Tarif Tol Naik Berjamaah, Ini Penjelasan BPJT

Jum'at, 29 Januari 2021 - 13:47 WIB
Ilustrasi jalan tol. FOTO/Adam Erlangga
JAKARTA - Beberapa ruas tol mengalami kenaikan atau penyesuaian tarif di awal 2021 ini secara serentak. Sontak hal ini mendapatkan banyak respon dari masyarakat yang meminta agar kenaikan tarif tol untuk ditunda. Mengingat penyesuaian tarif tol dilakukan pada masa pandemi covid-19 di mana masyarakat banyak yang mengalami kesulitan secara ekonomi.

Kepala Bagian Umum Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Mahbullah Nurdin menjelaskan bahwa kenaikan tarif tol bisa saja ditunda. Namun dengan syarat Standar Pelayanan Minimal (SPM) dari jalan tol tersebut tidak bisa dipenuhi oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). "Penundaan penyesuaian tarif hanya bisa kalau SPM-nya tidak terpenuhi. Itu saja klausulnya,” ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (29/1/2021).





Jika mengacu pada Peraturan Menteri PU No. 392/PRT/M/2005, standar pelayanan minimum jalan tol dapat diukur dari beberapa unsur. Seperti, kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan dan pertolongan pertama. Adapun kondisi jalan dinilai dari kekesatan, ketidakrataan dan tidak ada lubang. Sementara itu syarat dari kecepatan tempuh, besaran tolok ukur dibedakan untuk jalan tol dalam kota dan jalan tol luar kota.

Untuk jalan tol dalam kota disyaratkan kecepatan tempuh rata-rata lebih dari atau sama dengan 1,6x jalan non tol. Sedangkan untuk jalan tol luar kota kecepatan tempuh rata-rata harus lebih dari atau sama dengan 1,8x jalan non tol. Indikator untuk aksesibilitas meliputi kecepatan transaksi dan jumlah gardu tol. Tolak ukur yang digunakan dibedakan untuk sistem transaksi terbuka dan sistem transaksi tertutup.

Untuk sistem terbuka kecepatan transaksi harus kurang dari atau sama dengan 8 detik per kendaraan. Sedangkan pada gardu tertutup harus tidak lebih dari 7 detik per kendaraan di gardu masuk dan 11 detik per kendaraan pada gardu keluar. Sementara untuk jumlah gardu tol disyaratkan agar gardu pada sistem transaksi terbuka harus melayani tidak lebih dari 450 kendaraan per jam per gardu. Sedangkan untuk sistem tertutup harus tidak lebih dari 500 kendaraan per jam per gardu masuk dan 300 kendaraan per jam per gardu keluar.

Indikator untuk aspek mobilitas adalah kecepatan penaganan hambatan lalu lintas yang mencakup observasi patroli dan patroli kendaraan derek dengan syarat 30 menit persiklus pengamatan, waktu mulai diterimanya informasi sampai ke tempat kejadian yang tidak boleh lebih dari 30 menit, serta penanganan akibat kendaraan mogok dengan syarat penderekan gratis ke gerbang tol atau bengkel terdekat.

Sedangkan untuk indikator keselamatan, meliputi beberapa aspek. Yang pertama sarana pengaturan lalu lintas termasuk di dalamnya perambuan, marka jalan, guide post atau reflector dan patok per kilometer. Semua sarana tersebut harus 100% lengkap dengan refleksivitas minimal 80% untuk marka dan guide post. Penerangan Jalan umum (PJU) wilayah perkotaan, disyaratkan bahwa 100% lampu menyala. Pagar rumija dimana disyaratkan 100% terpenuhi.



Lalu penanganan kecelakaan berupa evakuasi korban kecelakaan ke rumah sakit terdekat dan penderekan gratis. Dan terakhir adalag penanganan dan penegakan hukum dengan tolak ukur keberadaan polisi patroli jalan raya yang siap 24 jam. Dan terakhir untuk indikator yang digunakan pada pertolongan pertam DalG meliputi keberadaan Kendaraan Derek, Polisi Patroli Jalan Raya (PJR), Patroli Jalan Tol (Operator), Kendaraan Rescue dan Sistem Informasi. Syarat-syarat jumlah unit yang dibutuhkan dapat dilihat pada peraturan menteri PU tentang SPM Jalan Tol.
(nng)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More