Ini Dia BUMN yang Gagal Bayar, Saatnya Bisnis Perusahaan Negara Dirombak Besar-Besaran
Selasa, 12 Mei 2020 - 15:12 WIB
Efisiensi hingga Bailout
SebelumnyaZulkifli Zainipernah menjelaskan bahwa jumlahutangPLN dalam mata uang asing cukup besar. Seiring melemahnya nilai tukarrupiahterhadap dolar AS, jumahnya pun terus membangkak. Sebagai gambaran, jika rupiah melemah Rp 1.000 per dolar AS, maka utang PLN naik Rp 9 triliun. Apabila bila rupiah melemah Rp 2.000, maka utang PLN melonjak Rp 18 triliun. Adapun totalutang perseroan per kuartal I 2019 mencapai Rp 394,2 triliun. Angka itu meningkat 1,7% dibanding posisi utang akhir 2018 yang sebesar Rp 387,44 triliun.
Gagal bayar juga tengah mengintai BUMN lainnya, Garuda Indonesia. Tahun ini per 3 Juni nanti utang jatuh tempo Garuda nilainya mencapai US$ 500 juta, atau setara dengan Rp7,4 triliun. Saat ini Garuda Indonesia tengah mengusahakan refinancing utang baik dengan bank dalam negeri maupun luar negeri. Negosiasi dengan lessor pun dilakukan untuk menunda pembayaran sewa pesawat (lease holiday) serta memperpanjang masa sewa pesawat agar bisa mengurangi biaya sewa per bulan. “Saat ini Garuda terus mencoba untuk bertahan hidup,”ujar Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra.
Di keluarga besar BUMN, sebelumnya gagal bayar juga dialami oleh Jiwasraya sebesar Rp 16 triliun. Lalu pada Januari 2020 PT Krakatau Steel mengumumkan restrukturisasi utangnya senilai $ 2 miliar. Mengacu data pencatatan efek di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah utang jatuh tempo perusahaan BUMN tahun ini mencapai Rp 30,35 triliun dari 13 perusahaan BUMN. Jumlah ini di luar perhitungan MTN, promisory notes, dan juga sukuk (obligasi syariah). Dari jumlah itu, obligasi jatuh tempo terbanyak dicatatkan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI senilai Rp 5,796 triliun, disusul PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) Rp 5,372 triliun dan PT Pupuk Indonesia (Persero) senilai Rp 4,086 triliun.
Menurut Toto Pranoto ada beberapa upaya yang perlu dilakukan BUMN untuk menyelesaikan utangnya yang segede gunung itu. Efisiensi besar-besaran sudah jadi keharusan untuk mengontrol structure cost. Negosiasi kepada para kreditur harus dilakukan, terkait kondisi force majeur akibat dampak wabah corona.
Negosiasi untuk mendapatkan relaksasi pembayaran kredit bisa dilakukan dengan bank di dalam negeri khususnya kepada bank-bank BUMN bisa dilakukan. Toto mengingatkan negosiasi ini harus bersifat win-win solution. Jangan sampai malah memindahkan masalah ke bank-bank BUMN.
Solusi yang agak rumit untuk menyelesaikan kewajiban global bond beserta bunganya yang telah diterbitkan BUMN. Bila masih memungkinkan BUMN bisa menerbitkan obligasi lagi untuk menutup kewajibannya itu. Jika semua uapaya tersebut tidak manjur juga, maka pada akhirnya pemerintah bisa memberikan bailout. Terutama kepada BUMN strategis seperti PLN dan Pertamina.
Di samping dampak negatif yang ditimbulkan virus corona ada hikmah yang bisa dipetik pemerintah terkait pengelolaan BUMN. “Sudah saatnya pengelolan bisns perusahaan negara dirombak besar-besaran,”tegas Toto. BUMN yang dianggap sudah tidak strategis lagi bisa dilikuidasi atau fungsinya diserahkan saja kepada swasta. Pandemi Corona akan menjadi semacam seleksi alam BUMN yang harus dipertahankan adalah BUMN strategis yang harus hadir di negeri ini dan juga harus kuat. Sehingga ke depan BUMN yang dikelola Pemerintah makin sedikit namun dengan kondisi yang makin sehat.
