Imbas Inflasi 2020, Saat Ini Daya Beli Masih Rendah
Selasa, 05 Januari 2021 - 07:01 WIB
JAKARTA - Daya beli masyarakat sepanjang tahun 2020 masih sangat rendah. Hal ini dibuktikan dari laju inflasi selama 2020 yang hanya sebesar 1,68% secara tahunan (year on year/yoy). Inflasi tahun 2020 ini terendah sepanjang sejarah.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto mengatakan, laju inflasi tahun 2020 jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 2,72% (yoy). "Untuk year on year 1,68%, ini menunjukkan inflasi yang terendah," ujar Setianto, dalam konferensi pers virtual, kemarin. (Baca: Inflasi Rendah, Tanda-tanda Ekonomi Masih Minus?)
Dia mengungkapkan inflasi lebih disebabkan oleh makanan, minuman, dan tembakau yang memiliki andil 0,91% terhadap inflasi secara tahunan. Disusul oleh kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan andil 0,35%. Sementara kelompok transportasi justru memiliki andil deflasi 0,11% ke inflasi umum secara tahunan. Begitu juga kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang memiliki andil deflasi 0,02%.
(Baca Juga : Ini Syarat Penting sebelum Memilih Apartemen )
Sementara untuk inflasi pada Desember 2020 BPS mencatat hanya sebesar 0,45% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,68. Dari 90 kota IHK, 87 kota mengalami inflasi dan tiga kota mengalami deflasi.
Pengamat ekonomi Bhima Yudistira menilai inflasi tahunan yang hanya mencapai 1,68% di 2020 sebagai pertanda ekonomi berjalan melambat. "Jika disimpulkan, inflasi yang terjadi sepanjang Desember merupakan indikasi pemulihan ekonomi berjalan lambat," kata Bhima. (Baca juga: Doa untuk Pengantin Baru Beserta Maknanya)
Inflasi yang cukup tinggi terjadi ketika ada kenaikan harga bahan pangan pada bulan Desember. Namun, kata Bhima, inflasi pangan atau volatile food tercatat sebesar 2,17% pada bulan Desember itu bukan disebabkan kenaikan permintaan, tetapi akibat gangguan pada pasokan.
"Faktor curah hujan yang tinggi menyebabkan harga cabai meningkat, kemudian ada kelangkaan pasokan kedelai impor itu juga berpengaruh," tandasnya.
Sementara, kata dia, inflasi inti atau core inflation bulan Desember menurun ke 0,45%. Hal itu sebagai indikator daya dorong pembentukan harga dari sisi permintaan cenderung rendah.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto mengatakan, laju inflasi tahun 2020 jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 2,72% (yoy). "Untuk year on year 1,68%, ini menunjukkan inflasi yang terendah," ujar Setianto, dalam konferensi pers virtual, kemarin. (Baca: Inflasi Rendah, Tanda-tanda Ekonomi Masih Minus?)
Dia mengungkapkan inflasi lebih disebabkan oleh makanan, minuman, dan tembakau yang memiliki andil 0,91% terhadap inflasi secara tahunan. Disusul oleh kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan andil 0,35%. Sementara kelompok transportasi justru memiliki andil deflasi 0,11% ke inflasi umum secara tahunan. Begitu juga kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang memiliki andil deflasi 0,02%.
(Baca Juga : Ini Syarat Penting sebelum Memilih Apartemen )
Sementara untuk inflasi pada Desember 2020 BPS mencatat hanya sebesar 0,45% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,68. Dari 90 kota IHK, 87 kota mengalami inflasi dan tiga kota mengalami deflasi.
Pengamat ekonomi Bhima Yudistira menilai inflasi tahunan yang hanya mencapai 1,68% di 2020 sebagai pertanda ekonomi berjalan melambat. "Jika disimpulkan, inflasi yang terjadi sepanjang Desember merupakan indikasi pemulihan ekonomi berjalan lambat," kata Bhima. (Baca juga: Doa untuk Pengantin Baru Beserta Maknanya)
Inflasi yang cukup tinggi terjadi ketika ada kenaikan harga bahan pangan pada bulan Desember. Namun, kata Bhima, inflasi pangan atau volatile food tercatat sebesar 2,17% pada bulan Desember itu bukan disebabkan kenaikan permintaan, tetapi akibat gangguan pada pasokan.
"Faktor curah hujan yang tinggi menyebabkan harga cabai meningkat, kemudian ada kelangkaan pasokan kedelai impor itu juga berpengaruh," tandasnya.
Sementara, kata dia, inflasi inti atau core inflation bulan Desember menurun ke 0,45%. Hal itu sebagai indikator daya dorong pembentukan harga dari sisi permintaan cenderung rendah.
Lihat Juga :
tulis komentar anda