Krisis Pangan Mengancam RI, Ekonom Anggap PBB Berlebihan
Kamis, 19 November 2020 - 12:58 WIB
JAKARTA - Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO/Food and Agriculture Organization) memperingatan terkait ancaman krisis pangan dunia termasuk Indonesia akibat pandemi Covid-19 pada Maret 2020. Namun hal itu dianggap berlebihan pasalnya hingga November 2020 krisis pangan tidak terjadi.
"Tapi memang itu saya bantah karena tahun 2020 ini krisis pangan dunia kemungkinan kecil terjadi. Malahan sekarang sudah bulan November artinya tidak akan terjadi krisis pangan dunia," ujar Ekonom Senior CORE Indonesia Dwi Andreas di Jakarta, Kamis (19/11/2020).
Menuru dia jika dilihat berdasarkan kondisi pangan dunia, di mana data produksi serealia tahun 2019-2020 justru mencapai titik tertinggi atau mencapai puncak meskipun dalam beberapa bulan terakhir ada kekawatiran. Sementara itu, kenaikan harga pangan dunia juga belum mengkhwatirkan meski nilainya masih 100.9 food price indeks di bulan Oktober. "Sejak Mei harga pangan selalu naik dan saat ini di angka 100.9 jadi masih mendekati rata rata tahun 2014-2016," ungkap dia.
Menurut Andreas, Indonesia patut bersyukur lonjakan pangan yang terjadi di dunia salah satunya dikarenakan harga minyak sawit yang tinggi. Ini bisa menjadi peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor minyak sawit ke negara negara lain. "Justru yang perlu jadi perhatian bersama karena minyak sawit ini naik sampai Oktober. Tapi yang harus diwaspadai yaitu harga serealia dunia," katanya.
"Tapi memang itu saya bantah karena tahun 2020 ini krisis pangan dunia kemungkinan kecil terjadi. Malahan sekarang sudah bulan November artinya tidak akan terjadi krisis pangan dunia," ujar Ekonom Senior CORE Indonesia Dwi Andreas di Jakarta, Kamis (19/11/2020).
Menuru dia jika dilihat berdasarkan kondisi pangan dunia, di mana data produksi serealia tahun 2019-2020 justru mencapai titik tertinggi atau mencapai puncak meskipun dalam beberapa bulan terakhir ada kekawatiran. Sementara itu, kenaikan harga pangan dunia juga belum mengkhwatirkan meski nilainya masih 100.9 food price indeks di bulan Oktober. "Sejak Mei harga pangan selalu naik dan saat ini di angka 100.9 jadi masih mendekati rata rata tahun 2014-2016," ungkap dia.
Menurut Andreas, Indonesia patut bersyukur lonjakan pangan yang terjadi di dunia salah satunya dikarenakan harga minyak sawit yang tinggi. Ini bisa menjadi peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor minyak sawit ke negara negara lain. "Justru yang perlu jadi perhatian bersama karena minyak sawit ini naik sampai Oktober. Tapi yang harus diwaspadai yaitu harga serealia dunia," katanya.
(nng)
tulis komentar anda