Kemiskinan dan Utang Diprediksi Masih Bayangi Ekonomi Global
Minggu, 18 Oktober 2020 - 09:25 WIB
JAKARTA -
Bank Indonesia (BI) menilai prospek pertumbuhan perekonomian global masih dibayangi risiko akibat perkembangan pandemi yang belum sepenuhnya terkendali, volatilitas aliran modal sebagai akibat perubahan sentimen pasar, peningkatan beban utang, kerentanan di sektor keuangan, serta peningkatan kemiskinan dan ketimpangan.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, di tengah berbagai risiko tersebut, pemulihan ekonomi global diperkirakan masih bersifat parsial, tidak merata dan dipenuhi ketidakpastian.
(Baca Juga: Pandemi Covid-19, Muhaimin Ajak Pemimpin Dunia Tanggulangi Kemiskinan)
"IMF memandang positif dilanjutkannya respons kebijakan yang bersifat extraordinary yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan ekonomi di masing-masing negara," kata Perry dalam siaran pers yang diterima, Minggu (19/10/2020).
Dia melanjutkan, dalam jangka pendek, kebijakan perlu diprioritaskan pada upaya untuk memastikan ketersediaan sumber daya yang memadai bagi layanan kesehatan, meningkatkan kepercayaan pasar, mengatasi dampak krisis terhadap lapangan kerja, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Dalam jangka menengah, dukungan kebijakan perlu dilakukan secara lebih terarah dan diprioritaskan untuk memulihkan produktivitas guna meningkatkan kapasitas perekonomian yang menyusut akibat dampak pandemi Covid-19," katanya.
(Baca Juga: Penemuan Vaksin Covid-19 Tak Langsung Pulihkan Ekonomi Nasional)
Selain itu, kata Perry, kerja sama multilateral sangat penting untuk memperkuat upaya bersama memerangi krisis kesehatan dan ekonomi. "Bank Indonesia dalam merumuskan dan mengimplementasikan bauran kebijakan untuk mengatasi beberapa krisis ekonomi yang pernah terjadi, termasuk pandemi Covid-19, khususnya dalam menghadapi volatilitas aliran modal asing dan nilai tukar, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pemulihan ekonomi," tandasnya.
Bank Indonesia (BI) menilai prospek pertumbuhan perekonomian global masih dibayangi risiko akibat perkembangan pandemi yang belum sepenuhnya terkendali, volatilitas aliran modal sebagai akibat perubahan sentimen pasar, peningkatan beban utang, kerentanan di sektor keuangan, serta peningkatan kemiskinan dan ketimpangan.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, di tengah berbagai risiko tersebut, pemulihan ekonomi global diperkirakan masih bersifat parsial, tidak merata dan dipenuhi ketidakpastian.
(Baca Juga: Pandemi Covid-19, Muhaimin Ajak Pemimpin Dunia Tanggulangi Kemiskinan)
"IMF memandang positif dilanjutkannya respons kebijakan yang bersifat extraordinary yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan ekonomi di masing-masing negara," kata Perry dalam siaran pers yang diterima, Minggu (19/10/2020).
Dia melanjutkan, dalam jangka pendek, kebijakan perlu diprioritaskan pada upaya untuk memastikan ketersediaan sumber daya yang memadai bagi layanan kesehatan, meningkatkan kepercayaan pasar, mengatasi dampak krisis terhadap lapangan kerja, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Dalam jangka menengah, dukungan kebijakan perlu dilakukan secara lebih terarah dan diprioritaskan untuk memulihkan produktivitas guna meningkatkan kapasitas perekonomian yang menyusut akibat dampak pandemi Covid-19," katanya.
(Baca Juga: Penemuan Vaksin Covid-19 Tak Langsung Pulihkan Ekonomi Nasional)
Selain itu, kata Perry, kerja sama multilateral sangat penting untuk memperkuat upaya bersama memerangi krisis kesehatan dan ekonomi. "Bank Indonesia dalam merumuskan dan mengimplementasikan bauran kebijakan untuk mengatasi beberapa krisis ekonomi yang pernah terjadi, termasuk pandemi Covid-19, khususnya dalam menghadapi volatilitas aliran modal asing dan nilai tukar, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pemulihan ekonomi," tandasnya.
(fai)
tulis komentar anda