Pandemi Membuat BUMN Rugi Makin Banyak, Terbesar di Jiwasraya
Rabu, 14 Oktober 2020 - 12:55 WIB
JAKARTA - BUMN rugi di tahun ini masih terjadi. Penyebabnya karena akumulasi dari dampak pandemi dan juga sebelumnya salah pengelolaan. BUMN rugi terbesar tahun ini dicatatakan PT Asuransi Jiwaraya (Persero), nilainya mencapai Rp 37,4 Triliun. Nilai kerugian yang begitu besar terjadi akibat kesalahan investasi dari management Jiwasraya.
Kerugian ini merupakan rugi yang terjadi sepanjang Semester I 2020, sebesar Rp 11,13 triliun. Dibandingkan periode yang sama pada 2019 lalu perusahaan migas plat merah ini masih mencatatkan laba Rp 9,56 triliun.
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengungkapkan, penyebab Pertamina rugi karena memang dampak langsung dari pandemi Covid-19. Pendemi menyebabkan cash flow Pertamina anjlok, akibat penjualan yang tutun tajam. Di Januari penjualan Pertamina terus tutun hingga Juni 2020 lalu.
Baca juga: Habis Rugi Rp11 Triliun, Pertamina Ngebut Nyari Untung
Nilai tukar Rupiah juga menjadi biang keladi Pertamina merugi. Nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah di akhir 2019 berada di Rp 13.900. Lalu pada masa pandemi ini meroket hingga tembus Rp 16.000 lebih. Menurut Emma Sri Martini, selisih kurs ini berdampak sekali utuk Pertamina. Sebab, revenue yang diterima dalam rupiah. Saat belanja crude oil dengan dolar AS.
Penurunan harga minyak mentah Indonesia atau ICP yang menjadi acuan Pertamina, juga jadi penyebab Pertamina rugi. Penurunan harga justru membuat Pertamina memiliki tambahan beban. Contohnyanpada April 2020 harga ICP US$ 21 per barel, namun kilang Pertamina konsumsi crude oil dengan harga US$ 57 per barel.
Utang pemerintah yang belum dibayar jadi faktor pendorong lainnya atas kerugian Pertamina. Tercatat utang kompensasi pemerintah sebesar Rp96 triliun dan utang subsidi Rp13 triliun belum dibayar.
Garuda Indonesia
Rugi yang cukup besar juga diderita oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Akibat pandemi dan adanya pembatasan social berskala besar (PSPB) membuat penumpang Garuda Indonesia anjlok, hingga membuat BUMN ini merugi di enam bulan pertama tahun 2020 sebesar USD 712 juta atau sekitar Rp10,34 Triliun.
Baca Juga
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengungkapkan, penyebab Pertamina rugi karena memang dampak langsung dari pandemi Covid-19. Pendemi menyebabkan cash flow Pertamina anjlok, akibat penjualan yang tutun tajam. Di Januari penjualan Pertamina terus tutun hingga Juni 2020 lalu.
Baca juga: Habis Rugi Rp11 Triliun, Pertamina Ngebut Nyari Untung
Nilai tukar Rupiah juga menjadi biang keladi Pertamina merugi. Nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah di akhir 2019 berada di Rp 13.900. Lalu pada masa pandemi ini meroket hingga tembus Rp 16.000 lebih. Menurut Emma Sri Martini, selisih kurs ini berdampak sekali utuk Pertamina. Sebab, revenue yang diterima dalam rupiah. Saat belanja crude oil dengan dolar AS.
Penurunan harga minyak mentah Indonesia atau ICP yang menjadi acuan Pertamina, juga jadi penyebab Pertamina rugi. Penurunan harga justru membuat Pertamina memiliki tambahan beban. Contohnyanpada April 2020 harga ICP US$ 21 per barel, namun kilang Pertamina konsumsi crude oil dengan harga US$ 57 per barel.
Utang pemerintah yang belum dibayar jadi faktor pendorong lainnya atas kerugian Pertamina. Tercatat utang kompensasi pemerintah sebesar Rp96 triliun dan utang subsidi Rp13 triliun belum dibayar.
Garuda Indonesia
Rugi yang cukup besar juga diderita oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Akibat pandemi dan adanya pembatasan social berskala besar (PSPB) membuat penumpang Garuda Indonesia anjlok, hingga membuat BUMN ini merugi di enam bulan pertama tahun 2020 sebesar USD 712 juta atau sekitar Rp10,34 Triliun.
Lihat Juga :
tulis komentar anda