Waspadalah, PHK Massal Imbas Kenaikan Harga Rokok
Minggu, 04 Oktober 2020 - 23:30 WIB
JAKARTA - Rencana kenaikan cukai dan harga jual eceran rokok dinilai Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) akan mempengaruhi kelangsungan hidup para pekerja di industri hasil tembakau (IHT) .
"Kenaikan tarif cukai dan HJE ibarat agenda tahunan yang mencekik IHT. Beleid tersebut berimbas pada pengurangan produksi, khususnya industri sigaret kretek tangan (SKT), dan berdampak pada efisiensi tenaga kerja," ujar Ketua FSP RTMM-SPSI Sudarto di Jakarta, Minggu (4/10/2020). ( Baca juga:Status Perusahaannya Bakal Diubah Menteri Erick, Bos Hutama Mengaku Belum Tahu )
Berdasarkan data FSP RTMM-SPSI, selama 10 tahun terakhir sebanyak 63 ribu pekerja sektor IHT terpaksa kehilangan pekerjaannya. Jumlah pelaku industri rokok juga berkurang dari 4.700 perusahaan menjadi 700 perusahaan saja per 2019.
Kerugian di sektor IHT ini, menurut dia, tidak hanya dipicu oleh kenaikan cukai. Selain dari rencana kenaikan cukai, sektor IHT kini juga tengah menghadapi regulasi yang dinilai menghambat keberlangsungan industri tembakau, seperti kenaikan HJE, rencana revisi PP 109/2012, dan rencana ekstensifikasi cukai.
"Kami setiap tahun selalu mendorong agar kenaikan cukai moderat dan kalau memungkinkan berdasarkan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi," katanya. ( Baca juga:Dianggap Ketinggalan Zaman, Google Mengolok-olok Inovasi Apple iOS 14 )
Dia berharap pemerintah menjaga kelangsungan IHT dan industri makanan minuman demi menjaga kelangsungan hidup jutaan penduduk dan keluarganya yang bekerja di sektor tersebut.
"Regulasi yang dibuat pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kepentingan semua pihak, terutama tenaga kerja. Untuk sektor SKT, sebaiknya dilindungi sebagai produk asli Indonesia," pungkasnya.
"Kenaikan tarif cukai dan HJE ibarat agenda tahunan yang mencekik IHT. Beleid tersebut berimbas pada pengurangan produksi, khususnya industri sigaret kretek tangan (SKT), dan berdampak pada efisiensi tenaga kerja," ujar Ketua FSP RTMM-SPSI Sudarto di Jakarta, Minggu (4/10/2020). ( Baca juga:Status Perusahaannya Bakal Diubah Menteri Erick, Bos Hutama Mengaku Belum Tahu )
Berdasarkan data FSP RTMM-SPSI, selama 10 tahun terakhir sebanyak 63 ribu pekerja sektor IHT terpaksa kehilangan pekerjaannya. Jumlah pelaku industri rokok juga berkurang dari 4.700 perusahaan menjadi 700 perusahaan saja per 2019.
Kerugian di sektor IHT ini, menurut dia, tidak hanya dipicu oleh kenaikan cukai. Selain dari rencana kenaikan cukai, sektor IHT kini juga tengah menghadapi regulasi yang dinilai menghambat keberlangsungan industri tembakau, seperti kenaikan HJE, rencana revisi PP 109/2012, dan rencana ekstensifikasi cukai.
"Kami setiap tahun selalu mendorong agar kenaikan cukai moderat dan kalau memungkinkan berdasarkan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi," katanya. ( Baca juga:Dianggap Ketinggalan Zaman, Google Mengolok-olok Inovasi Apple iOS 14 )
Dia berharap pemerintah menjaga kelangsungan IHT dan industri makanan minuman demi menjaga kelangsungan hidup jutaan penduduk dan keluarganya yang bekerja di sektor tersebut.
"Regulasi yang dibuat pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kepentingan semua pihak, terutama tenaga kerja. Untuk sektor SKT, sebaiknya dilindungi sebagai produk asli Indonesia," pungkasnya.
(uka)
tulis komentar anda