Perbankan Masih Takut Saat Bisa Jadi Solusi Atasi Resesi Ekonomi
Sabtu, 07 November 2020 - 08:24 WIB
Adapun tiga sektor yang paling besar menyerap tenaga kerja, menurut Ahmad, adalah pertanian-perikanan, pertambangan, dan manufaktur atau industri olahan. Namun, ketiga sektor tersebut justru yang saat ini pertumbuhan kreditnya paling lambat.
“Makanya, pemerintah bisa memberikan credit guarantee untuk pertanian pangan, khususnya beras. Apalagi, pemerintah punya progam food estate. Bagaimana caranya agar petani-petani swasta itu dilibatkan dalam proses food estate, misalnya melalui bantuan kredit KUR,” ujarnya.
(Baca Juga: Menko Airlangga: Perbaikan Ekonomi Indonesia Didorong Lonjakan Sisi Demand )
Kebijakan itu juga dilakukan pada sektor pertambangan. Misalnya, mendorong BUMN melakukan hilirisasi untuk pertambangan yang menghasilkan ekspor seperti nikel dan lainnya. Begitu juga sektor manufaktur atau industri berbasis ekspor, terutama industri olahan makanan.
Lantaran itu, Ahmad menyarankan pemerintah menyelesaikan masalah tersebut dari sisi hulu sampai hilirnya. Caranya, pemerintah harus mendorong banyak kredit ke sektor tersebut dan membangun infrastruktur pendukung.
“Semua itu bisa dilakukan pemerintah dengan cara memberikan subsidi, insentif ke perbankan. Sebab, selama ini perbankan malas memberikan kredit untuk sektor yang banyak menyerap tenaga kerja tadi. Jadi, pertumbuhan ekonomi dapat, pekerjaan dapat, ekspor dapat,” paparnya.
Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan perekonomian Indonesia sepanjang kuartal III (Q3) 2020 tercatat mengalami kontraksi minus 3,49% (yoy). Meski mengalami resesi, hal itu menunjukkan tren itu dinilai positif karena secara kuartal ke kuartal mengalami perbaikan.
“Jadi, kemungkinan besar pertumbuhan ekonomi kita akan lebih membaik lagi di kuartal IV. Kalau dilihat, itu didorong dari konsumsi domestik. Dari minus 5%, sekarang sudah minus 4%. Kemungkinan konsumsi domestiknya akan lebih baik lagi, minusnya tinggal 1,5% sampai 2% di kuartal IV,” kata Ahmad.
Menurut dia, membaiknya konsumsi domestik tersebut lebih didorong karena penyerapan belanja pemerintah melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) . Hal itu terlihat dari APBN, penyaluran bantuan sosial naik menjadi 79%.
Jika nantinya penyerapan anggaran PEN bisa sampai 100%, itu akan membantu pertumbuhan konsumsi domestik bisa turun ke level minus 2%. “Perbaikan ekonomi itu masih dilihat dari sisi penyerapan anggaran belanja negara, khususnya bantuan sosial dari program PEN,” ungkapnya.
“Makanya, pemerintah bisa memberikan credit guarantee untuk pertanian pangan, khususnya beras. Apalagi, pemerintah punya progam food estate. Bagaimana caranya agar petani-petani swasta itu dilibatkan dalam proses food estate, misalnya melalui bantuan kredit KUR,” ujarnya.
(Baca Juga: Menko Airlangga: Perbaikan Ekonomi Indonesia Didorong Lonjakan Sisi Demand )
Kebijakan itu juga dilakukan pada sektor pertambangan. Misalnya, mendorong BUMN melakukan hilirisasi untuk pertambangan yang menghasilkan ekspor seperti nikel dan lainnya. Begitu juga sektor manufaktur atau industri berbasis ekspor, terutama industri olahan makanan.
Lantaran itu, Ahmad menyarankan pemerintah menyelesaikan masalah tersebut dari sisi hulu sampai hilirnya. Caranya, pemerintah harus mendorong banyak kredit ke sektor tersebut dan membangun infrastruktur pendukung.
“Semua itu bisa dilakukan pemerintah dengan cara memberikan subsidi, insentif ke perbankan. Sebab, selama ini perbankan malas memberikan kredit untuk sektor yang banyak menyerap tenaga kerja tadi. Jadi, pertumbuhan ekonomi dapat, pekerjaan dapat, ekspor dapat,” paparnya.
Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan perekonomian Indonesia sepanjang kuartal III (Q3) 2020 tercatat mengalami kontraksi minus 3,49% (yoy). Meski mengalami resesi, hal itu menunjukkan tren itu dinilai positif karena secara kuartal ke kuartal mengalami perbaikan.
“Jadi, kemungkinan besar pertumbuhan ekonomi kita akan lebih membaik lagi di kuartal IV. Kalau dilihat, itu didorong dari konsumsi domestik. Dari minus 5%, sekarang sudah minus 4%. Kemungkinan konsumsi domestiknya akan lebih baik lagi, minusnya tinggal 1,5% sampai 2% di kuartal IV,” kata Ahmad.
Menurut dia, membaiknya konsumsi domestik tersebut lebih didorong karena penyerapan belanja pemerintah melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) . Hal itu terlihat dari APBN, penyaluran bantuan sosial naik menjadi 79%.
Jika nantinya penyerapan anggaran PEN bisa sampai 100%, itu akan membantu pertumbuhan konsumsi domestik bisa turun ke level minus 2%. “Perbaikan ekonomi itu masih dilihat dari sisi penyerapan anggaran belanja negara, khususnya bantuan sosial dari program PEN,” ungkapnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda