Menunggu Kejelasan Nasib Nasabah Jiwasraya
Kamis, 15 Oktober 2020 - 09:01 WIB
Namun dia juga mengingatkan agar manajemen Jiwasraya agar tetap berhati-hati, sehingga tidak kembali terjerembab dalam kasus lainnya. Menurutnya dana suntikan berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) dari pemerintah tidak akan cukup untuk memuaskan seluruh nasabah.
"Dana PMN tergantung direksi yang menjalankan, yang mestinya mengikuti arahan dari pemilik. Tinggal bagaimana kepiawaian Direksi dalam mengembangkan dana PMN tersebut. Agar seluruh klaim yang tertunda bisa dibayarkan," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan pemerintah sebaiknya memberikan arahan yang jelas kepada direksi Jiwasraya untuk pengelolaan dana PMN. Pemerintah harus melampirkan kewajibannya dan target dari Direksi sebagai pengelola. "Bagaimanapun bila dibandingkan, terlihat kewajibannya lebih besar dari anggaran PMN. Nah ini tantangan bagi direksi. Karena ujung-ujungnya harus masuk ke instrumen investasi juga," ujarnya. (Baca juga: Diare Juga Bisa Jadi Gejala Awal terjangkit Covid-19)
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, pilihan menyelamatkan nasabah Jiwasraya melalui program restrukturisasi dengan dukungan dana PMN dari pemerintah dinilai paling ideal.
“Opsi restrukturisasi dengan bantuan PMN ini yang paling ideal dan konkret. Dengan syarat, harus betul-betul ada pembayaran untuk pemegang polis yang sudah menunggu lama, bukan restrukturisasi untuk mengulur waktu lagi sekian lama," ujar Irvan.
Menurut Irvan, dibandingkan dengan dengan opsi-opsi lain yang sudah lama dibahas seperti opsi aset recovery dari proses hukum atau B to B dengan mengundang investor."Ini opsi paling realistis asalkan kepada nasabah individu polis saving plan yang sudah 2 tahun menunggu segera dibayar dan tidak dilakukan restrukturisasi atau reschedule," tutur Irvan.
Sementara itu, menurut pengamat asuransi Diding S Anwar, para pihak yang berkompeten dan bertanggung jawab harus ada keberpihakan atau keterpanggilan agar pro pada masyarakat pemegang polis. Demi memberikan kepastian pembayaran klaim sebagaimana mestinya. (Baca juga: Marc Marquez Tetap Abesn di MotoGP Aragon)
"Perhatikan Ketentuan Perlindungan Konsumen dan jaga Marwah Regulator maupun Industri asuransi. Jangan sampai kepercayaan luntur, akan mencoreng citra Indonesia," papar Diding.
Sebelumanya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mencatat kerugian Jiwasraya mencapai Rp16,8 triliun. Kerugian ini diperoleh dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut Hexana, kerugian itu belum mencakup seluruh kerugian yang diderita perseroan pelat merah tersebut. Jika ditotal, seluruh kerugian Jiwasraya mencapai Rp37 triliun. "Informasi lain adalah bahwa BPK sudah mengaudit dan investigasi atas kerugian negara terkait investasi jiwasraya. Berdasarkan laporan BPK yang sudah dirangkum untuk melakukan penuntutan kerugian negara terkait investasi adalah Rp16,8 triliun. Nilai tersebut belum meliputi seluruh kerugiaan Jiwasraya, belum final," ujar Hexana. (Baca juga: bebas Bayar Royalty, Omnibus Law Bikin Pengusaha Batuara Happy)
"Dana PMN tergantung direksi yang menjalankan, yang mestinya mengikuti arahan dari pemilik. Tinggal bagaimana kepiawaian Direksi dalam mengembangkan dana PMN tersebut. Agar seluruh klaim yang tertunda bisa dibayarkan," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan pemerintah sebaiknya memberikan arahan yang jelas kepada direksi Jiwasraya untuk pengelolaan dana PMN. Pemerintah harus melampirkan kewajibannya dan target dari Direksi sebagai pengelola. "Bagaimanapun bila dibandingkan, terlihat kewajibannya lebih besar dari anggaran PMN. Nah ini tantangan bagi direksi. Karena ujung-ujungnya harus masuk ke instrumen investasi juga," ujarnya. (Baca juga: Diare Juga Bisa Jadi Gejala Awal terjangkit Covid-19)
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, pilihan menyelamatkan nasabah Jiwasraya melalui program restrukturisasi dengan dukungan dana PMN dari pemerintah dinilai paling ideal.
“Opsi restrukturisasi dengan bantuan PMN ini yang paling ideal dan konkret. Dengan syarat, harus betul-betul ada pembayaran untuk pemegang polis yang sudah menunggu lama, bukan restrukturisasi untuk mengulur waktu lagi sekian lama," ujar Irvan.
Menurut Irvan, dibandingkan dengan dengan opsi-opsi lain yang sudah lama dibahas seperti opsi aset recovery dari proses hukum atau B to B dengan mengundang investor."Ini opsi paling realistis asalkan kepada nasabah individu polis saving plan yang sudah 2 tahun menunggu segera dibayar dan tidak dilakukan restrukturisasi atau reschedule," tutur Irvan.
Sementara itu, menurut pengamat asuransi Diding S Anwar, para pihak yang berkompeten dan bertanggung jawab harus ada keberpihakan atau keterpanggilan agar pro pada masyarakat pemegang polis. Demi memberikan kepastian pembayaran klaim sebagaimana mestinya. (Baca juga: Marc Marquez Tetap Abesn di MotoGP Aragon)
"Perhatikan Ketentuan Perlindungan Konsumen dan jaga Marwah Regulator maupun Industri asuransi. Jangan sampai kepercayaan luntur, akan mencoreng citra Indonesia," papar Diding.
Sebelumanya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mencatat kerugian Jiwasraya mencapai Rp16,8 triliun. Kerugian ini diperoleh dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut Hexana, kerugian itu belum mencakup seluruh kerugian yang diderita perseroan pelat merah tersebut. Jika ditotal, seluruh kerugian Jiwasraya mencapai Rp37 triliun. "Informasi lain adalah bahwa BPK sudah mengaudit dan investigasi atas kerugian negara terkait investasi jiwasraya. Berdasarkan laporan BPK yang sudah dirangkum untuk melakukan penuntutan kerugian negara terkait investasi adalah Rp16,8 triliun. Nilai tersebut belum meliputi seluruh kerugiaan Jiwasraya, belum final," ujar Hexana. (Baca juga: bebas Bayar Royalty, Omnibus Law Bikin Pengusaha Batuara Happy)
Lihat Juga :
tulis komentar anda