Bos Bank Syariah Indonesia Ungkap Krisis Pasti Datang
Kamis, 25 Februari 2021 - 17:52 WIB
JAKARTA - Direktur Utama Bank Syariah Indonesia (BSI) , Hery Gunardi menyebutkan, krisis baik ekonomi maupun keuangan pasti akan datang. Hanya saja yang patut ditunggu adalah kapan krisis tersebut akan datang. Bukan tanpa alasan mengapa Hery mengatakan hal tersebut, karena berdasarkan pengalaman yang dialami oleh Indonesia, krisis datang bisa kapan saja.
"Krisis itu pasti akan datang, cuma hanya siklusnya berapa tahun? 5 tahun, 8 tahun, 10 tahun tergantung kondisi yang ada," ujar Hery Gunardi dalam acara rakornas BSI, Kamis (25/2/2021).
Hery pun menceritakan krisis yang terjadi pada tahun 1998. Ketika itu, nilai tukar rupiah sangat jatuh yang berdampak pada terpuruknya kondisi ekonomi dalam negeri. Dari sisi perbankan juga terkena imbas dari krisis ekonomi pada saat itu. Di mana angka kredit macet atau non performing loan (NPL) menyentuh hingga 70%.
Angka NPL yang sangat tinggi tersebut memaksa perbankan harus dimerger, salah satu contohnya adalah ketika merger empat bank yang dilakukan agar tetap bisa selamat. "Kalau diingat pada saat itu, ada Bank Bappindo, BDN, BBD, Exim harus dimerger. Kalau tidak dimerger NPL dikeluarkan, itu banknya enggak akan selamat," jelasnya.
Krisis tahun 1998 tersebut menjadi pelajaran yang berharga bagi Indonesia termasuk perbankan. Namun jelang beberapa tahun berikutnya yakni pada 2006 terjadi krisis yang disebut subprime mortgage. "Kemudian kita juga mengalami krisis 2005-2006 Subprime mortgage, adalah akibat dari bubble penjualan secondary mortgage sehingga mempengaruhi lembaga keuangan di Amerika terutama dunia," tutur Hery.
Kemudian pada tahun 2020, dunia termasuk Indonesia kembali dilanda krisis ekonomi. Kali ini krisis disebabkan oleh pandemi virus corona yang mempengaruhi aktivitas masyarakat. "Pada saat ini kita mengalami krisi yang berbeda. Krisis yang kita alami ini adalah krisis akibat pergerakan manusia akibat dari dampak pandemi covid-19. Kita mengenal covid-19 sudah merubah wajah dan juga interaksi manusia," kata Hery.
"Krisis itu pasti akan datang, cuma hanya siklusnya berapa tahun? 5 tahun, 8 tahun, 10 tahun tergantung kondisi yang ada," ujar Hery Gunardi dalam acara rakornas BSI, Kamis (25/2/2021).
Hery pun menceritakan krisis yang terjadi pada tahun 1998. Ketika itu, nilai tukar rupiah sangat jatuh yang berdampak pada terpuruknya kondisi ekonomi dalam negeri. Dari sisi perbankan juga terkena imbas dari krisis ekonomi pada saat itu. Di mana angka kredit macet atau non performing loan (NPL) menyentuh hingga 70%.
Angka NPL yang sangat tinggi tersebut memaksa perbankan harus dimerger, salah satu contohnya adalah ketika merger empat bank yang dilakukan agar tetap bisa selamat. "Kalau diingat pada saat itu, ada Bank Bappindo, BDN, BBD, Exim harus dimerger. Kalau tidak dimerger NPL dikeluarkan, itu banknya enggak akan selamat," jelasnya.
Krisis tahun 1998 tersebut menjadi pelajaran yang berharga bagi Indonesia termasuk perbankan. Namun jelang beberapa tahun berikutnya yakni pada 2006 terjadi krisis yang disebut subprime mortgage. "Kemudian kita juga mengalami krisis 2005-2006 Subprime mortgage, adalah akibat dari bubble penjualan secondary mortgage sehingga mempengaruhi lembaga keuangan di Amerika terutama dunia," tutur Hery.
Kemudian pada tahun 2020, dunia termasuk Indonesia kembali dilanda krisis ekonomi. Kali ini krisis disebabkan oleh pandemi virus corona yang mempengaruhi aktivitas masyarakat. "Pada saat ini kita mengalami krisi yang berbeda. Krisis yang kita alami ini adalah krisis akibat pergerakan manusia akibat dari dampak pandemi covid-19. Kita mengenal covid-19 sudah merubah wajah dan juga interaksi manusia," kata Hery.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda