Luhut: Masa Depan Bisnis Migas Ada di Kilang & Petrokimia
Rabu, 02 Desember 2020 - 14:07 WIB
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut proyek kilang terintegrasi petrokimia merupakan bisnis migas masa depan . Menurut dia, harga minyak yang terus menurun, bahkan sebelum pandemi COVID-19 melanda karena kemajuan teknologi dalam produksi shale oil.
"Maka banyak institusi memprediksi kebutuhan minyak tidak akan setinggi sebelumnya. Industri migas harus berkembang, kilang terpadu dan kompleks petrokimia menjadi salah satu solusi," kata dia dalam acara International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2020 secara virtual, Rabu (2/12/2020).
Menurut dia, teknologi akan memungkinkan konfigurasi untuk mengoptimalkan produksi bahan kimia seperti di Petrokimia dan Xinjiang. Saudi Aramco juga sedang mengerjakan teknologi yang lebih maju. "Industri petrokimia akan menyediakan bahan untuk berbagai produk seperti plastik, film, serat, mainan, suku cadang otomotif, wadah makanan, ban dan bahkan farmasi," ungkap dia.
Di samping itu, Pertamina juga berencana untuk menjadi bagian dari kinerja ini dan menargetkan menjadi perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia pada tahun 2030. Produk tersebut akan berkisar dari turunan volume tinggi, turunan pengembalian tinggi, aromatik, dan bahan kimia khusus, termasuk produk farmasi. "Hal ini akan mendukung visi Indonesia untuk memiliki otonomi yang lebih luas di bidang bahan aktif farmasi. Sektor dengan pasar apotek dalam negeri USD8 miliar. 11% obat dan obat diimpor. Bahkan mayoritas kebahagiaannya diimpor dengan USD1,9 miliar per tahun," jelas dia.
Dia menambahkan, dalam 5 tahun terakhir ini, telah terlihat secara langsung bahwa sinergi di pemerintahan, kementerian, dan badan dapat mengurangi banyak tantangan dan mencapai lebih banyak. "Jadi pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama dan meninggalkan ego," tandas dia.
"Maka banyak institusi memprediksi kebutuhan minyak tidak akan setinggi sebelumnya. Industri migas harus berkembang, kilang terpadu dan kompleks petrokimia menjadi salah satu solusi," kata dia dalam acara International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2020 secara virtual, Rabu (2/12/2020).
Menurut dia, teknologi akan memungkinkan konfigurasi untuk mengoptimalkan produksi bahan kimia seperti di Petrokimia dan Xinjiang. Saudi Aramco juga sedang mengerjakan teknologi yang lebih maju. "Industri petrokimia akan menyediakan bahan untuk berbagai produk seperti plastik, film, serat, mainan, suku cadang otomotif, wadah makanan, ban dan bahkan farmasi," ungkap dia.
Di samping itu, Pertamina juga berencana untuk menjadi bagian dari kinerja ini dan menargetkan menjadi perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia pada tahun 2030. Produk tersebut akan berkisar dari turunan volume tinggi, turunan pengembalian tinggi, aromatik, dan bahan kimia khusus, termasuk produk farmasi. "Hal ini akan mendukung visi Indonesia untuk memiliki otonomi yang lebih luas di bidang bahan aktif farmasi. Sektor dengan pasar apotek dalam negeri USD8 miliar. 11% obat dan obat diimpor. Bahkan mayoritas kebahagiaannya diimpor dengan USD1,9 miliar per tahun," jelas dia.
Dia menambahkan, dalam 5 tahun terakhir ini, telah terlihat secara langsung bahwa sinergi di pemerintahan, kementerian, dan badan dapat mengurangi banyak tantangan dan mencapai lebih banyak. "Jadi pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama dan meninggalkan ego," tandas dia.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda