Kebangkitan Ekonomi China dan Jepang Akan Menolong Negara Lain
loading...
A
A
A
TOKYO - Jepang dan China menjadi kekuatan ekonomi Asia yang akan menggerakkan kebangkitan ekonomi kawasan seiring dengan pandemi corona (Covid-19). Tren kebangkitan ekonomi seiring dengan pulihnya konsumsi masyarakat dan peningkatan belanja publik dan didorong dengan laju ekspor yang terus menguat.
Ekonomi Jepang bangkit dari resesi dengan pertumbuhan mencapai 5% pada kuartal ketiga pada tahun ini. Ekonomi ketiga terbesar di dunia itu kini menunjukkan sinyal pemulihan, meski sebagian analis menyatakan hal itu terlalu dini. (Baca: Enam Jenis Bisikan Setan yang Merasuki Manusia)
Hal yang sama juga dialami China yang merilis data yang menunjukkan produksi industri mengalami kenaikan 7% pada bulan lalu. Tingkat penjualan ritel juga meningkat 4%. Itu menjadi fase pemulihan tercepat pada tahun ini.
Kabar baik dari Asia membuat banyak negara berpikir untuk memperkuat ekonomi. Ketua Federal Reserve Jerome Powell menegaskan, ekonomi AS harus diberi banyak stimulus dari pemerintah dan bank sentral untuk melalui krisis ini. Adapun Bank of England dan Uni Eropa justru menghadapi resesi karena kembali memberlakukan lockdown.
"Dikarenakan penanganan virus corona di Asia lebih baik, maka sebagian ekonomi AS memiliki performa lebih baik dibandingkan negara-negara di Barat," kata Louis Kuijs, kepala ekonomi di Oxford Economics, dilansir CNN. Dia memperkirakan sebagian ekonomi negara Uni Eropa akan tenggelam karena adanya isolasi baru yang menjadi kebijakan. Adapun AS memiliki banyak kasus corona tetapi pemerintahan sepertinya tidak memberlakukan isolasi.
Namun demikian, kebangkitan ekonomi Jepang dan China tidak akan bertahan lama jika pandemi virus corona masih berlangsung di negara lain. Seperti dijelaskan Akane Yamaguchi, ekonomi di Daiwa Institute of Research, bahwa ancaman terbesar bagi Jepang dan China adalah ledakan kasus virus corona di negara lain. "Pemulihan ekonomi Jepang dan China juga bergantung pada ekonomi di luar negeri," katanya. Dia mengungkapkan, ketika risiko Eropa melaksanakan lockdown dan Amerika Serikat (AS) melakukan kebijakan pencegahan akan meningkatkan infeksi virus corona. (Baca juga: Subsidi Gaji 2,4 Juta Guru Non-PNS Cair)
Pertumbuhan ekonomi suatu negara, baik Jepang maupun China memang saling tergantung. Demikian juga ketergantungan antarnegara untuk bisa saling membantu dalam lepas dari krisis ekonomi akibat pandemi. Itu juga dipengaruhi oleh perkembangan vaksin untuk mempercepat pemulihan. Namun, ekonomi negara besar diperkirakan akan tetap stagnan hingga tahun depan.
"Pandemi yang masih berlangsung di Eropa dan AS menciptakan ketidakpastian ekspor China," kata Fu Linghui, juru bicara Biro Statistik China.
Sementara itu, Jepang sempat mengalami pelemahan ekonomi sejak awal 2020 karena isolasi wilayah yang berdampak pada sektor industri dan belanja konsumen. Pemulihan ekonomi pada saat pandemi ini disebut dengan "Zoom boom". Itu mengacu pada peningkatan permintaan laptop dan tablet karena semakin banyak orang yang bekerja di rumah dan menggunakan platform rapat online seperti Zoom.
Ekonomi Jepang memang dikenal sebagai produsen laptop dan peralatan komunikasi serta alat elektronik. Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) juga menjadi penyokong Jepang karena akan ikut dalam kesepakatan perdagangan berskala global dan terbesar di dunia.
Jepang juga tertolong peningkatan konsumsi di dalam negeri yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Produk domestik bruto (PDP) Jepang pada kuartal ketiga tumbuh 5% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, minus 8,2%. (Baca juga: Bali Destinasi Bulan Madu Terbaik di Dunia)
Itu menjadi pemecah rekor pertumbuhan ekonomi tercepat. Dengan tingkat tahunan, maka terjadi ekspansi 21,4%. PDP pada kuartal kedua meliputi April hingga Juni merupakan terburuk sejak 1980 dan lebih parah dibandingkan krisis keuangan 2008.
Pemulihan ekonomi tersebut menjadi kabar baik bagi pemerintah Jepang yang menghindari lockdown. Awal tahun ini Jepang merilis dua paket stimulus senilai USD2,2 triliun. Itu termasuk pembayaran tunai kepada rumah tangga dan pinjaman ringan bagi pengusaha kecil dan menengah.
Perdana Menteri (PM) Jepang Yoshihide Suga memerintahkan kabinetnya untuk memberikan paket stimulus lainnya untuk meningkatkan ekonomi Jepang. Meski mengalami pertumbuhan kuartal yang cepat, ekonomi Jepang tetap diperkirakan tenggelam hingga minus 5,6% untuk tahun fiskal yang akan berakhir pada Maret 2021.
Ekonomi global diperkirakan berkontraksi 4,4% pada tahun ini. Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi AS akan berkontraksi hingga 4,3%. (Lihat videonya: Pemerintah Austria Kembali Putuskan Lockdown untuk Kedua Kalinya)
Namun demikian, ekonomi Asia memang mengalami kemajuan dalam pemulihan saat pandemi. Lihat saja China. Pertumbuhan ekonominya telah mencapai 2%. "Kita menyebutnya ledakan Zoom," kata Rpry Green, ekonom pada firma penelitian TS Lombard, dilansir BBC. Kemarin China merilis data yang menunjukkan performa manufaktur tumbuh 6,9% pada Oktober lalu dibandingkan bulan yang sama tahun lalu.
Ekspor yang meningkat memang menjadi penolong Jepang. Pemerintah juga akan menggenjot ekspor dan terus memberikan stimulus. "Tidak ada cara kita menjadi lebih optimistis tentang masa depan," kata Yoshiki Shinke, kepala ekonom Dai-Ichi Life Research Institute, dilansir Bloomberg. "Kasus virus terus meningkat di dalam negeri Jepang dan luar negeri. Itu juga akan memperberat ekonomi Jepang dan sentimen rumah tangga," katanya. (Andika H Mustaqim)
Lihat Juga: Bintang Porno Jepang yang Pasang Tarif Rp306 Juta untuk Seks Ditangkap dalam Operasi Hong Kong
Ekonomi Jepang bangkit dari resesi dengan pertumbuhan mencapai 5% pada kuartal ketiga pada tahun ini. Ekonomi ketiga terbesar di dunia itu kini menunjukkan sinyal pemulihan, meski sebagian analis menyatakan hal itu terlalu dini. (Baca: Enam Jenis Bisikan Setan yang Merasuki Manusia)
Hal yang sama juga dialami China yang merilis data yang menunjukkan produksi industri mengalami kenaikan 7% pada bulan lalu. Tingkat penjualan ritel juga meningkat 4%. Itu menjadi fase pemulihan tercepat pada tahun ini.
Kabar baik dari Asia membuat banyak negara berpikir untuk memperkuat ekonomi. Ketua Federal Reserve Jerome Powell menegaskan, ekonomi AS harus diberi banyak stimulus dari pemerintah dan bank sentral untuk melalui krisis ini. Adapun Bank of England dan Uni Eropa justru menghadapi resesi karena kembali memberlakukan lockdown.
"Dikarenakan penanganan virus corona di Asia lebih baik, maka sebagian ekonomi AS memiliki performa lebih baik dibandingkan negara-negara di Barat," kata Louis Kuijs, kepala ekonomi di Oxford Economics, dilansir CNN. Dia memperkirakan sebagian ekonomi negara Uni Eropa akan tenggelam karena adanya isolasi baru yang menjadi kebijakan. Adapun AS memiliki banyak kasus corona tetapi pemerintahan sepertinya tidak memberlakukan isolasi.
