Pemerintah Siapkan Insentif Produk Berkelanjutan
Rabu, 18 November 2020 - 09:53 WIB
JAKARTA - Pemerintah berupaya responsif dalam menanggapi perkembangan ekonomi yang tengah menuju ke arah keberlanjutan alias sustainability. Salah satunya dengan menyiapkan insentif untuk produk maupun industri yang mendukung keberlanjutan dan memiliki eksternalitas negatif yang rendah.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Hidayat Amir mengatakan, isu lingkungan dan eksternalitas negatif merupakan isu yang sangat penting. Makanya, pemerintah tanggap bahkan produktif dalam menganggapi perkembangan isu eksternalitas negatif. (Baca: Niatkan Aktivitas Sehari-hari Bernilai Pahala)
Salah satu langkah konkret pemerintah adalah memberikan berbagai insentif untuk mobil listrik melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Seperti diketahui, mobil listrik merupakan salah satu produk yang memiliki eksternalitas negatif rendah dibandingkan mobil berbahan bakar minyak. "Selain menyiapkan insentif untuk mobil listrik, ada juga disinsentif untuk mobil yang emisinya tinggi," ujar Hidayat, dalam webinar bertajuk ‘Peluang Mendorong Investasi saat Pandemi’, di Jakarta, baru-baru ini.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF), menurut Hidayat, sudah lama menggagas pajak emisi karbon. Instrumen yang akan digunakan yaitu cukai yang memang merupakan alat untuk membatasi eksternalitas. Cukai ini nantinya akan menggantikan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor. "Kami menyiapkan PPnBM kendaraan bermotor ditranslasikan menjadi cukai dengan memasukkan eksternalitas emisi," kata Hidayat. (Baca juga: Tetap Jaga Berat Badan Selama Pandemi)
Tak hanya kendaraan bermotor, pemerintah juga akan terus mendorong berbagai insentif untuk produk rendah eksternalitas negatif lainnya, termasuk disinsentif untuk produk yang memiliki eksternalitas negatif yang tinggi. "Kami terus mencoba mendorong sejalan dengan perubahan yang terjadi," ucapnya.
Partner of Tax Research & Training Services DDTC Bawono Kristiaji mengatakan, tren ke depan, ekonomi hijau alias green economy maupun sektor yang lebih mendukung terhadap pengurangan eksternalitas negatif perlu didorong untuk melakukan inovasi. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan insentif.
Dalam pemberian insentif tersebut, Bawono mengatakan perlu dipertimbangkan apakah produk tersebut terbukti mengurangi eksternalitas negatif atau memiliki inovasi teknologi yang bisa menimbulkan multiplier effect yang bagus. Selain itu, pemberian insentif juga perlu diarahkan agar konsumen sebagai pengguna produk bisa merasakan fasilitas tersebut dalam bentuk harga yang lebih terjangkau. (Lihat videonya: Bonsai Kelapa, Varian Bonsai yang Bernilai Tinggi)
Dalam penentuan tarif cukai, lanjut Bawono, produk yang memiliki eksternalitas negatif lebih kecil alias pro lingkungan seharusnya dikenakan cukai jauh lebih murah. Dengan demikian, tarif cukai tersebut tidak terlalu membebani konsumen. (Rakhmat Baihaqi)
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Hidayat Amir mengatakan, isu lingkungan dan eksternalitas negatif merupakan isu yang sangat penting. Makanya, pemerintah tanggap bahkan produktif dalam menganggapi perkembangan isu eksternalitas negatif. (Baca: Niatkan Aktivitas Sehari-hari Bernilai Pahala)
Salah satu langkah konkret pemerintah adalah memberikan berbagai insentif untuk mobil listrik melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Seperti diketahui, mobil listrik merupakan salah satu produk yang memiliki eksternalitas negatif rendah dibandingkan mobil berbahan bakar minyak. "Selain menyiapkan insentif untuk mobil listrik, ada juga disinsentif untuk mobil yang emisinya tinggi," ujar Hidayat, dalam webinar bertajuk ‘Peluang Mendorong Investasi saat Pandemi’, di Jakarta, baru-baru ini.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF), menurut Hidayat, sudah lama menggagas pajak emisi karbon. Instrumen yang akan digunakan yaitu cukai yang memang merupakan alat untuk membatasi eksternalitas. Cukai ini nantinya akan menggantikan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor. "Kami menyiapkan PPnBM kendaraan bermotor ditranslasikan menjadi cukai dengan memasukkan eksternalitas emisi," kata Hidayat. (Baca juga: Tetap Jaga Berat Badan Selama Pandemi)
Tak hanya kendaraan bermotor, pemerintah juga akan terus mendorong berbagai insentif untuk produk rendah eksternalitas negatif lainnya, termasuk disinsentif untuk produk yang memiliki eksternalitas negatif yang tinggi. "Kami terus mencoba mendorong sejalan dengan perubahan yang terjadi," ucapnya.
Partner of Tax Research & Training Services DDTC Bawono Kristiaji mengatakan, tren ke depan, ekonomi hijau alias green economy maupun sektor yang lebih mendukung terhadap pengurangan eksternalitas negatif perlu didorong untuk melakukan inovasi. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan insentif.
Dalam pemberian insentif tersebut, Bawono mengatakan perlu dipertimbangkan apakah produk tersebut terbukti mengurangi eksternalitas negatif atau memiliki inovasi teknologi yang bisa menimbulkan multiplier effect yang bagus. Selain itu, pemberian insentif juga perlu diarahkan agar konsumen sebagai pengguna produk bisa merasakan fasilitas tersebut dalam bentuk harga yang lebih terjangkau. (Lihat videonya: Bonsai Kelapa, Varian Bonsai yang Bernilai Tinggi)
Dalam penentuan tarif cukai, lanjut Bawono, produk yang memiliki eksternalitas negatif lebih kecil alias pro lingkungan seharusnya dikenakan cukai jauh lebih murah. Dengan demikian, tarif cukai tersebut tidak terlalu membebani konsumen. (Rakhmat Baihaqi)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda