Kemnaker Libatkan Akademisi Susun RPP UU Cipta Kerja
Rabu, 23 Desember 2020 - 19:41 WIB
PADANG - Pekan lalu setelah mengundang 106 rektor untuk melakukan uji sahih, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menggelar focus group discussion (FGD) Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan Rancangan Peraturan Pelaksanaannya (RPP).
Ada empat RPP yang terus dikebut untuk dirampungkan Kemenaker, yakni RPP Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, RPP Tentang Hubungan Kerja, Waktu Kerjadan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja, RPP Tentang Pengupahan (Revisi sebagian PP No. 78 Tahun 2015), dan RPP Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). ( Baca juga:Gubernur Sulsel Dianugerahi Penghargaan IPK dari Kemenaker RI )
Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi mengatakan, partisipasi masyarakat (public participation) pada tatanan pemerintahan yang demokratis menghendaki adanya keterlibatan publik dalam proses pengambilan keputusan (decision-making process).
"Saya menyambut baik langkah strategis Politeknik Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan FGD ini, sebagai bentuk partisipasi aktif masyarakat akademis dengan memberikan sumbangsih saran dan masukan konstruktif terhadap RPP sebagai peraturan pelaksanaan dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, " ujar Anwar dalam sambutannya saat membuka FGD di Padang, Sumatera Barat, Rabu (23/12/2020).
Anwar menegaskan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi di dalam pembentukan RPP. Menurutnya, hal ini menuntut adanya relasi antara masyarakat dengan pemerintah dalam proses pembentukan RPP.
"Dari relasi tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penciptaan peraturan pemerintah (PP) yang responsif," katanya.
Anwar menegaskan pembentukan PP dalam sebuah negara hukum yang demokrasi tidak lagi semata-mata menjadi wilayah dominasi eksekutif (birokrat), namun juga sudah menjadi bagian dari tanggung jawab masyarakat untuk berpartisipasi di dalamnya.
"Sebagai subyek yang akan menerima dampak keberlakukan PP, masyarakat ikut menentukan arah kebijakan. Tanpa keterlibatan masyarakat dalam pembentukannya, suatu keniscayaan sebuah peraturan perundang-undangan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik," jelasnya. ( Baca juga:Menkeu Sebut Penerimaan Pajak Baru 85% per 23 Desember )
Anwar berpendapat melalui FGD ini, partisipasi masyarakat akademis diyakini akan mendorong terciptanya komunikasi publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan pemerintah, dan keterbukaan informasi pemerintah yang lebih baik untuk kemudian menyediakan gagasan baru dalam memperluas pemahaman komprehensif terhadap substansi kluster ketenagakerjaan.
"Saya meyakini keterlibatan partisipasi aktif masyarakat akademis dalam FGD ini akan menghasilkan masukan dan persepsi sangat berguna sekali, dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, meningkatkan legitimasi, transparansi, dan responsivitas, serta diharapkan akan melahirkan kebijakan yang akomodatif," katanya.
Ada empat RPP yang terus dikebut untuk dirampungkan Kemenaker, yakni RPP Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, RPP Tentang Hubungan Kerja, Waktu Kerjadan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja, RPP Tentang Pengupahan (Revisi sebagian PP No. 78 Tahun 2015), dan RPP Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). ( Baca juga:Gubernur Sulsel Dianugerahi Penghargaan IPK dari Kemenaker RI )
Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi mengatakan, partisipasi masyarakat (public participation) pada tatanan pemerintahan yang demokratis menghendaki adanya keterlibatan publik dalam proses pengambilan keputusan (decision-making process).
"Saya menyambut baik langkah strategis Politeknik Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan FGD ini, sebagai bentuk partisipasi aktif masyarakat akademis dengan memberikan sumbangsih saran dan masukan konstruktif terhadap RPP sebagai peraturan pelaksanaan dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, " ujar Anwar dalam sambutannya saat membuka FGD di Padang, Sumatera Barat, Rabu (23/12/2020).
Anwar menegaskan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi di dalam pembentukan RPP. Menurutnya, hal ini menuntut adanya relasi antara masyarakat dengan pemerintah dalam proses pembentukan RPP.
"Dari relasi tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penciptaan peraturan pemerintah (PP) yang responsif," katanya.
Anwar menegaskan pembentukan PP dalam sebuah negara hukum yang demokrasi tidak lagi semata-mata menjadi wilayah dominasi eksekutif (birokrat), namun juga sudah menjadi bagian dari tanggung jawab masyarakat untuk berpartisipasi di dalamnya.
"Sebagai subyek yang akan menerima dampak keberlakukan PP, masyarakat ikut menentukan arah kebijakan. Tanpa keterlibatan masyarakat dalam pembentukannya, suatu keniscayaan sebuah peraturan perundang-undangan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik," jelasnya. ( Baca juga:Menkeu Sebut Penerimaan Pajak Baru 85% per 23 Desember )
Anwar berpendapat melalui FGD ini, partisipasi masyarakat akademis diyakini akan mendorong terciptanya komunikasi publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan pemerintah, dan keterbukaan informasi pemerintah yang lebih baik untuk kemudian menyediakan gagasan baru dalam memperluas pemahaman komprehensif terhadap substansi kluster ketenagakerjaan.
"Saya meyakini keterlibatan partisipasi aktif masyarakat akademis dalam FGD ini akan menghasilkan masukan dan persepsi sangat berguna sekali, dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, meningkatkan legitimasi, transparansi, dan responsivitas, serta diharapkan akan melahirkan kebijakan yang akomodatif," katanya.
(uka)
tulis komentar anda