Perbankan Masih Takut Saat Bisa Jadi Solusi Atasi Resesi Ekonomi

Sabtu, 07 November 2020 - 08:24 WIB
loading...
Perbankan Masih Takut Saat Bisa Jadi Solusi Atasi Resesi Ekonomi
Langkah yang perlu diperhatikan pemerintah menurut ekonom adalah ke depannya mendorong investasi. Adapun sumber investasi terbesar di Indonesia berasal dari pertumbuhan kredit perbankan. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Langkah yang perlu diperhatikan pemerintah di tengah resesi ekonomi menurut ekonom adalah ke depannya mendorong investasi. Sebab, investasi berkontribusi sekitar 38% dari PDB nasional. Adapun sumber investasi terbesar di Indonesia berasal dari pertumbuhan kredit perbankan .

Namun, saat ini kondisinya kredit perbankan semakin turun. Di kuartal II, pertumbuhan di level 1,4% yang terkontraksi menjadi 0,4% di kuartal III.

“Tugas pemerintah adalah memacu pertumbuhan kredit sektor perbankan. Begitu sektor perbankan tumbuh, maka enggak cuma konsumsi yang naik seperti kredit kendaraan bermotor, mobil, apartemen, perumahan. Tetapi juga kredit untuk sektor investasi, terutama untuk sektor UMKM,” jelas Ekonom Samuel Sekuritas, Ahmad Mikail Zaini kepada SINDOnews.

(Baca Juga: Berhadapan dengan Resesi, Satgas PEN Tetap Fokus Ngabisin Duit )

Hanya saja, umumnya bank masih takut memberikan pinjaman kredit karena ada ketakutan atau kekhawatiran bahwa peminjam tidak bisa membayar. Karena itu, pemerintah perlu mempercepat garansi kredit (credit guarantee) untuk UMKM, mendorong perbankan memperpanjang tenor cicilan seperti kredit kendaraan bermotor (KKB) menjadi 8 tahun dari sebelumnya maksimal 5 tahun.

Demikian juga masa pinjaman kredit KPR atau properti diupayakan naik dari 25 tahun menjadi maksimum 30 tahun. Ahmad memperkirakan, likuiditas perbankan saat ini masih banyak. Hal ini diukur dari angka loan to deposite ratio yang masih berkisar di level 83-85%.

“Artinya, likuiditas masih banyak di perbankan. Cuma, perbankan takut menyalurkan kredit. Jadi satu-satunya cara pemerintah kalau mau mempercepat pertumbuhan ekonomi, harus memberikan credit guarantee untuk sektor konsumsi maupun sektor investasi. Skema ini harus benar-benar dirancang pemerintah,” urainya.

Subsidi kredit usaha rakyat (KUR) juga perlu ditambah. Misalnya, total subsidi ditambah sekitar 15-20%. Begitu juga subsidi bunga untuk sektor konsumsi. “Jadi, kalau pemerintah mau mendorong pertumbuhan ekonomi kembali ke arah positif di kuartal I 2021, syaratnya adalah mendorong pertumbuhan kredit perbankan,” sambung dia.

Strategi lainnya adalah pemerintah harus merinci sektor ekonomi apa saja yang menampung banyak pekerja. Kalau pertumbuhan kreditnya naik, maka bisa menyerap banyak lapangan kerja.

Adapun tiga sektor yang paling besar menyerap tenaga kerja, menurut Ahmad, adalah pertanian-perikanan, pertambangan, dan manufaktur atau industri olahan. Namun, ketiga sektor tersebut justru yang saat ini pertumbuhan kreditnya paling lambat.

“Makanya, pemerintah bisa memberikan credit guarantee untuk pertanian pangan, khususnya beras. Apalagi, pemerintah punya progam food estate. Bagaimana caranya agar petani-petani swasta itu dilibatkan dalam proses food estate, misalnya melalui bantuan kredit KUR,” ujarnya.

(Baca Juga: Menko Airlangga: Perbaikan Ekonomi Indonesia Didorong Lonjakan Sisi Demand )

Kebijakan itu juga dilakukan pada sektor pertambangan. Misalnya, mendorong BUMN melakukan hilirisasi untuk pertambangan yang menghasilkan ekspor seperti nikel dan lainnya. Begitu juga sektor manufaktur atau industri berbasis ekspor, terutama industri olahan makanan.

Lantaran itu, Ahmad menyarankan pemerintah menyelesaikan masalah tersebut dari sisi hulu sampai hilirnya. Caranya, pemerintah harus mendorong banyak kredit ke sektor tersebut dan membangun infrastruktur pendukung.

“Semua itu bisa dilakukan pemerintah dengan cara memberikan subsidi, insentif ke perbankan. Sebab, selama ini perbankan malas memberikan kredit untuk sektor yang banyak menyerap tenaga kerja tadi. Jadi, pertumbuhan ekonomi dapat, pekerjaan dapat, ekspor dapat,” paparnya.

Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan perekonomian Indonesia sepanjang kuartal III (Q3) 2020 tercatat mengalami kontraksi minus 3,49% (yoy). Meski mengalami resesi, hal itu menunjukkan tren itu dinilai positif karena secara kuartal ke kuartal mengalami perbaikan.

“Jadi, kemungkinan besar pertumbuhan ekonomi kita akan lebih membaik lagi di kuartal IV. Kalau dilihat, itu didorong dari konsumsi domestik. Dari minus 5%, sekarang sudah minus 4%. Kemungkinan konsumsi domestiknya akan lebih baik lagi, minusnya tinggal 1,5% sampai 2% di kuartal IV,” kata Ahmad.

Menurut dia, membaiknya konsumsi domestik tersebut lebih didorong karena penyerapan belanja pemerintah melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) . Hal itu terlihat dari APBN, penyaluran bantuan sosial naik menjadi 79%.

Jika nantinya penyerapan anggaran PEN bisa sampai 100%, itu akan membantu pertumbuhan konsumsi domestik bisa turun ke level minus 2%. “Perbaikan ekonomi itu masih dilihat dari sisi penyerapan anggaran belanja negara, khususnya bantuan sosial dari program PEN,” ungkapnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1545 seconds (0.1#10.140)