Tantangan Memaksimalkan Bonus Demografi
Jum'at, 29 Januari 2021 - 05:51 WIB
“Tetapi, di sisi yang lain jika tidak dikelola dengan baik, dapat menjadi musibah demografi karena dapat mengakibatkan ledakan angka pengangguran,” kata Ida kepada KORAN SINDO, Kamis, (28/01/21).
(Baca juga: Menaker Ida Fauziyah Genjot Lagi Pelatihan Kerja )
Ida menambahkan, bonus demografi berupa ledakan anak-anak muda usia produktif yang akan mencapai puncaknya pada 2030, kini sudah mulai terjadi. Berdasarkan data yang dimilikinya, sebanyak 2,9 juta anak usia produktif setiap tahun akan masuk ke pasar kerja.
Kondisi ini, ujar dia, menjadi tantangan yang tidak ringan di sektor ketenagakerjaan karena terjadi di saat Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19. Pandemi juga berdampak sangat dahsyat kepada sektor ketenagakerjaan. Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan ada puluhan juta orang pekerja terdampak dan angka pengangguran melonjak hingga menjadi 9,77 juta orang pada Agustus tahun lalu.
“Menghadapi kondisi ini kami saat ini telah, sedang dan akan terus bekerja keras untuk memastikan orang yang belum bekerja dapat bekerja dan yang sudah bekerja tetap bekerja. Untuk itu kami telah mempersiapkan berbagai terobosan besar,” ucap Ida.
(Baca juga: BLK Komunitas Bikin Santri Tidak Perlu Susah Payah ke Kota dan Merogoh Kocek Dalam )
Beberapa terobosan yang dimaksud di antaranya dengan memperbaiki program mulai dari hilir seperti peningkatan skill di Balai Latihan Kerja (BLK), membentuk inkubator-inkubator kewirausahaan hingga mengembangkan talenda muda berbasis teknologi.
Pekerjaan rumah pemerintah dalam mengelola sumber daya manusia (SDM) produktif sebenarnya bertambah besar karena pandemi Covid-19 juga berdampak pada kelompok usia lain di level anak-anak dan remaja usia sekolah. Hal ini karena proses pendidikan kelompok ini terganggu akibat penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau online.
Masalah semakin kompleks karena saat penerapan PJJ ternyata tidak semua siswa memiliki akses yang sama akibat keterbatasan gadget maupun jaringan telekomunikasi. Kondisi ini dikhawatirkan memunculkan fenomena baru bnerupa lost generation akibat kebutuhan pendidikannya tidak terpenuhi secaraa optimal.
Namun, Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Pungky Sumadi menyangkal jika adanya potensi ‘kehilangan generasi’ tersebut. Menurutnya, kekhawatiran itu tidak akan terbukti karena sistem pendidikan masih bisa berjalan.
(Baca juga: Menaker Ida Fauziyah Genjot Lagi Pelatihan Kerja )
Ida menambahkan, bonus demografi berupa ledakan anak-anak muda usia produktif yang akan mencapai puncaknya pada 2030, kini sudah mulai terjadi. Berdasarkan data yang dimilikinya, sebanyak 2,9 juta anak usia produktif setiap tahun akan masuk ke pasar kerja.
Kondisi ini, ujar dia, menjadi tantangan yang tidak ringan di sektor ketenagakerjaan karena terjadi di saat Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19. Pandemi juga berdampak sangat dahsyat kepada sektor ketenagakerjaan. Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan ada puluhan juta orang pekerja terdampak dan angka pengangguran melonjak hingga menjadi 9,77 juta orang pada Agustus tahun lalu.
“Menghadapi kondisi ini kami saat ini telah, sedang dan akan terus bekerja keras untuk memastikan orang yang belum bekerja dapat bekerja dan yang sudah bekerja tetap bekerja. Untuk itu kami telah mempersiapkan berbagai terobosan besar,” ucap Ida.
(Baca juga: BLK Komunitas Bikin Santri Tidak Perlu Susah Payah ke Kota dan Merogoh Kocek Dalam )
Beberapa terobosan yang dimaksud di antaranya dengan memperbaiki program mulai dari hilir seperti peningkatan skill di Balai Latihan Kerja (BLK), membentuk inkubator-inkubator kewirausahaan hingga mengembangkan talenda muda berbasis teknologi.
Pekerjaan rumah pemerintah dalam mengelola sumber daya manusia (SDM) produktif sebenarnya bertambah besar karena pandemi Covid-19 juga berdampak pada kelompok usia lain di level anak-anak dan remaja usia sekolah. Hal ini karena proses pendidikan kelompok ini terganggu akibat penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau online.
Masalah semakin kompleks karena saat penerapan PJJ ternyata tidak semua siswa memiliki akses yang sama akibat keterbatasan gadget maupun jaringan telekomunikasi. Kondisi ini dikhawatirkan memunculkan fenomena baru bnerupa lost generation akibat kebutuhan pendidikannya tidak terpenuhi secaraa optimal.
Namun, Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Pungky Sumadi menyangkal jika adanya potensi ‘kehilangan generasi’ tersebut. Menurutnya, kekhawatiran itu tidak akan terbukti karena sistem pendidikan masih bisa berjalan.
tulis komentar anda