Tahun Depan Impor Bahan Baku Diprediksi Meningkat
Minggu, 22 November 2020 - 06:15 WIB
JAKARTA – Kinerja ekspor pada 2020 mengalami tekanan akibat penurunan permintaan dari negara-negara tujuan ekspor dan penurunan harga sejumlah komoditas primer andalan Indonesia. Meskipun demikian, harga beberapa komoditas andalan ekspor mulai meningkat akibat pemulihan ekonomi sebagian negara mitra dagang.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, pada kuartal III/2020, ekspor non-migas ke China naik 7,9%. Demikian pula, ekspor ke ASEAN dan Amerika Serikat naik masing-masing sebesar 8,6% dan 4,9%.
(Baca juga:Terbaek! Surplus Neraca Perdagangan Paling Tinggi Sejak 2012)
Selain itu, harga komoditas juga mengalami kenaikan, seperti besi baja, pulp, kayu, kertas, dan karet. Sementara itu, impor mengalami tekanan akibat pandemi, sejalan dengan penurunan aktivitas produksi dalam negeri. Penurunan paling tajam terjadi pada impor bahan baku/penolong dan barang modal, yang masing-masing turun sebesar 19,7% dan 20,3%.
“Oleh sebab itu, rendahnya impor pada tahun 2020, menyebabkan surplus berpotensi mencapai USD17 miliar, atau terbesar selama 10 tahun terakhir,” kata Mohammad Faisal di Jakarta Sabtu (21/11/2020).
(Baca juga:Kinerja Neraca Perdagangan RI ke OKI Surplus USD 2,46 Miliar)
Pada 2021, sambung dia, ekspor diperkirakan tumbuh lebih tinggi, sejalan dengan pemulihan ekonomi global, termasuk negara-negara mitra dagang Indonesia. “Presiden terpilih Amerika Serikat, Joe Biden, diperkirakan akan menerapkan kebijakan-kebijakan yang cenderung bertolak belakang dengan kebijakan Donald Trump, di antaranya menurunkan tensi perang dagang dan hambatan perdagangan,” ungkap dia.
(Baca juga:Neraca Perdagangan Surplus Indikasi Ekonomi RI Bisa Bertahan?)
Konsekuensinya, kata dia, volume perdagangan dunia yang tertekan akibat konflik tersebut akan kembali meningkat, sehingga akan berdampak pada peningkatan ekspor Indonesia. Meskipun demikian, pertumbuhan impor diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor, sehingga surplus perdagangan diperkirakan akan menyempit pada 2021. Pemulihan ekonomi dalam negeri dan peningkatan permintaan ekspor akan mendorong peningkatan impor bahan baku/penolong dan barang modal.
(Baca juga:Neraca Perdagangan Juni Surplus USD1,27 Miliar, Wamendag: Tetap Waspada)
Faisal mengungkapkan impor migas juga diperkirakan kembali meningkat, mengikuti peningkatan harga minyak minyak dunia. Hal tersebut dipicu oleh permintaan global terhadap sumber energi yang kembali mengalami rebound, meskipun akan relatif tipis mengingat masih tingginya tingkat persediaan minyak global dan surplus produksi minyak mentah.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, pada kuartal III/2020, ekspor non-migas ke China naik 7,9%. Demikian pula, ekspor ke ASEAN dan Amerika Serikat naik masing-masing sebesar 8,6% dan 4,9%.
(Baca juga:Terbaek! Surplus Neraca Perdagangan Paling Tinggi Sejak 2012)
Selain itu, harga komoditas juga mengalami kenaikan, seperti besi baja, pulp, kayu, kertas, dan karet. Sementara itu, impor mengalami tekanan akibat pandemi, sejalan dengan penurunan aktivitas produksi dalam negeri. Penurunan paling tajam terjadi pada impor bahan baku/penolong dan barang modal, yang masing-masing turun sebesar 19,7% dan 20,3%.
“Oleh sebab itu, rendahnya impor pada tahun 2020, menyebabkan surplus berpotensi mencapai USD17 miliar, atau terbesar selama 10 tahun terakhir,” kata Mohammad Faisal di Jakarta Sabtu (21/11/2020).
(Baca juga:Kinerja Neraca Perdagangan RI ke OKI Surplus USD 2,46 Miliar)
Pada 2021, sambung dia, ekspor diperkirakan tumbuh lebih tinggi, sejalan dengan pemulihan ekonomi global, termasuk negara-negara mitra dagang Indonesia. “Presiden terpilih Amerika Serikat, Joe Biden, diperkirakan akan menerapkan kebijakan-kebijakan yang cenderung bertolak belakang dengan kebijakan Donald Trump, di antaranya menurunkan tensi perang dagang dan hambatan perdagangan,” ungkap dia.
(Baca juga:Neraca Perdagangan Surplus Indikasi Ekonomi RI Bisa Bertahan?)
Konsekuensinya, kata dia, volume perdagangan dunia yang tertekan akibat konflik tersebut akan kembali meningkat, sehingga akan berdampak pada peningkatan ekspor Indonesia. Meskipun demikian, pertumbuhan impor diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor, sehingga surplus perdagangan diperkirakan akan menyempit pada 2021. Pemulihan ekonomi dalam negeri dan peningkatan permintaan ekspor akan mendorong peningkatan impor bahan baku/penolong dan barang modal.
(Baca juga:Neraca Perdagangan Juni Surplus USD1,27 Miliar, Wamendag: Tetap Waspada)
Faisal mengungkapkan impor migas juga diperkirakan kembali meningkat, mengikuti peningkatan harga minyak minyak dunia. Hal tersebut dipicu oleh permintaan global terhadap sumber energi yang kembali mengalami rebound, meskipun akan relatif tipis mengingat masih tingginya tingkat persediaan minyak global dan surplus produksi minyak mentah.
(dar)
Lihat Juga :
tulis komentar anda