Catat! Ini Pentingnya Punya Dana Darurat Saat Pandemi
Minggu, 11 Oktober 2020 - 08:27 WIB
JAKARTA - Menyisihkan uang sebagai dana darurat di masa pandemi Covid-19 sejatinya sangat penting. Namun, tak banyak yang melakukannya terlebih bagi mereka yang pendapatannya pas-pasan atau bahkan menurun imbas pandemi.
Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB Sylviana Maya Damayanti menyadari tidak mudah untuk merencanakan dan mengelola keuangan secara baik. Ada beragam hambatan yang bisa saja menyulitkan, termasuk memilah mana yang menjadi kebutuhan dan keinginan.
“Ini yang harus kita pahami. Harus dipisah juga antara keuangan untuk pribadi maupun bisnis. Berapa persen untuk bayar cicilan atau utang, untuk kebutuhan belanja sehari-hari, dan investasi atau bisnis,” tutur Maya dalam diskusi daring bertajuk Cermat Merencanakan Keuangan Saat Pandemi, Jumat (9/10/2020). (Baca juga: Nah Ketahuan! UMKM Ternyata Lebih Suka Utang di Bank Syariah )
Dalam mengatur keuangan, pendapatan harus dibagi dalam beberapa porsi. Misalnya, sekitar 30 persen dari pendapatan ditujukan untuk membayar utang, 30 persen investasi, 40 persennya untuk kebutuhan dan keinginan.
Namun, khusus di masa pandemi, Maya menyarankan perlunya terlebih dahulu alokasi dana darurat. Dana tersebut merupakan anggaran cadangan yang disisihkan untuk kondisi tertentu yang sewaktu-waktu bisa terjadi seperti kehilangan pekerjaan (PHK), sakit, dan lainnya.
“Tinggal berapa yang dicadangkan, itu bergantung kembali kepada masing-masing. Baik dari profil risikonya, apakah dia lajang, sudah menikah, punya anak berapa. Itu bergantung masing-masing keluarga,” jelasnya.
Kalau untuk lajang, umumnya besaran dana darurat sekitar 3 bulan pengeluaran bulanan. Sementara untuk keluarga kecil dengan 2 orang anak, maka kisaran dana daruratnya sekitar 6 bulan pengeluaran dan keluarga besar dengan lebih dari 2 anak sekitar 9-12 pengeluaran bulanan.
“Namun, karena di masa pandemi yang sulit sekarang ini, baiknya memang minimal dana darurat itu sekitar 12 kali pengeluaran bulanan,” ujar dia.
Maya juga menyarankan perlunya menahan keinginan belanja yang bukan menjadi kebutuhan. Sebaliknya, alokasi itu bisa diperuntukkan untuk berinvestasi seperti investasi pendidikan, beli saham, dan lainnya. “Perlunya juga memilih mana belanja yang menjadi prioritas. Mana yang jadi kebutuhan dan keinginan. Harus bisa memilah,” katanya.
Terlebih lagi bagi mereka yang sudah memiliki anak. Menurut Maya, investasi pendidikan harus menjadi prioritas. Sebab, inflasi pendidikan terus meningkat pesat, termasuk di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama beberapa waktu terakhir, inflasi pendidikan di sekolah itu sangat tinggi dengan perkiraan sekitar 15-20 persen. (Baca juga: Pelajar Ikut Demo Omnibus Law, Sistem Pendidikan Harus Dievaluasi )
“Kalau untuk anak, saya sarankan untuk investasi pendidikan. Dana ini juga sangat penting. Makanya, sebaiknya dari awal dibuat dana investasi untuk pendidikan. Kapan harus investasi, ya sekarang,” imbau dia.
Bila berminat untuk berinvestasi dengan membeli saham, Maya menyarankan untuk mencari perusahaan yang tetap bertahan di masa pandemi, khususnya yang bergerak di sektor consumer goods.
Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB Sylviana Maya Damayanti menyadari tidak mudah untuk merencanakan dan mengelola keuangan secara baik. Ada beragam hambatan yang bisa saja menyulitkan, termasuk memilah mana yang menjadi kebutuhan dan keinginan.
“Ini yang harus kita pahami. Harus dipisah juga antara keuangan untuk pribadi maupun bisnis. Berapa persen untuk bayar cicilan atau utang, untuk kebutuhan belanja sehari-hari, dan investasi atau bisnis,” tutur Maya dalam diskusi daring bertajuk Cermat Merencanakan Keuangan Saat Pandemi, Jumat (9/10/2020). (Baca juga: Nah Ketahuan! UMKM Ternyata Lebih Suka Utang di Bank Syariah )
Dalam mengatur keuangan, pendapatan harus dibagi dalam beberapa porsi. Misalnya, sekitar 30 persen dari pendapatan ditujukan untuk membayar utang, 30 persen investasi, 40 persennya untuk kebutuhan dan keinginan.
Namun, khusus di masa pandemi, Maya menyarankan perlunya terlebih dahulu alokasi dana darurat. Dana tersebut merupakan anggaran cadangan yang disisihkan untuk kondisi tertentu yang sewaktu-waktu bisa terjadi seperti kehilangan pekerjaan (PHK), sakit, dan lainnya.
“Tinggal berapa yang dicadangkan, itu bergantung kembali kepada masing-masing. Baik dari profil risikonya, apakah dia lajang, sudah menikah, punya anak berapa. Itu bergantung masing-masing keluarga,” jelasnya.
Kalau untuk lajang, umumnya besaran dana darurat sekitar 3 bulan pengeluaran bulanan. Sementara untuk keluarga kecil dengan 2 orang anak, maka kisaran dana daruratnya sekitar 6 bulan pengeluaran dan keluarga besar dengan lebih dari 2 anak sekitar 9-12 pengeluaran bulanan.
“Namun, karena di masa pandemi yang sulit sekarang ini, baiknya memang minimal dana darurat itu sekitar 12 kali pengeluaran bulanan,” ujar dia.
Maya juga menyarankan perlunya menahan keinginan belanja yang bukan menjadi kebutuhan. Sebaliknya, alokasi itu bisa diperuntukkan untuk berinvestasi seperti investasi pendidikan, beli saham, dan lainnya. “Perlunya juga memilih mana belanja yang menjadi prioritas. Mana yang jadi kebutuhan dan keinginan. Harus bisa memilah,” katanya.
Terlebih lagi bagi mereka yang sudah memiliki anak. Menurut Maya, investasi pendidikan harus menjadi prioritas. Sebab, inflasi pendidikan terus meningkat pesat, termasuk di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama beberapa waktu terakhir, inflasi pendidikan di sekolah itu sangat tinggi dengan perkiraan sekitar 15-20 persen. (Baca juga: Pelajar Ikut Demo Omnibus Law, Sistem Pendidikan Harus Dievaluasi )
“Kalau untuk anak, saya sarankan untuk investasi pendidikan. Dana ini juga sangat penting. Makanya, sebaiknya dari awal dibuat dana investasi untuk pendidikan. Kapan harus investasi, ya sekarang,” imbau dia.
Bila berminat untuk berinvestasi dengan membeli saham, Maya menyarankan untuk mencari perusahaan yang tetap bertahan di masa pandemi, khususnya yang bergerak di sektor consumer goods.
(ind)
Lihat Juga :
tulis komentar anda