Alasan Dibalik Konversi Piutang BUMN, Biar Nggak Manja?
Jum'at, 20 November 2020 - 14:46 WIB
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengkonversi piutang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui penyertaan modal negara (PMN) non tunai.
Pada tahun ini ada dua BUMN yang mendapatkan PMN non tunai yaitu PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) maupun PT Pengembangan Armada Niaga Indonesia (Persero).
Untuk Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, PMN non tunai yang disalurkan sebesar Rp286 miliar dan untuk Pengembangan Armada Niaga Indonesia disalurkan sebesar Rp3,76 triliun.
( )
Terkait alasan pemerintah melakukan konversi piutang, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Isa Rachmatarwata mengatakan, pemerintah melihat prospek dari BUMN tersebut dan ingin turut serta mengembangkan.
Namun, agar tidak menjadi BUMN yang manja, maka BUMN tersebut harus mencari modal sendiri untuk dapat mengembangkan usahanya atau memulai usaha yang dengan semangat lebih baru.
"Tentunya, untuk mencari modal sendiri dia harus punya struktur keuangan yang bagus. Untuk itu konversi piutang negara yang juga utang BUMN kepada negara menjadi ekuitas itu akan memperbaiki struktur keuangan. Setelah bagus, BUMN itu bisa cari dana sendiri, capital market bisa, perbankan bisa dan sebagainya," ujar Isa dalam video conference, Jumat (20/11/2020).
"Jadi kita bisa membantu BUMN tanpa harus selalu ngasih duit. Kita kasih tantangan dengan kita support, udah, utangnya kita konversi jadi modal tapi cash-nya cari sendiri," sambungnya.
( )
Tidak hanya PMN non tunai, Isa menjelaskan bahwa akan ada Barang Milik Negara (BMN) yang akan diserahkan kepada BUMN untuk dijadikan tambahan modal. Rencananya pada tahun depan terdapat beberapa BUMN yang mendapatkan BMN berupa tanah sebagai tambahan modal.
Selain itu, terdapat juga BMN dengan istilah khusus dimana BMN yang dibeli atau diadakan oleh Kementerian/Lembaga kemudian diserahkan kepada BUMN sebelum tahun 2019.
"Jadi, ini adalah membedakan prosedurnya saja, nanti mengikuti tata kelola di dalam PP 27/2014 dan juga revisinya PP 28/2020. Sementara BPYBDS itu ada prosedur yang relatif sedikit berbeda, relatif lebih mudah, esensinya adalah penilaiannya itu biasanya menggunakan nilai perolehan pada waktu barang-barang itu didapatkan Kementerian/Lembaga," ucapnya.
Pada tahun ini ada dua BUMN yang mendapatkan PMN non tunai yaitu PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) maupun PT Pengembangan Armada Niaga Indonesia (Persero).
Untuk Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, PMN non tunai yang disalurkan sebesar Rp286 miliar dan untuk Pengembangan Armada Niaga Indonesia disalurkan sebesar Rp3,76 triliun.
( )
Terkait alasan pemerintah melakukan konversi piutang, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Isa Rachmatarwata mengatakan, pemerintah melihat prospek dari BUMN tersebut dan ingin turut serta mengembangkan.
Namun, agar tidak menjadi BUMN yang manja, maka BUMN tersebut harus mencari modal sendiri untuk dapat mengembangkan usahanya atau memulai usaha yang dengan semangat lebih baru.
"Tentunya, untuk mencari modal sendiri dia harus punya struktur keuangan yang bagus. Untuk itu konversi piutang negara yang juga utang BUMN kepada negara menjadi ekuitas itu akan memperbaiki struktur keuangan. Setelah bagus, BUMN itu bisa cari dana sendiri, capital market bisa, perbankan bisa dan sebagainya," ujar Isa dalam video conference, Jumat (20/11/2020).
"Jadi kita bisa membantu BUMN tanpa harus selalu ngasih duit. Kita kasih tantangan dengan kita support, udah, utangnya kita konversi jadi modal tapi cash-nya cari sendiri," sambungnya.
( )
Tidak hanya PMN non tunai, Isa menjelaskan bahwa akan ada Barang Milik Negara (BMN) yang akan diserahkan kepada BUMN untuk dijadikan tambahan modal. Rencananya pada tahun depan terdapat beberapa BUMN yang mendapatkan BMN berupa tanah sebagai tambahan modal.
Selain itu, terdapat juga BMN dengan istilah khusus dimana BMN yang dibeli atau diadakan oleh Kementerian/Lembaga kemudian diserahkan kepada BUMN sebelum tahun 2019.
"Jadi, ini adalah membedakan prosedurnya saja, nanti mengikuti tata kelola di dalam PP 27/2014 dan juga revisinya PP 28/2020. Sementara BPYBDS itu ada prosedur yang relatif sedikit berbeda, relatif lebih mudah, esensinya adalah penilaiannya itu biasanya menggunakan nilai perolehan pada waktu barang-barang itu didapatkan Kementerian/Lembaga," ucapnya.
(ind)
Lihat Juga :
tulis komentar anda