Ini Harapan Pengusaha Pribumi Indonesia Terhadap Joe Biden
Rabu, 20 Januari 2021 - 09:31 WIB
JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Joe Biden resmi dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat yang ke-46 pada hari ini, 20 Januari 2021. Pelantikan Joe Biden akan membawa angin segar bagi perekonomian global karena kebijakannya dinilai akan lebih kondusif.
Harapan itu disampaikan oleh Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang. Menurutnya, dampak terhadap perekonomian Indonesia tentu sangat besar karena Amerika menjadi salah satu negara mitra strategias Indonesia di bidang perdagangan. ( Baca juga:Pidato Perpisahan, Trump Siap Serahkan Kekuasaan tanpa Sebut Nama Biden )
"Di masa resesi ini ekspor Indonesia ke Amerika periode Januari-September 2020 mencapai USD13,51 miliar atau 12,14% dari total ekspor dengan berbagai komoditas andalan, seperti minyak kelapa sawit, hasil tekstil, hasil laut, kopi, hingga alas kaki," ujar dia di Jakarta, Rabu (20/1/2021).
Peluang ekspor ini, kata dia, diharapkan semakin meningkat dengan jenis komoditas yang lebih luas dengan kualitas produk yang mumpuni sehingga memiliki daya saing yang kuat terhadap komoditas dari negara lain.
"Terlebih didukung kebijakan Pemerintah Amerika yang telah memperpanjang fasilitas bebas tarif bea masuk untuk lebih 700 produk asal Indonesia ini menjadi peluang emas yang harus dimanfaatkan oleh para eksportir Indonesia," ungkap dia.
Kemudian, lanjut Sarman, yang menarik adalah selama musim kampanye, Presiden Joe Biden kerap menyampaikan program pengurangan penggunaan energi fosil dan mendorong penggunaan energi baru terbarukan atau ramah lingkungan.
"Artinya bahwa selama kepemimpinan Joe Biden penggunaan energi baru terbarukan (EBT) menjadi terdepan, terlebih dalam susunan kabinetnya akan mengangkat seorang utusan khusus Presiden AS untuk perubahan iklim, hal ini mengindikasikan bahwa pemakaian energi ramah lingkungan akan semakin ditingkatkan," jelasnya.
Kebijakan ini tentu menjadi momentum bagi Indonesia dalam mempercepat pengembangan energi ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah yang menetapkan target pemanfaatan EBT sebanyak 23% dalam bauran energi nasional di tahun 2025.
Data Kementerian ESDM menyebutkan total pembangkit listrik EBT di Indonesia baru di kisaran kapasitas 10.400 megawat, masih butuh tambahan sebesar 19.000 MW untuk memenuhi target bauran EBT tahun 2025.
"Kebijakan Presiden Joe Biden di bidang energi ramah lingkungan, diharapkan menambah animo pengusaha AS untuk berivestasi di sektor energi baru dan terbarukan di Indonesia, karena kita memiliki potensi yang sangat besar. Di bidang energi panas bumi atau geothermal misalnya, kita memiliki potensi sebesar 23.965,5 MW, kapasitas terpasang hingga Desember 2020 baru sebesar 2.130,7 MW dari 16 Pembangkit Linstrik Tenaga Panas Bumi artinya masih besar peluangnya," tutur dia. ( Baca juga:Hari Ini Harga Emas Naik Tipis-Tipis: Dua Ribu Perak )
Dia juga menambahkan Indonesia merupakan negara kedua terbesar di dunia yang memiliki sumber panas bumi setelah AS. Di samping geothermal juga terbuka berinvestasi di sektor energi tenaga surya, tenaga bio-massa, bio-energi, dan air.
"Jadi untuk menarik investor AS tersebut pemerintah harus dapat membuat kebijakan yang menarik, baik dari sisi perizinan, stimulus maupun tarif tenaga listrik pembangkit EBT yang memiliki nilai ke ekonomian yang menarik bagi calon investor. Dengan hubungan bilateral yang sangat terjalin baik selama ini, peluang menarik investor di bidang energi EBT di era Presiden Joe Biden terbuka lebar dan harus dimanfaatkan maksimal," tandas dia.
