Menteri Teten Beberkan Kronologi Koperasi yang Terbelit Hukum
Kamis, 01 Oktober 2020 - 23:14 WIB
JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengakui pandemi Covid-19 telah berdampak besar pada sektor keuangan, seperti bank, industri keuangan nonbank (koperasi), dan pasar modal. Koperasi yang anggotanya bergerak di bidang UMKM juga terpukul sebagai konsekuensi pembatasan aktivitas masyarakat yang mengakibatkan penurunan omzet.
"Pelaku UMKM tidak dapat mengembalikan pinjaman kepada koperasi, dan terjadilah risiko debitur default (gagal bayar),” tutur Teten di Jakarta, Kamis (1/10/2020). ( Baca juga:Luhut Sebut Investasi dari Negara-Negara Islam Meningkat )
Di sisi lain, likuiditas koperasi terganggu karena adanya peningkatan penarikan dana anggota yang cukup signifikan, tetapi tidak diimbangi dengan pemasukan dari pembayaran pinjaman anggota. Hal ini berdampak besar pada ketidakpercayaan anggota terhadap koperasi, yang pada akhirnya terjadi rush money dan masalah hukum.
"Untuk mengatasi permasalahan yang ada saat ini, kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui program PEN di antaranya subsidi bunga, penempatan dana pemerintah, restrukturisasi kredit, penjaminan kredit modal kerja baru, pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB, diperlukan,” ujar Teten.
Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM diketahui bahwa koperasi mengalami permasalahan utama pada permodalan (46%) dan penjualan (36%), sedangkan permasalahan produksi dan distribusi sebesar 7%, serta bahan baku 4%. Atas dasar itu, dibutuhkan pinjaman modal kerja, relaksasi kredit, kelancaran distribusi, dan kepastian permintaan. ( Baca juga:Tinjau Penataan Labuan Bajo, Jokowi Harap Tahap Pertama Selesai Tahun Ini )
Maka dari itu, dalam rangka menanggulangi dampak pandemi Covid-19, pemerintah mencanangkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dengan penganggaran sebesar Rp695,20 triliun. Sektor UMKM mendapat alokasi dana sebesar Rp123,46 triliun.
Program dirancang terdiri tiga kategori, yakni KUMKM yang berstatus dampak bertahan mendapat, insentif pajak, menurun mendapat relaksasi dan restrukturisasi kredit, perluasan pembiayaan, serta digitalisasi dan offtaker. Sedangkan KUMKM yang berstatus dampak bangkrut mendapat bantuan langsung tunai.
"Pelaku UMKM tidak dapat mengembalikan pinjaman kepada koperasi, dan terjadilah risiko debitur default (gagal bayar),” tutur Teten di Jakarta, Kamis (1/10/2020). ( Baca juga:Luhut Sebut Investasi dari Negara-Negara Islam Meningkat )
Di sisi lain, likuiditas koperasi terganggu karena adanya peningkatan penarikan dana anggota yang cukup signifikan, tetapi tidak diimbangi dengan pemasukan dari pembayaran pinjaman anggota. Hal ini berdampak besar pada ketidakpercayaan anggota terhadap koperasi, yang pada akhirnya terjadi rush money dan masalah hukum.
"Untuk mengatasi permasalahan yang ada saat ini, kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui program PEN di antaranya subsidi bunga, penempatan dana pemerintah, restrukturisasi kredit, penjaminan kredit modal kerja baru, pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB, diperlukan,” ujar Teten.
Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM diketahui bahwa koperasi mengalami permasalahan utama pada permodalan (46%) dan penjualan (36%), sedangkan permasalahan produksi dan distribusi sebesar 7%, serta bahan baku 4%. Atas dasar itu, dibutuhkan pinjaman modal kerja, relaksasi kredit, kelancaran distribusi, dan kepastian permintaan. ( Baca juga:Tinjau Penataan Labuan Bajo, Jokowi Harap Tahap Pertama Selesai Tahun Ini )
Maka dari itu, dalam rangka menanggulangi dampak pandemi Covid-19, pemerintah mencanangkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dengan penganggaran sebesar Rp695,20 triliun. Sektor UMKM mendapat alokasi dana sebesar Rp123,46 triliun.
Program dirancang terdiri tiga kategori, yakni KUMKM yang berstatus dampak bertahan mendapat, insentif pajak, menurun mendapat relaksasi dan restrukturisasi kredit, perluasan pembiayaan, serta digitalisasi dan offtaker. Sedangkan KUMKM yang berstatus dampak bangkrut mendapat bantuan langsung tunai.
(uka)
tulis komentar anda