanfaatan (KSP).
"Taman Mini itu manajemen pengelolaannya nggak masuk akal masih amburadul sehingga perlu diperbaiki. Manajemennya harus diprofesionalkan dengan begitu pengelolaan aset negara harusnya bisa lebih bagus," Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, di Jakarta, Selasa (29/9/2020).
Menurut dia apabila aset TMII diurus pemerintah dengan menajemen profesional diyakini mampu berkontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Adapun penyitaan aset dapat dilakukan dengan menelusuri sejumlah aset yang selalu berkurang."Jadi sangat bisa (disita) kalau ada bukti kepemilikan dan ditelusuri kenapa ada beberapa kepemilikan aset itu selalu berkurang, apakah ada pemindahan, atau peralihan," kata dia.
Dia menandaskan, jika pengelolaan aset terus dibiarkan tidak terurus maka manfaatnya tidak bisa lagi dirasakan masyarakat. Sebab itu, upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dalam menertibkan Barang Milik Negara (BMN) sudah tepat. "Selama ini kan aset-aset negara banyak yang samar, aset negara banyak dikuasi oleh pensiunan pejabat. Jadi harus ditelusuri," tandas dia.
Hal senada juga dikatakan oleh pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir. Menurutnya optimalisasi aset negara perlu dilakukan untuk meningkatkan penerimaan negara dengan tujuan menyejahterakan masyarakat. "Ke depan jangan sampai ada lagi aset negara yang tidak tercatat rapi dan tidak diurus, agar aset negara tersebut makin bermanfaat untuk sebesar-besar kemaslahatan masyarakat," tutur dia.
Dia menyarankan agar KPK dan Kemensetneg bergerak cepat menyelamatkan aset negara yang terbengkelai agar berkontribusi optimal untuk pemasukan negara. Ia pun berharap upaya KPK dan Kemensetneg tidak hanya sebatas gertakan semata tapi perlu langkah nyata dan cepat."Seharusnya bisa lebih cepat melangkah, agar tidak terkesan lagi kepepet memerlukan anggaran. Negara harus memanfaatkan aset yang dimiliki," kata dia.
Sebagai informasi, KPK dan Kemensetneg sedang menertibkan aset negara seperti Gelora Bung Karno (GBK), Kemayoran dan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) agar lebih optimal bagi penerimaan negara. Berdasarkan laporan KPK aset negara seperti TMII belum secara optimal berkontribusi terhadap penerimaan negara.
Terkait aset TMII, KPK menemukan bahwa, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 51 Tahun 1977 tentang TMII, aset tersebut dimiliki oleh negara yang dikelola oleh Yayasan Harapan Kita. Naskah penyerahan TMII dari Yayasan Harapan Kita kepada Pemerintah Pusat pun sudah ada.
Dari dokumen yang diterima KPK, pada 2017 telah dilaksanakan legal audit TMII oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan tiga opsi rekomendasi pengelolaan, yaitu TMII menjadi Badan Layanan Umum (BLU), pengoperasian oleh pihak lain, atau Kerja Sama Pemanfaatan (KSP).
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda