Diadang Pandemi, Produktivitas Industri Batik Tetap Apik
Minggu, 11 Oktober 2020 - 21:10 WIB
JAKARTA - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Doddy Rahadi optimistis industri batik dan kerajinan akan mampu memberikan kontribusi signfikan terhadap pemulihan ekonomi nasional karena dampak pandemi Covid-19.
Untuk itu, cara berpikir kreatif dan inovatif melalui pemanfaatan teknologi dan optimalisasi sumber daya yang ada, diyakini produktivitas dapat terus bergerak serta berkontribusi positif bagi perekonomian nasional.
"Industri kerajinan dan batik harus mampu juga beradaptasi dengan kebiasaan baru saat ini atau berbagai perubahan karena dampak pandemi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (11/10/2020). (Baca juga: Studi: Virus Corona Dapat Bertahan di Kulit Hingga 9 Jam )
Doddy melanjutkan, industri batik merupakan salah satu sektor yang cukup banyak membuka lapangan pekerjaan. Sektor yang didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) ini tersebar di 101 sentra seluruh wilayah Indonesia.
Produk batik cukup berperan dalam perolehan devisa negara melalui capaian nilai ekspor pada tahun 2019 sebesar USD17,99 juta. Sementara itu, pada Januari-Juli 2020, nilai pengapalan batik mengalami peningkatan dengan mencapai USD21,54 juta. Tujuan utama pasar ekspornya ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
"Industri batik mendapat prioritas pengembangan selain karena berbasis budaya lokal, juga dinilai mempunyai daya ungkit besar dalam penciptaan nilai tambah, dampaknya transaksi perdagangan, besaran investasi, dampak terhadap industri lainnya, serta kecepatan penetrasi pasar," jelas Doddy. (Baca juga: Sony dan Samsung Kuasai Pasar Sensor Kamera Sepanjang Semester I 2020 )
Sementara untuk industri kerajinan, jumlahnya lebih dari 700.000 unit usaha dengan menyerap tenaga sebanyak 1,32 juta orang. Pada tahun 2019, nilai ekspor produk kerajinan nasional menembus hingga USD892 juta atau meningkat 2,6% dibandingkan perolehan tahun 2018 sebesar USD870 juta.
Kepala Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Yogyakarta Titik Purwati Widowati mengatakan, pihaknya bertekad untuk mendorong terciptanya ide dan inovasi baru dalam pengembangan industri batik dan kerajinan di tanah air.
"Kami berharap, adanya pemanfaatan teknologi modern, nantinya dapat berkembang menjadi produk yang kompetitif di kancah global sekaligus mendukung proses industri dari hulu hingga hilir," tuturnya.
Menurut dia, untuk menyikapi berbagai tantangan serta dinamika di era revolusi Industri 4.0 diperlukan langkah-langkah kolaboratif dengan melibatkan beberapa pemangku kepentingan, mulai dari institusi pemerintahan, asosiasi dan pelaku industri, hingga unsur akademisi dan media.
"Kami aktif mempublikasikan berbagai hasil penelitian dan pengembangan yang terkait industri kerajinan dan batik melalui program seminar atau yang lain," pungkasnya.
Untuk itu, cara berpikir kreatif dan inovatif melalui pemanfaatan teknologi dan optimalisasi sumber daya yang ada, diyakini produktivitas dapat terus bergerak serta berkontribusi positif bagi perekonomian nasional.
"Industri kerajinan dan batik harus mampu juga beradaptasi dengan kebiasaan baru saat ini atau berbagai perubahan karena dampak pandemi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (11/10/2020). (Baca juga: Studi: Virus Corona Dapat Bertahan di Kulit Hingga 9 Jam )
Doddy melanjutkan, industri batik merupakan salah satu sektor yang cukup banyak membuka lapangan pekerjaan. Sektor yang didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) ini tersebar di 101 sentra seluruh wilayah Indonesia.
Produk batik cukup berperan dalam perolehan devisa negara melalui capaian nilai ekspor pada tahun 2019 sebesar USD17,99 juta. Sementara itu, pada Januari-Juli 2020, nilai pengapalan batik mengalami peningkatan dengan mencapai USD21,54 juta. Tujuan utama pasar ekspornya ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
"Industri batik mendapat prioritas pengembangan selain karena berbasis budaya lokal, juga dinilai mempunyai daya ungkit besar dalam penciptaan nilai tambah, dampaknya transaksi perdagangan, besaran investasi, dampak terhadap industri lainnya, serta kecepatan penetrasi pasar," jelas Doddy. (Baca juga: Sony dan Samsung Kuasai Pasar Sensor Kamera Sepanjang Semester I 2020 )
Sementara untuk industri kerajinan, jumlahnya lebih dari 700.000 unit usaha dengan menyerap tenaga sebanyak 1,32 juta orang. Pada tahun 2019, nilai ekspor produk kerajinan nasional menembus hingga USD892 juta atau meningkat 2,6% dibandingkan perolehan tahun 2018 sebesar USD870 juta.
Kepala Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Yogyakarta Titik Purwati Widowati mengatakan, pihaknya bertekad untuk mendorong terciptanya ide dan inovasi baru dalam pengembangan industri batik dan kerajinan di tanah air.
"Kami berharap, adanya pemanfaatan teknologi modern, nantinya dapat berkembang menjadi produk yang kompetitif di kancah global sekaligus mendukung proses industri dari hulu hingga hilir," tuturnya.
Menurut dia, untuk menyikapi berbagai tantangan serta dinamika di era revolusi Industri 4.0 diperlukan langkah-langkah kolaboratif dengan melibatkan beberapa pemangku kepentingan, mulai dari institusi pemerintahan, asosiasi dan pelaku industri, hingga unsur akademisi dan media.
"Kami aktif mempublikasikan berbagai hasil penelitian dan pengembangan yang terkait industri kerajinan dan batik melalui program seminar atau yang lain," pungkasnya.
(ind)
tulis komentar anda