Petani Maros Giatkan On Farm dengan Tanam Cabai Organik
Senin, 11 Mei 2020 - 22:14 WIB
JAKARTA - Pertanian menjadi salah satu sektor yang dituntut untuk tetapproduktif di tengah pandemi Covid-19. Seperti yang disampaikan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Walau dalam kondisi pandemi Covid-19, pertanian jangan berhenti, maju terus, pangan harus tersedia dan rakyat tidak boleh bermasalah soal pangan. Setelah panen, segera lakukan percepatan tanam, tidak ada lahan yang menganggur selama satu bulan," kata Mentan SYL.
Sejalan dengan seruan Menteri Pertanian, secara terpisah Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Nursyamsi juga menganjurkan agar petani senantiasa membuat secara mandiri input produksinya, seperti pupuk organik padat, pupuk organik cair dan pestisida nabati. Karena dampak positif pertanian organik dalam jangka panjang sangat menguntungkan.
"Pertanian organik memiliki berbagai pilar, yaitu lingkungan, sosial termasuk didalamnya masalah kesehatan dan ekonomi. Lingkungan menjadi alasan utama dalam bertani organik, karena bertani organik dianggap bertani yang ramah lingkungan sebab menggunakan bahan-bahan alami dan tidak menggunakan bahan kimia sintetis, khususnya pupuk dan pestisida, sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan," tutur Dedi dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (11/5/2020).
Instruksi ini langsung disikapi oleh Baharuddin Syam, salah satu petani organik asal Maros, Sulawesi Selatan, yang tetap melaksanakan aktivitasnya untuk mendampingi dan melakukan pembinaan kepada petani di Desa Moncongloe, Maros, Sulsel.
Baharuddin Syam yang biasa disapa H. Bahar yang juga pemegang sertifikat bidang kompetensi Fasilitator Organik Tanaman dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) semakin termotivasi untuk membangun kesadaran petani agar bertani secara organik, terlebih selama masa pandemi ini.
"Saat ini, fokus kami adalah memfasilitasi petani sebanyak mungkin agar melakukan cara budidaya yang sehat, seperti sekarang kami awali dengan pengolahan lahan," jelas H. Bahar.
Lebih lanjut disampaikan lahan yang disiapkan untuk budidaya cabai secara organik. "Cabai sebagai salah satu komoditas strategis yang harus dijaga ketersediaannya. Sebelumnya kami sudah mengedukasi petani agar bisa membuat sendiri input teknologi budidaya, seperti membuat arang sekam, memanfaatkan limbah pertanian menjadi pupuk organik padat dan pupuk organik cair," tutur H. Bahar.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa pertanian organik adalah pertanian jangka panjang yang memiliki manfaat sangat besar, karena selain menyuburkan tanah dalam jangka panjang, hasil produksi akan memiliki kandungan residu kimia yang rendah sehingga orang-orang yang mengkonsumsinya juga sehat.
"Ini bukti pertanian tidak berhenti meskipun wabah Covid-19 saat ini sedang melanda, kami petani organik tetap membina dan mendampingi petani. Harapan kami, ke depan pemerintah memberikan porsi yang besar terhadap pertanian organik sekaligus memberikan kepercayaan bahwa pertanian organik bisa menjadi solusi pembangunan pertanian masa depan Indonesia," tutupnya.
"Walau dalam kondisi pandemi Covid-19, pertanian jangan berhenti, maju terus, pangan harus tersedia dan rakyat tidak boleh bermasalah soal pangan. Setelah panen, segera lakukan percepatan tanam, tidak ada lahan yang menganggur selama satu bulan," kata Mentan SYL.
Sejalan dengan seruan Menteri Pertanian, secara terpisah Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Nursyamsi juga menganjurkan agar petani senantiasa membuat secara mandiri input produksinya, seperti pupuk organik padat, pupuk organik cair dan pestisida nabati. Karena dampak positif pertanian organik dalam jangka panjang sangat menguntungkan.
"Pertanian organik memiliki berbagai pilar, yaitu lingkungan, sosial termasuk didalamnya masalah kesehatan dan ekonomi. Lingkungan menjadi alasan utama dalam bertani organik, karena bertani organik dianggap bertani yang ramah lingkungan sebab menggunakan bahan-bahan alami dan tidak menggunakan bahan kimia sintetis, khususnya pupuk dan pestisida, sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan," tutur Dedi dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (11/5/2020).
Instruksi ini langsung disikapi oleh Baharuddin Syam, salah satu petani organik asal Maros, Sulawesi Selatan, yang tetap melaksanakan aktivitasnya untuk mendampingi dan melakukan pembinaan kepada petani di Desa Moncongloe, Maros, Sulsel.
Baharuddin Syam yang biasa disapa H. Bahar yang juga pemegang sertifikat bidang kompetensi Fasilitator Organik Tanaman dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) semakin termotivasi untuk membangun kesadaran petani agar bertani secara organik, terlebih selama masa pandemi ini.
"Saat ini, fokus kami adalah memfasilitasi petani sebanyak mungkin agar melakukan cara budidaya yang sehat, seperti sekarang kami awali dengan pengolahan lahan," jelas H. Bahar.
Lebih lanjut disampaikan lahan yang disiapkan untuk budidaya cabai secara organik. "Cabai sebagai salah satu komoditas strategis yang harus dijaga ketersediaannya. Sebelumnya kami sudah mengedukasi petani agar bisa membuat sendiri input teknologi budidaya, seperti membuat arang sekam, memanfaatkan limbah pertanian menjadi pupuk organik padat dan pupuk organik cair," tutur H. Bahar.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa pertanian organik adalah pertanian jangka panjang yang memiliki manfaat sangat besar, karena selain menyuburkan tanah dalam jangka panjang, hasil produksi akan memiliki kandungan residu kimia yang rendah sehingga orang-orang yang mengkonsumsinya juga sehat.
"Ini bukti pertanian tidak berhenti meskipun wabah Covid-19 saat ini sedang melanda, kami petani organik tetap membina dan mendampingi petani. Harapan kami, ke depan pemerintah memberikan porsi yang besar terhadap pertanian organik sekaligus memberikan kepercayaan bahwa pertanian organik bisa menjadi solusi pembangunan pertanian masa depan Indonesia," tutupnya.
(bon)
Lihat Juga :
tulis komentar anda