Satgas SWI Blokir 349 Investasi Bodong dan 1.026 Fintech Ilegal
Selasa, 24 November 2020 - 08:35 WIB
JAKARTA - Di tengah pandemi corona (Covid-19), investasi dan fintech peer to peer (P2P) lending ilegal semakin marak seiring dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.
Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing mengungkapkan, investasi dan fintech peer to peer (P2P) lending ilegal semakin marak di tengah pandemi Covid-19. Sebab itu, masyarakat diingatkan jangan sampai tertipu karena pinjaman online ilegal justru memanfaatkan kondisi susah seperti sekarang ini. (Baca: Apakah Amal Bisa Mengubah Takdir?)
“Kita lihat sampai Oktober 2020 Satgas Waspada Investasi menemukan dan memblokir 349 entitas investasi bodong dan menghentikan 1.026 fintech peer to peer (P2P) lending ilegal. Jadi, ini menggambarkan para pelaku masih menawarkan secara masif di tengah pandemi ini,” kata Tongam di acara IDX Channel, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, kegiatan-kegiatan investasi dan fintech ilegal justru sengaja untuk mencari keuntungan kepada masyarakat yang kurang mengetahui dan sangat butuh peningkatan keuangan. “Contohnya investasi ilegal kebanyakan menawarkan perdagangan berjangka komoditas, forex dengan menawarkan suku bunga yang sangat tinggi dengan penghasilan tertinggi 1% per hari ini. Hal itu sangat menggiurkan masyarakat kita yang butuh uang,” ungkapnya.
Kemudian, lanjut dia, sasaran fintech ilegal ini adalah masyarakat yang kesulitan keuangan yang tidak dapat peminjaman ke keluarga. Maka itu, mereka akses ke fintech ilegal. “Nah, ini menjadi perhatian kita karena akses ke fintech ilegal menjadi urusan kita,” tandasnya. (Baca juga: Siap-siap! Seleksi PPK Guru Honorer Segera Dibuka)
Sementara itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatatkan dalam periode Januari 2020 hingga November 2020, pengaduan yang dihimpun dalam layanan JENDELA AFPI sebanyak 3.726 laporan untuk pengaduan terkait bunga, pelanggaran data pribadi, penagihan tidak beretika, restrukturisasi, dan lainnya.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengatakan, melalui layanan JENDELA, AFPI membuka layanan informasi publik dan pengaduan terkait industri fintech pendanaan sejak Maret 2019 dalam website AFPI. AFPI mencatat sepanjang 2020 pengaduan terbanyak sebesar 46% mengenai penagihan tidak beretika.
Lalu, disusul dengan kategori pengaduan terkait restrukturisasi sebesar 22,52%, kemudian kategori lainnya sebesar 17,74% yang berisikan pertanyaan dan masukan dari masyarakat, kemudian kategori pengaduan kategori pelanggaran data pribadi sebesar 7,7%, dan pengaduan kategori besaran bunga 5,23%.
Kuseryansyah menambahkan, jumlah pengaduan kategori penagihan tidak beretika turun signifikan, jika di awal tahun masih berkontribusi 6,76% dari total pengaduan, di November 2020 menjadi 1,85%. (Baca juga: Tips Memilih Dokter untuk Konsultasi Anak)
Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing mengungkapkan, investasi dan fintech peer to peer (P2P) lending ilegal semakin marak di tengah pandemi Covid-19. Sebab itu, masyarakat diingatkan jangan sampai tertipu karena pinjaman online ilegal justru memanfaatkan kondisi susah seperti sekarang ini. (Baca: Apakah Amal Bisa Mengubah Takdir?)
“Kita lihat sampai Oktober 2020 Satgas Waspada Investasi menemukan dan memblokir 349 entitas investasi bodong dan menghentikan 1.026 fintech peer to peer (P2P) lending ilegal. Jadi, ini menggambarkan para pelaku masih menawarkan secara masif di tengah pandemi ini,” kata Tongam di acara IDX Channel, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, kegiatan-kegiatan investasi dan fintech ilegal justru sengaja untuk mencari keuntungan kepada masyarakat yang kurang mengetahui dan sangat butuh peningkatan keuangan. “Contohnya investasi ilegal kebanyakan menawarkan perdagangan berjangka komoditas, forex dengan menawarkan suku bunga yang sangat tinggi dengan penghasilan tertinggi 1% per hari ini. Hal itu sangat menggiurkan masyarakat kita yang butuh uang,” ungkapnya.
Kemudian, lanjut dia, sasaran fintech ilegal ini adalah masyarakat yang kesulitan keuangan yang tidak dapat peminjaman ke keluarga. Maka itu, mereka akses ke fintech ilegal. “Nah, ini menjadi perhatian kita karena akses ke fintech ilegal menjadi urusan kita,” tandasnya. (Baca juga: Siap-siap! Seleksi PPK Guru Honorer Segera Dibuka)
Sementara itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatatkan dalam periode Januari 2020 hingga November 2020, pengaduan yang dihimpun dalam layanan JENDELA AFPI sebanyak 3.726 laporan untuk pengaduan terkait bunga, pelanggaran data pribadi, penagihan tidak beretika, restrukturisasi, dan lainnya.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengatakan, melalui layanan JENDELA, AFPI membuka layanan informasi publik dan pengaduan terkait industri fintech pendanaan sejak Maret 2019 dalam website AFPI. AFPI mencatat sepanjang 2020 pengaduan terbanyak sebesar 46% mengenai penagihan tidak beretika.
Lalu, disusul dengan kategori pengaduan terkait restrukturisasi sebesar 22,52%, kemudian kategori lainnya sebesar 17,74% yang berisikan pertanyaan dan masukan dari masyarakat, kemudian kategori pengaduan kategori pelanggaran data pribadi sebesar 7,7%, dan pengaduan kategori besaran bunga 5,23%.
Kuseryansyah menambahkan, jumlah pengaduan kategori penagihan tidak beretika turun signifikan, jika di awal tahun masih berkontribusi 6,76% dari total pengaduan, di November 2020 menjadi 1,85%. (Baca juga: Tips Memilih Dokter untuk Konsultasi Anak)
Lihat Juga :
tulis komentar anda