Lihat Juga: One on One Bersama Wakil Kepala BP Danantara Kaharuddin Djenod: Tantangan Mengelola Aset Negara
SebelumnyaZulkifli Zainipernah menjelaskan bahwa jumlahutangPLN dalam mata uang asing cukup besar. Seiring melemahnya nilai tukarrupiahterhadap dolar AS, jumahnya pun terus membangkak. Sebagai gambaran, jika rupiah melemah Rp 1.000 per dolar AS, maka utang PLN naik Rp 9 triliun. Apabila bila rupiah melemah Rp 2.000, maka utang PLN melonjak Rp 18 triliun. Adapun totalutang perseroan per kuartal I 2019 mencapai Rp 394,2 triliun. Angka itu meningkat 1,7% dibanding posisi utang akhir 2018 yang sebesar Rp 387,44 triliun.
Gagal bayar juga tengah mengintai BUMN lainnya, Garuda Indonesia. Tahun ini per 3 Juni nanti utang jatuh tempo Garuda nilainya mencapai US$ 500 juta, atau setara dengan Rp7,4 triliun. Saat ini Garuda Indonesia tengah mengusahakan refinancing utang baik dengan bank dalam negeri maupun luar negeri. Negosiasi dengan lessor pun dilakukan untuk menunda pembayaran sewa pesawat (lease holiday) serta memperpanjang masa sewa pesawat agar bisa mengurangi biaya sewa per bulan. “Saat ini Garuda terus mencoba untuk bertahan hidup,”ujar Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra.
Di keluarga besar BUMN, sebelumnya gagal bayar juga dialami oleh Jiwasraya sebesar Rp 16 triliun. Lalu pada Januari 2020 PT Krakatau Steel mengumumkan restrukturisasi utangnya senilai $ 2 miliar. Mengacu data pencatatan efek di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah utang jatuh tempo perusahaan BUMN tahun ini mencapai Rp 30,35 triliun dari 13 perusahaan BUMN. Jumlah ini di luar perhitungan MTN, promisory notes, dan juga sukuk (obligasi syariah). Dari jumlah itu, obligasi jatuh tempo terbanyak dicatatkan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI senilai Rp 5,796 triliun, disusul PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) Rp 5,372 triliun dan PT Pupuk Indonesia (Persero) senilai Rp 4,086 triliun.
Menurut Toto Pranoto ada beberapa upaya yang perlu dilakukan BUMN untuk menyelesaikan utangnya yang segede gunung itu. Efisiensi besar-besaran sudah jadi keharusan untuk mengontrol structure cost. Negosiasi kepada para kreditur harus dilakukan, terkait kondisi force majeur akibat dampak wabah corona.
Negosiasi untuk mendapatkan relaksasi pembayaran kredit bisa dilakukan dengan bank di dalam negeri khususnya kepada bank-bank BUMN bisa dilakukan. Toto mengingatkan negosiasi ini harus bersifat win-win solution. Jangan sampai malah memindahkan masalah ke bank-bank BUMN.
Solusi yang agak rumit untuk menyelesaikan kewajiban global bond beserta bunganya yang telah diterbitkan BUMN. Bila masih memungkinkan BUMN bisa menerbitkan obligasi lagi untuk menutup kewajibannya itu. Jika semua uapaya tersebut tidak manjur juga, maka pada akhirnya pemerintah bisa memberikan bailout. Terutama kepada BUMN strategis seperti PLN dan Pertamina.
Di samping dampak negatif yang ditimbulkan virus corona ada hikmah yang bisa dipetik pemerintah terkait pengelolaan BUMN. “Sudah saatnya pengelolan bisns perusahaan negara dirombak besar-besaran,”tegas Toto. BUMN yang dianggap sudah tidak strategis lagi bisa dilikuidasi atau fungsinya diserahkan saja kepada swasta. Pandemi Corona akan menjadi semacam seleksi alam BUMN yang harus dipertahankan adalah BUMN strategis yang harus hadir di negeri ini dan juga harus kuat. Sehingga ke depan BUMN yang dikelola Pemerintah makin sedikit namun dengan kondisi yang makin sehat.
Lihat Juga: One on One Bersama Wakil Kepala BP Danantara Kaharuddin Djenod: Tantangan Mengelola Aset Negara
(eko)
tulis komentar anda