Harapan itu disampaikan oleh Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang. Menurutnya, dampak terhadap perekonomian Indonesia tentu sangat besar karena Amerika menjadi salah satu negara mitra strategias Indonesia di bidang perdagangan. ( Baca juga:Pidato Perpisahan, Trump Siap Serahkan Kekuasaan tanpa Sebut Nama Biden )
"Di masa resesi ini ekspor Indonesia ke Amerika periode Januari-September 2020 mencapai USD13,51 miliar atau 12,14% dari total ekspor dengan berbagai komoditas andalan, seperti minyak kelapa sawit, hasil tekstil, hasil laut, kopi, hingga alas kaki," ujar dia di Jakarta, Rabu (20/1/2021).
Peluang ekspor ini, kata dia, diharapkan semakin meningkat dengan jenis komoditas yang lebih luas dengan kualitas produk yang mumpuni sehingga memiliki daya saing yang kuat terhadap komoditas dari negara lain.
"Terlebih didukung kebijakan Pemerintah Amerika yang telah memperpanjang fasilitas bebas tarif bea masuk untuk lebih 700 produk asal Indonesia ini menjadi peluang emas yang harus dimanfaatkan oleh para eksportir Indonesia," ungkap dia.
Kemudian, lanjut Sarman, yang menarik adalah selama musim kampanye, Presiden Joe Biden kerap menyampaikan program pengurangan penggunaan energi fosil dan mendorong penggunaan energi baru terbarukan atau ramah lingkungan.
"Artinya bahwa selama kepemimpinan Joe Biden penggunaan energi baru terbarukan (EBT) menjadi terdepan, terlebih dalam susunan kabinetnya akan mengangkat seorang utusan khusus Presiden AS untuk perubahan iklim, hal ini mengindikasikan bahwa pemakaian energi ramah lingkungan akan semakin ditingkatkan," jelasnya.
Kebijakan ini tentu menjadi momentum bagi Indonesia dalam mempercepat pengembangan energi ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah yang menetapkan target pemanfaatan EBT sebanyak 23% dalam bauran energi nasional di tahun 2025.
Data Kementerian ESDM menyebutkan total pembangkit listrik EBT di Indonesia baru di kisaran kapasitas 10.400 megawat, masih butuh tambahan sebesar 19.000 MW untuk memenuhi target bauran EBT tahun 2025.
"Kebijakan Presiden Joe Biden di bidang energi ramah lingkungan, diharapkan menambah animo pengusaha AS untuk berivestasi di sektor energi baru dan terbarukan di Indonesia, karena kita memiliki potensi yang sangat besar. Di bidang energi panas bumi atau geothermal misalnya, kita memiliki potensi sebesar 23.965,5 MW, kapasitas terpasang hingga Desember 2020 baru sebesar 2.130,7 MW dari 16 Pembangkit Linstrik Tenaga Panas Bumi artinya masih besar peluangnya," tutur dia. ( Baca juga:Hari Ini Harga Emas Naik Tipis-Tipis: Dua Ribu Perak )
Dia juga menambahkan Indonesia merupakan negara kedua terbesar di dunia yang memiliki sumber panas bumi setelah AS. Di samping geothermal juga terbuka berinvestasi di sektor energi tenaga surya, tenaga bio-massa, bio-energi, dan air.
"Jadi untuk menarik investor AS tersebut pemerintah harus dapat membuat kebijakan yang menarik, baik dari sisi perizinan, stimulus maupun tarif tenaga listrik pembangkit EBT yang memiliki nilai ke ekonomian yang menarik bagi calon investor. Dengan hubungan bilateral yang sangat terjalin baik selama ini, peluang menarik investor di bidang energi EBT di era Presiden Joe Biden terbuka lebar dan harus dimanfaatkan maksimal," tandas dia.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda