Kolaborasi Antar Negara Jadi Solusi Akselerasi Transisi Energi di Indonesia

Senin, 14 Desember 2020 - 07:00 WIB
Warga menunggangi kuda saat melintas di area Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Kamis (9/7/2020). FOTO/Muchtamir Zaide
JAKARTA - Pemerintah Indonesia masih menemui sejumlah tantangan dalam mitigasi fenomena perubahan iklim dan mendukung industri energi terbarukan . Mengatasi masalah tersebut, pemerintah perlu berkolaborasi dengan negara lain di Asia Tenggara.

Project Officer Agora Energiewende, Mentari Pujanto mengatakan, dalam sebuah riset yang diluncurkan oleh Agora Energiewende memaparkan bahwa negara-negara di dunia sudah memprediksi bahwa persediaan batu bara di bumi akan semakin menyusut 30 hingga 40 tahun mendatang.

"Oleh karena itu pemerintah perlu menetapkan kebijakan strategis untuk mendukung transisi energi terbarukan di Indonesia. Pemerintah juga perlu membatasi pembangunan PLTU untuk mengurangi potensi aset mangkrak di masa depan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (13/12/2020).





Menurut dia, perkembangan transisi energi terbarukan di sejumlah negara Asia Tenggara mengalami tantangan yang serupa dengan Indonesia. Terutama dalam hal kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya berpihak pada iklim investasi energi terbarukan yang memadai.

Sementara Ketua Dewan Penasehat Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) Kuntoro Mangkusubroto menyoroti pentingnya menyusun roadmap atau peta jalan transisi energi nasional yang jelas dalam satu hingga dua tahun ke depan sebagai acuan dan pedoman bagi para pemangku kepentingan energi utama.

Menurut dia, negara berkembang seperti Indonesia berada di persimpangan untuk menentukan sistem energi masa depan. Bersikeras tetap membangun infrastruktur energi fosil akan menjadi kesalahan, karena dalam jangka panjang akan menyebabkan terkuncinya infrastruktur karbon tinggi.



Dia berpendapat bahwa perubahan kebijakan untuk mendukung energi terbarukan dalam rencana pemulihan ekonomi akan menjadi pilihan yang logis. Hal ini akan menarik investasi energi bersih, menciptakan lapangan kerja baru dan lebih hijau, dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan polusi udara.

"Dalam fase transisi khusus ini, saat kita pulih dari pandemi, kebutuhan energi yang akan datang harus dipenuhi dengan alternatif kompetitif bebas karbon untuk menghindari berbagai dampak bencana perubahan iklim dan mencapai lintasan pembangunan berkelanjutan yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi," jelasnya.
(nng)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More