10 Cara Ini Bisa Dipakai RI Merespons Diskriminasi Sawit Uni Eropa
Jum'at, 18 Desember 2020 - 10:29 WIB
JAKARTA - Pemerintah disarankan menyiapkam formulasi Peta Jalan dalam merespon kebijakan diskriminasi Uni Eropa terhadap Kelapa Sawit Indonesia . Ekonom Indef Bustanul Arifin mengatakan, diperlukan persiapan langkah-langkah retaliasi terhadap produk-produk impor dari Uni Eropa (jika suatu saat diperlukan) dimana produk tersebut tersedia substitusinya di negara lain.
(Baca Juga: Luhut Aja Berterima Kasih, Industri Kelapa Sawit Buka Jutaan Lapangan Kerja )
Pertama memperkuat ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) sehingga lebih kredibel dan bisa diterima oleh dunia internasional serta implementasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Lalu, mempromosikan secara lebih proaktif langkah-langkah Indonesia dalam memastikan sustainability minyak sawit melalui moratorium, Rencana Aksi Nasional (RAN) FOKSBI, ISPO dan RSPO.
"Ketiga membangun dan memperkuat lebih diplomasi melalui ASEAN dan EU dimana berdasarkan ASEAN-EU Ministerial Meeting baru-baru ini telah disepakati pentingnya SDGs sebagai parameter sustainability untuk minyak nabati secara keseluruhan dan dampak lingkungan harus didekati secara lebih komprehensif dan holistik (tidak terbatas pada isu deforestasi)," katanya.
Lalu langkah keempat, memasifkan kampanye positif kelapa sawit di Uni Eropa melalui KBRI/Konjen, mahasiswa Indonesia dan diaspora yang berada di Uni Eropa. Kelima, mempersiapkan langkah-langkah retaliasi terhadap produk-produk impor dari Uni Eropa (jika suatu saat diperlukan) dimana produk tersebut tersedia substitusinya di negara lain.
(Baca Juga: Uni Eropa Tetap Jadi Pasar Potensial Komoditas Sawit Indonesia )
Keenam, meningkatkan kolaborasi riset ilmiah dengan ilmuwan luar negeri terkait manfaat kelapa sawit dalam rangka menangkal kampanye hitam yang berbasis sains. Ketujuh, aktif mencari pasar baru bagi produk kelapa sawit dan turunannya, baik di domestik maupun luar negeri selain Uni Eropa.
"Kedelapan, mempersiapkan langkah antisipatif bagi pekerja dan keluarga petani yang terdampak sebagai akibat kebijakan lingkungan hidup Uni Eropa," bebernya.
Kesembilan, meningkatkan pengembangan sisi off farm kelapa sawit , baik untuk pasar ekspor maupun pasar domestik, agar nilai tambah sektor kelapa sawit domestik meningkat. Lalu, kesepuluh mendorong kebijakan lingkungan hidup Uni Eropa tidak diskriminatif dan berdasar pada hukum internasional yang berlaku.
(Baca Juga: Luhut Aja Berterima Kasih, Industri Kelapa Sawit Buka Jutaan Lapangan Kerja )
Pertama memperkuat ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) sehingga lebih kredibel dan bisa diterima oleh dunia internasional serta implementasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Lalu, mempromosikan secara lebih proaktif langkah-langkah Indonesia dalam memastikan sustainability minyak sawit melalui moratorium, Rencana Aksi Nasional (RAN) FOKSBI, ISPO dan RSPO.
"Ketiga membangun dan memperkuat lebih diplomasi melalui ASEAN dan EU dimana berdasarkan ASEAN-EU Ministerial Meeting baru-baru ini telah disepakati pentingnya SDGs sebagai parameter sustainability untuk minyak nabati secara keseluruhan dan dampak lingkungan harus didekati secara lebih komprehensif dan holistik (tidak terbatas pada isu deforestasi)," katanya.
Lalu langkah keempat, memasifkan kampanye positif kelapa sawit di Uni Eropa melalui KBRI/Konjen, mahasiswa Indonesia dan diaspora yang berada di Uni Eropa. Kelima, mempersiapkan langkah-langkah retaliasi terhadap produk-produk impor dari Uni Eropa (jika suatu saat diperlukan) dimana produk tersebut tersedia substitusinya di negara lain.
(Baca Juga: Uni Eropa Tetap Jadi Pasar Potensial Komoditas Sawit Indonesia )
Keenam, meningkatkan kolaborasi riset ilmiah dengan ilmuwan luar negeri terkait manfaat kelapa sawit dalam rangka menangkal kampanye hitam yang berbasis sains. Ketujuh, aktif mencari pasar baru bagi produk kelapa sawit dan turunannya, baik di domestik maupun luar negeri selain Uni Eropa.
"Kedelapan, mempersiapkan langkah antisipatif bagi pekerja dan keluarga petani yang terdampak sebagai akibat kebijakan lingkungan hidup Uni Eropa," bebernya.
Kesembilan, meningkatkan pengembangan sisi off farm kelapa sawit , baik untuk pasar ekspor maupun pasar domestik, agar nilai tambah sektor kelapa sawit domestik meningkat. Lalu, kesepuluh mendorong kebijakan lingkungan hidup Uni Eropa tidak diskriminatif dan berdasar pada hukum internasional yang berlaku.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda