Kebangkitan Ekonomi China dan Jepang Akan Menolong Negara Lain
Kamis, 19 November 2020 - 11:15 WIB
TOKYO - Jepang dan China menjadi kekuatan ekonomi Asia yang akan menggerakkan kebangkitan ekonomi kawasan seiring dengan pandemi corona (Covid-19). Tren kebangkitan ekonomi seiring dengan pulihnya konsumsi masyarakat dan peningkatan belanja publik dan didorong dengan laju ekspor yang terus menguat.
Ekonomi Jepang bangkit dari resesi dengan pertumbuhan mencapai 5% pada kuartal ketiga pada tahun ini. Ekonomi ketiga terbesar di dunia itu kini menunjukkan sinyal pemulihan, meski sebagian analis menyatakan hal itu terlalu dini. (Baca: Enam Jenis Bisikan Setan yang Merasuki Manusia)
Hal yang sama juga dialami China yang merilis data yang menunjukkan produksi industri mengalami kenaikan 7% pada bulan lalu. Tingkat penjualan ritel juga meningkat 4%. Itu menjadi fase pemulihan tercepat pada tahun ini.
Kabar baik dari Asia membuat banyak negara berpikir untuk memperkuat ekonomi. Ketua Federal Reserve Jerome Powell menegaskan, ekonomi AS harus diberi banyak stimulus dari pemerintah dan bank sentral untuk melalui krisis ini. Adapun Bank of England dan Uni Eropa justru menghadapi resesi karena kembali memberlakukan lockdown.
"Dikarenakan penanganan virus corona di Asia lebih baik, maka sebagian ekonomi AS memiliki performa lebih baik dibandingkan negara-negara di Barat," kata Louis Kuijs, kepala ekonomi di Oxford Economics, dilansir CNN. Dia memperkirakan sebagian ekonomi negara Uni Eropa akan tenggelam karena adanya isolasi baru yang menjadi kebijakan. Adapun AS memiliki banyak kasus corona tetapi pemerintahan sepertinya tidak memberlakukan isolasi.
Namun demikian, kebangkitan ekonomi Jepang dan China tidak akan bertahan lama jika pandemi virus corona masih berlangsung di negara lain. Seperti dijelaskan Akane Yamaguchi, ekonomi di Daiwa Institute of Research, bahwa ancaman terbesar bagi Jepang dan China adalah ledakan kasus virus corona di negara lain. "Pemulihan ekonomi Jepang dan China juga bergantung pada ekonomi di luar negeri," katanya. Dia mengungkapkan, ketika risiko Eropa melaksanakan lockdown dan Amerika Serikat (AS) melakukan kebijakan pencegahan akan meningkatkan infeksi virus corona. (Baca juga: Subsidi Gaji 2,4 Juta Guru Non-PNS Cair)
Pertumbuhan ekonomi suatu negara, baik Jepang maupun China memang saling tergantung. Demikian juga ketergantungan antarnegara untuk bisa saling membantu dalam lepas dari krisis ekonomi akibat pandemi. Itu juga dipengaruhi oleh perkembangan vaksin untuk mempercepat pemulihan. Namun, ekonomi negara besar diperkirakan akan tetap stagnan hingga tahun depan.
"Pandemi yang masih berlangsung di Eropa dan AS menciptakan ketidakpastian ekspor China," kata Fu Linghui, juru bicara Biro Statistik China.
Sementara itu, Jepang sempat mengalami pelemahan ekonomi sejak awal 2020 karena isolasi wilayah yang berdampak pada sektor industri dan belanja konsumen. Pemulihan ekonomi pada saat pandemi ini disebut dengan "Zoom boom". Itu mengacu pada peningkatan permintaan laptop dan tablet karena semakin banyak orang yang bekerja di rumah dan menggunakan platform rapat online seperti Zoom.
Ekonomi Jepang bangkit dari resesi dengan pertumbuhan mencapai 5% pada kuartal ketiga pada tahun ini. Ekonomi ketiga terbesar di dunia itu kini menunjukkan sinyal pemulihan, meski sebagian analis menyatakan hal itu terlalu dini. (Baca: Enam Jenis Bisikan Setan yang Merasuki Manusia)
Hal yang sama juga dialami China yang merilis data yang menunjukkan produksi industri mengalami kenaikan 7% pada bulan lalu. Tingkat penjualan ritel juga meningkat 4%. Itu menjadi fase pemulihan tercepat pada tahun ini.
Kabar baik dari Asia membuat banyak negara berpikir untuk memperkuat ekonomi. Ketua Federal Reserve Jerome Powell menegaskan, ekonomi AS harus diberi banyak stimulus dari pemerintah dan bank sentral untuk melalui krisis ini. Adapun Bank of England dan Uni Eropa justru menghadapi resesi karena kembali memberlakukan lockdown.
"Dikarenakan penanganan virus corona di Asia lebih baik, maka sebagian ekonomi AS memiliki performa lebih baik dibandingkan negara-negara di Barat," kata Louis Kuijs, kepala ekonomi di Oxford Economics, dilansir CNN. Dia memperkirakan sebagian ekonomi negara Uni Eropa akan tenggelam karena adanya isolasi baru yang menjadi kebijakan. Adapun AS memiliki banyak kasus corona tetapi pemerintahan sepertinya tidak memberlakukan isolasi.
Namun demikian, kebangkitan ekonomi Jepang dan China tidak akan bertahan lama jika pandemi virus corona masih berlangsung di negara lain. Seperti dijelaskan Akane Yamaguchi, ekonomi di Daiwa Institute of Research, bahwa ancaman terbesar bagi Jepang dan China adalah ledakan kasus virus corona di negara lain. "Pemulihan ekonomi Jepang dan China juga bergantung pada ekonomi di luar negeri," katanya. Dia mengungkapkan, ketika risiko Eropa melaksanakan lockdown dan Amerika Serikat (AS) melakukan kebijakan pencegahan akan meningkatkan infeksi virus corona. (Baca juga: Subsidi Gaji 2,4 Juta Guru Non-PNS Cair)
Pertumbuhan ekonomi suatu negara, baik Jepang maupun China memang saling tergantung. Demikian juga ketergantungan antarnegara untuk bisa saling membantu dalam lepas dari krisis ekonomi akibat pandemi. Itu juga dipengaruhi oleh perkembangan vaksin untuk mempercepat pemulihan. Namun, ekonomi negara besar diperkirakan akan tetap stagnan hingga tahun depan.
"Pandemi yang masih berlangsung di Eropa dan AS menciptakan ketidakpastian ekspor China," kata Fu Linghui, juru bicara Biro Statistik China.
Sementara itu, Jepang sempat mengalami pelemahan ekonomi sejak awal 2020 karena isolasi wilayah yang berdampak pada sektor industri dan belanja konsumen. Pemulihan ekonomi pada saat pandemi ini disebut dengan "Zoom boom". Itu mengacu pada peningkatan permintaan laptop dan tablet karena semakin banyak orang yang bekerja di rumah dan menggunakan platform rapat online seperti Zoom.
Lihat Juga :
tulis komentar anda