Terungkap! Pengadaan Impor Bensin Premium Cuma Jadi Bancakan Mafia Migas
Minggu, 15 November 2020 - 18:00 WIB
JAKARTA - Mantan Tim Anti Mafia Migas Fahmy Radhi mendukung rencana pemerintah menghapus peredaran bensin premium (RON-88) secara bertahap 1 Januari 2021 mendatang. Apabila wacana itu benar, maka penghapusan premium merupakan keputusan yang sangat tepat.
"Jenis BBM dengan emisi tinggi termasuk tidak ramah lingkungan hingga membahayakan bagi kesehatan masyarakat," ujar Pakar Ekonomi Energi dari Univeristas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut saat dihubungi MNC Portal, di Jakarta, Minggu (15/11/2020).
Menurutnya keputusan pemerintah sudah tepat. Alasannya, premium termasuk jenis BBM beroktan rendah yang menghasilkan gas buang dari knalpot kendaraan bermotor dengan emisi tinggi tidak ramah lingkungan hingga membahayakan bagi kesehatan masyarakat.Selain beremisi tinggi, pengadaan impor BBM premium menjadi bancakan para mafia migas. Indikasi tersebut berdasarkan penemuan Tim Anti Mafia Migas yang diketuai oleh ekonomi senior Indef Faisal Basri beberapa tahun lalu.
Bahkan ketika negara-negara di dunia sudah membuang RON 88 dari muka bumi, RI masih menggunakan BBM kualitas sampah tersebut. Hal itu mengindikasikan bahwa ada pengadaan impor bensin premium cuma jadi bancakan mafia migas. Bahkan rekomendasi Tim Anti Migas terkait adanya mafia dalam pengadaan impor telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia bilang, sejak beberapa tahun lalu, BBM premium sudah tidak dijual lagi di pasar internasional, sehingga tidak ada harga patokan. Pengadaan impor BBM premium juga dilakukan dengan blending di Kilang Minyak Singapura dan Malaysia yang harganya bisa lebih mahal. Tidak adanya harga patokan bagi BBM Premium berpotensi adanya praktik mark-up harga yang menjadi lahan bagi mafia migas untuk berburu rente tersebut. "Potensi perburuan rente inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi Tim Anti Mafia Migas untuk merekomendasikan penghapusan BBM premium 5 tahun lalu," kata dia.
Pihaknya juga menilai, penghapusan BBM premium pada masa Pandemi Covid-19 akan semakin memperberat beban masyarakat karena konsumen harus migrasi ke Pertamax yang harganya lebih mahal. Apalagi, masyarakat pengguna BBM premium merupakan konsumen terbesar kedua setelah konsumsi pertalite. Karena itu, upah meringankan beban masyarakat, penghapusan BBM di bawah RON-91 harus disertai dengan penurunan harga Pertamax RON-92 bagi PT Pertamina (Persero). Dia jua bilang, masih ada ruang untuk menurunkan harga BBM pertamax.
Pasalnya, trend harga harga minyak dunia masih cenderung rendah, rata-rata di bawah 40 dolar Amerika Serikat (AS) per barel dan Indonesia Crude Price (ICP) yang ditetapkan sebesar 40 dolar AS per barrel. "Saatnya bagi pemerintah untuk menghapus BBM premium dan menurunkan harga BBM pertamax dalam waktu dekat ini," katanya.
"Jenis BBM dengan emisi tinggi termasuk tidak ramah lingkungan hingga membahayakan bagi kesehatan masyarakat," ujar Pakar Ekonomi Energi dari Univeristas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut saat dihubungi MNC Portal, di Jakarta, Minggu (15/11/2020).
Menurutnya keputusan pemerintah sudah tepat. Alasannya, premium termasuk jenis BBM beroktan rendah yang menghasilkan gas buang dari knalpot kendaraan bermotor dengan emisi tinggi tidak ramah lingkungan hingga membahayakan bagi kesehatan masyarakat.Selain beremisi tinggi, pengadaan impor BBM premium menjadi bancakan para mafia migas. Indikasi tersebut berdasarkan penemuan Tim Anti Mafia Migas yang diketuai oleh ekonomi senior Indef Faisal Basri beberapa tahun lalu.
Bahkan ketika negara-negara di dunia sudah membuang RON 88 dari muka bumi, RI masih menggunakan BBM kualitas sampah tersebut. Hal itu mengindikasikan bahwa ada pengadaan impor bensin premium cuma jadi bancakan mafia migas. Bahkan rekomendasi Tim Anti Migas terkait adanya mafia dalam pengadaan impor telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia bilang, sejak beberapa tahun lalu, BBM premium sudah tidak dijual lagi di pasar internasional, sehingga tidak ada harga patokan. Pengadaan impor BBM premium juga dilakukan dengan blending di Kilang Minyak Singapura dan Malaysia yang harganya bisa lebih mahal. Tidak adanya harga patokan bagi BBM Premium berpotensi adanya praktik mark-up harga yang menjadi lahan bagi mafia migas untuk berburu rente tersebut. "Potensi perburuan rente inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi Tim Anti Mafia Migas untuk merekomendasikan penghapusan BBM premium 5 tahun lalu," kata dia.
Pihaknya juga menilai, penghapusan BBM premium pada masa Pandemi Covid-19 akan semakin memperberat beban masyarakat karena konsumen harus migrasi ke Pertamax yang harganya lebih mahal. Apalagi, masyarakat pengguna BBM premium merupakan konsumen terbesar kedua setelah konsumsi pertalite. Karena itu, upah meringankan beban masyarakat, penghapusan BBM di bawah RON-91 harus disertai dengan penurunan harga Pertamax RON-92 bagi PT Pertamina (Persero). Dia jua bilang, masih ada ruang untuk menurunkan harga BBM pertamax.
Pasalnya, trend harga harga minyak dunia masih cenderung rendah, rata-rata di bawah 40 dolar Amerika Serikat (AS) per barel dan Indonesia Crude Price (ICP) yang ditetapkan sebesar 40 dolar AS per barrel. "Saatnya bagi pemerintah untuk menghapus BBM premium dan menurunkan harga BBM pertamax dalam waktu dekat ini," katanya.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda