Tak Henti Tambah Pekerja Meski Pandemi
Senin, 12 Oktober 2020 - 05:57 WIB
Rifki memandang, ada beberapa alasan mengapa korporasi menahan untuk tidak merekrut karyawan. Pertama, karena daya beli sedang menurun yang terlihat dari laju inflasi yang rendah.
Kedua, meskipun kelas menengah-atas masih dikatakan memiliki daya beli, di tengah pandemi ada kecenderungan menahan konsumsi.
Secara khusus, dia melihat perusahaan-perusahaan akan cenderung memilih strategi bisnis untuk bertahan (survive) ketimbang ekspansi.
Lebih lanjut, dia menyatakan persoalan krisis atau resesi di Indonesia saat ini disebabkan oleh pandemi. Maka itu, yang harus diselesaikan terlebih dahulu adalah pandeminya.
"Selama pandemi belum dapat diatasi dan vaksin juga belum ditemukan, maka protokol kesehatan masih harus diterapkan. Implikasinya, ekonomi tidak akan bisa bekerja dalam keadaan full-employment. Maksimal 50–60% sudah bagus," imbuh dia. (Baca juga: Keberadaan Tentara Turki di Qatar Bikin UEA Gerah)
Ahli Teknologi Banyak Dibutuhan
Sementara di luar negeri, survei McKinsey & Company menyebutkan pada masa pendemi Covid-19, perusahaan-perusahaan global yang bergerak dalam bidang kesehatan, teknologi, dan digital terus melakukan ekspansi. Dari survei tersebut diperoleh fakta bahwa lebih dari 83% dari 800 eksekutif bisnis di dunia berencana membuka lowongan pekerjaan untuk posisi kesehatan dan keselamatan dalam beberapa bulan ke depan. Salah satu posisi yang sedang banyak dibutuhkan ialah pengawas sanitasi 73% dan operator kesehatan.
“Saat ini tugas itu dikerjakan robot,” ungkap McKinsey & Company, dikutip CNBC. Sementara itu, lebih dari 68% responden berencana membuka lowongan untuk ahli teknologi. Posisi yang paling banyak diincar ialah ahli kecerdasan buatan (35%), digital customer experience (26%), internet of things (24%), dan cloud (19%).
Kebutuhan tenaga ahli teknologi itu dipicu meningkatnya bisnis digitalisasi tahun ini. Menurut McKinsey & Company, sekitar 85% perusahaan kini mengakselerasi digitalisasi dan 67% meningkatkan otomasi dan kecerdasan buatan. Perusahaan juga kini memerlukan karyawan yang melek teknologi dan digitalisasi. (Lihat videonya: Pengelola Kantor Wajib Patuhi Protokol Kesehatan)
Belakangan ini, perusahaan ritel daring Amazon bahkan telah merekrut 100.000 karyawan baru dengan upah USD15 (Rp220.000) per jam menyusul banyaknya orang yang berbelanja secara daring di tengah pandemi. Lowongan kerja yang dibuka di AS dan Kanada itu menyasar seluruh ahli, mulai tim pengawas gudang, pemaketan, hingga pemasaran. (Faorick Pakpahan/FW Bahtiar/Muh Shamil)
Kedua, meskipun kelas menengah-atas masih dikatakan memiliki daya beli, di tengah pandemi ada kecenderungan menahan konsumsi.
Secara khusus, dia melihat perusahaan-perusahaan akan cenderung memilih strategi bisnis untuk bertahan (survive) ketimbang ekspansi.
Lebih lanjut, dia menyatakan persoalan krisis atau resesi di Indonesia saat ini disebabkan oleh pandemi. Maka itu, yang harus diselesaikan terlebih dahulu adalah pandeminya.
"Selama pandemi belum dapat diatasi dan vaksin juga belum ditemukan, maka protokol kesehatan masih harus diterapkan. Implikasinya, ekonomi tidak akan bisa bekerja dalam keadaan full-employment. Maksimal 50–60% sudah bagus," imbuh dia. (Baca juga: Keberadaan Tentara Turki di Qatar Bikin UEA Gerah)
Ahli Teknologi Banyak Dibutuhan
Sementara di luar negeri, survei McKinsey & Company menyebutkan pada masa pendemi Covid-19, perusahaan-perusahaan global yang bergerak dalam bidang kesehatan, teknologi, dan digital terus melakukan ekspansi. Dari survei tersebut diperoleh fakta bahwa lebih dari 83% dari 800 eksekutif bisnis di dunia berencana membuka lowongan pekerjaan untuk posisi kesehatan dan keselamatan dalam beberapa bulan ke depan. Salah satu posisi yang sedang banyak dibutuhkan ialah pengawas sanitasi 73% dan operator kesehatan.
“Saat ini tugas itu dikerjakan robot,” ungkap McKinsey & Company, dikutip CNBC. Sementara itu, lebih dari 68% responden berencana membuka lowongan untuk ahli teknologi. Posisi yang paling banyak diincar ialah ahli kecerdasan buatan (35%), digital customer experience (26%), internet of things (24%), dan cloud (19%).
Kebutuhan tenaga ahli teknologi itu dipicu meningkatnya bisnis digitalisasi tahun ini. Menurut McKinsey & Company, sekitar 85% perusahaan kini mengakselerasi digitalisasi dan 67% meningkatkan otomasi dan kecerdasan buatan. Perusahaan juga kini memerlukan karyawan yang melek teknologi dan digitalisasi. (Lihat videonya: Pengelola Kantor Wajib Patuhi Protokol Kesehatan)
Belakangan ini, perusahaan ritel daring Amazon bahkan telah merekrut 100.000 karyawan baru dengan upah USD15 (Rp220.000) per jam menyusul banyaknya orang yang berbelanja secara daring di tengah pandemi. Lowongan kerja yang dibuka di AS dan Kanada itu menyasar seluruh ahli, mulai tim pengawas gudang, pemaketan, hingga pemasaran. (Faorick Pakpahan/FW Bahtiar/Muh Shamil)
Lihat Juga :
tulis komentar anda