Tantangan Memaksimalkan Bonus Demografi
Jum'at, 29 Januari 2021 - 05:51 WIB
Di bagian lain, peneliti bidang sosial The Indonesian Institute (TII) Nopitri Wahyuni mengatakan, tantangan demografi di masa pandemi adalah tingginya tingkat pengangguran disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan.
“Gelombang tingkat pengangguran tersebut juga diperburuk dengan banyaknya lulusan pendidikan vokasional atau pendidikan tinggi yang tidak terserap pula di dunia kerja di saat ekonomi sedang resesi,” kata Nopitri kepada KORAN SINDO, kemarin.
Dia menambahkan, meski banyak kebijakan dibuat seperti optimalisasi balai latihan kerja (BLK), Kartu Prakerja, hingga UU Cipta Kerja namun dalam kenyataannya terdapat beberapa catatan yang perlu diperbaiki. Misalnya, kata dia, terkait penambahan angka pengangguran sebanyak 2,67 juta orang pada Agustus 2020 sehingga angkanya menjadi 9,77 juta orang.
Kondisi ini mendorong adanya peralihan pasar ketenagakerjaan dari sebelumnya sektor formal menuju sektor informa. Di samping itu, banyak pula pekerja yang sebenarnya melakukan pekerjaan paruh/setengah menganggur.
“Dengan kondisi ini kebijakan yang dibuat harus menyentuh dua struktur ekonomi, yakni struktur formal dan struktur informal. Mendorong struktur formal melalui insentif bagi perusahaan atau industri agar ada efisiensi melalui pengurangan karyawan. Atau dengan memperluas subsidi gaji karyawan ternasuk bagi pekerja sektor informal yang gajinya di bawah Rp5 juta,” ujarnya.
Adapun untuk mendorong struktur informal, perlu melakukan pendataan besaran pekerja struktur informal yang ada, apakah masuk ke UMKM atau lainnya. Selain itu, strategi lain adalah dengan mengoptimalkan stimulus dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menyasar UMKM berupa bantuan produktif senilai Rp2,4 juta bagi UMKM. “Bantuan modal kerja, keringanan/relaksasi kredit, kemudahan dalam regulasi perizinan usaha, harus dipermudah,” katanya.
Menurut Nopitri, berbagai strategi tersebut diharapkan dapat mendorong pelaku usaha muda di rentang usia 16-30 tahun agar tetap bertahan dan berkembang pada masa pandemi.
Terkait pembinaan untuk tenaga kerja yang kurang terampil (unskilled) harus dilakukan dengan memulai pendataan dan pemetaan. Setelah pemetaan baru dikaitkan dengan industri yang tidak membutuhkan keterampilan tinggi seperti industri konstruksi, operator, atau jasa lainnya.
“Gelombang tingkat pengangguran tersebut juga diperburuk dengan banyaknya lulusan pendidikan vokasional atau pendidikan tinggi yang tidak terserap pula di dunia kerja di saat ekonomi sedang resesi,” kata Nopitri kepada KORAN SINDO, kemarin.
Dia menambahkan, meski banyak kebijakan dibuat seperti optimalisasi balai latihan kerja (BLK), Kartu Prakerja, hingga UU Cipta Kerja namun dalam kenyataannya terdapat beberapa catatan yang perlu diperbaiki. Misalnya, kata dia, terkait penambahan angka pengangguran sebanyak 2,67 juta orang pada Agustus 2020 sehingga angkanya menjadi 9,77 juta orang.
Kondisi ini mendorong adanya peralihan pasar ketenagakerjaan dari sebelumnya sektor formal menuju sektor informa. Di samping itu, banyak pula pekerja yang sebenarnya melakukan pekerjaan paruh/setengah menganggur.
“Dengan kondisi ini kebijakan yang dibuat harus menyentuh dua struktur ekonomi, yakni struktur formal dan struktur informal. Mendorong struktur formal melalui insentif bagi perusahaan atau industri agar ada efisiensi melalui pengurangan karyawan. Atau dengan memperluas subsidi gaji karyawan ternasuk bagi pekerja sektor informal yang gajinya di bawah Rp5 juta,” ujarnya.
Adapun untuk mendorong struktur informal, perlu melakukan pendataan besaran pekerja struktur informal yang ada, apakah masuk ke UMKM atau lainnya. Selain itu, strategi lain adalah dengan mengoptimalkan stimulus dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menyasar UMKM berupa bantuan produktif senilai Rp2,4 juta bagi UMKM. “Bantuan modal kerja, keringanan/relaksasi kredit, kemudahan dalam regulasi perizinan usaha, harus dipermudah,” katanya.
Menurut Nopitri, berbagai strategi tersebut diharapkan dapat mendorong pelaku usaha muda di rentang usia 16-30 tahun agar tetap bertahan dan berkembang pada masa pandemi.
Terkait pembinaan untuk tenaga kerja yang kurang terampil (unskilled) harus dilakukan dengan memulai pendataan dan pemetaan. Setelah pemetaan baru dikaitkan dengan industri yang tidak membutuhkan keterampilan tinggi seperti industri konstruksi, operator, atau jasa lainnya.
(ynt)
tulis komentar anda