Namun demikian, kebangkitan ekonomi Jepang dan China tidak akan bertahan lama jika pandemi virus corona masih berlangsung di negara lain. Seperti dijelaskan Akane Yamaguchi, ekonomi di Daiwa Institute of Research, bahwa ancaman terbesar bagi Jepang dan China adalah ledakan kasus virus corona di negara lain. "Pemulihan ekonomi Jepang dan China juga bergantung pada ekonomi di luar negeri," katanya. Dia mengungkapkan, ketika risiko Eropa melaksanakan lockdown dan Amerika Serikat (AS) melakukan kebijakan pencegahan akan meningkatkan infeksi virus corona. (Baca juga: Subsidi Gaji 2,4 Juta Guru Non-PNS Cair)
Pertumbuhan ekonomi suatu negara, baik Jepang maupun China memang saling tergantung. Demikian juga ketergantungan antarnegara untuk bisa saling membantu dalam lepas dari krisis ekonomi akibat pandemi. Itu juga dipengaruhi oleh perkembangan vaksin untuk mempercepat pemulihan. Namun, ekonomi negara besar diperkirakan akan tetap stagnan hingga tahun depan.
"Pandemi yang masih berlangsung di Eropa dan AS menciptakan ketidakpastian ekspor China," kata Fu Linghui, juru bicara Biro Statistik China.
Sementara itu, Jepang sempat mengalami pelemahan ekonomi sejak awal 2020 karena isolasi wilayah yang berdampak pada sektor industri dan belanja konsumen. Pemulihan ekonomi pada saat pandemi ini disebut dengan "Zoom boom". Itu mengacu pada peningkatan permintaan laptop dan tablet karena semakin banyak orang yang bekerja di rumah dan menggunakan platform rapat online seperti Zoom.
Ekonomi Jepang memang dikenal sebagai produsen laptop dan peralatan komunikasi serta alat elektronik. Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) juga menjadi penyokong Jepang karena akan ikut dalam kesepakatan perdagangan berskala global dan terbesar di dunia.
Jepang juga tertolong peningkatan konsumsi di dalam negeri yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Produk domestik bruto (PDP) Jepang pada kuartal ketiga tumbuh 5% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, minus 8,2%. (Baca juga: Bali Destinasi Bulan Madu Terbaik di Dunia)
Itu menjadi pemecah rekor pertumbuhan ekonomi tercepat. Dengan tingkat tahunan, maka terjadi ekspansi 21,4%. PDP pada kuartal kedua meliputi April hingga Juni merupakan terburuk sejak 1980 dan lebih parah dibandingkan krisis keuangan 2008.
Pemulihan ekonomi tersebut menjadi kabar baik bagi pemerintah Jepang yang menghindari lockdown. Awal tahun ini Jepang merilis dua paket stimulus senilai USD2,2 triliun. Itu termasuk pembayaran tunai kepada rumah tangga dan pinjaman ringan bagi pengusaha kecil dan menengah.
Perdana Menteri (PM) Jepang Yoshihide Suga memerintahkan kabinetnya untuk memberikan paket stimulus lainnya untuk meningkatkan ekonomi Jepang. Meski mengalami pertumbuhan kuartal yang cepat, ekonomi Jepang tetap diperkirakan tenggelam hingga minus 5,6% untuk tahun fiskal yang akan berakhir pada Maret 2021.
Ekonomi global diperkirakan berkontraksi 4,4% pada tahun ini. Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi AS akan berkontraksi hingga 4,3%. (Lihat videonya: Pemerintah Austria Kembali Putuskan Lockdown untuk Kedua Kalinya)
Namun demikian, ekonomi Asia memang mengalami kemajuan dalam pemulihan saat pandemi. Lihat saja China. Pertumbuhan ekonominya telah mencapai 2%. "Kita menyebutnya ledakan Zoom," kata Rpry Green, ekonom pada firma penelitian TS Lombard, dilansir BBC. Kemarin China merilis data yang menunjukkan performa manufaktur tumbuh 6,9% pada Oktober lalu dibandingkan bulan yang sama tahun lalu.
Ekspor yang meningkat memang menjadi penolong Jepang. Pemerintah juga akan menggenjot ekspor dan terus memberikan stimulus. "Tidak ada cara kita menjadi lebih optimistis tentang masa depan," kata Yoshiki Shinke, kepala ekonom Dai-Ichi Life Research Institute, dilansir Bloomberg. "Kasus virus terus meningkat di dalam negeri Jepang dan luar negeri. Itu juga akan memperberat ekonomi Jepang dan sentimen rumah tangga," katanya. (Andika H Mustaqim)
Lihat Juga: Bintang Porno Jepang yang Pasang Tarif Rp306 Juta untuk Seks Ditangkap dalam Operasi Hong Kong
(ysw)