Ishh..! Ternyata Banyak Buruh Konstruksi di RI Tidak Terlatih
Rabu, 17 Maret 2021 - 20:00 WIB
JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengakui masih ada pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan untuk menyediakan tenaga kerja konstruksi yang handal. Mengingat, masih banyak cukup GAP antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja konstruksi bersertifikat.
Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Bina Konstruksi Kementerian PUPR Dewi Chomistriana mengatakan, dari 8 juta tenaga kerja konstruksi yang tersedia baru sekitar 9,6% yang memiliki sertifikat konstruksi. Jika melihat data tersebut, masih ada GAP yang cukup besar dalam pemenuhan tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat.
"Ini sebagai gambaran dari 8 juta tenaga konstruksi yang ada itu hanya 9,6% yang memiliki sertifikat kompetensi. Jadi masih sangat rendah sekali," ujarnya dalam acara Webinar 'Memastikan Efektivitas SiPetruk Dalam Penyediaan Rumah Rakyat Berkualitas' Forwapera, Rabu (17/3/2021).
Sementara untuk tenaga ahlinya hanya sekitar 27% dari total tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat. Sementara sisanya merupakan tenaga kerja terampil. "Dan di sini kalau kita lihat, jumlah ahli hanya 27% dari total tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat dan sisanya adalah tenaga terampil 73%," jelasnya.
Tak hanya itu, jika melihat lebih rinci dan diamati dari latar belakang pendidikannya juga ada jarak yang cukup lebar. Karena sebagian besar atau sekitar 72% tenaga kerja konstruksi merupakan lulusan SMA ke bawah. "Jadi ini menjadi tantangan yang cukup besar bagi kita semua terkait dengan tenaga kerja konstruksi yang mendukung baik itu pelaksanaan pembangunan infrastruktur maupun pembangunan perumahan," kata Dewi.
Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Bina Konstruksi Kementerian PUPR Dewi Chomistriana mengatakan, dari 8 juta tenaga kerja konstruksi yang tersedia baru sekitar 9,6% yang memiliki sertifikat konstruksi. Jika melihat data tersebut, masih ada GAP yang cukup besar dalam pemenuhan tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat.
"Ini sebagai gambaran dari 8 juta tenaga konstruksi yang ada itu hanya 9,6% yang memiliki sertifikat kompetensi. Jadi masih sangat rendah sekali," ujarnya dalam acara Webinar 'Memastikan Efektivitas SiPetruk Dalam Penyediaan Rumah Rakyat Berkualitas' Forwapera, Rabu (17/3/2021).
Sementara untuk tenaga ahlinya hanya sekitar 27% dari total tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat. Sementara sisanya merupakan tenaga kerja terampil. "Dan di sini kalau kita lihat, jumlah ahli hanya 27% dari total tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat dan sisanya adalah tenaga terampil 73%," jelasnya.
Tak hanya itu, jika melihat lebih rinci dan diamati dari latar belakang pendidikannya juga ada jarak yang cukup lebar. Karena sebagian besar atau sekitar 72% tenaga kerja konstruksi merupakan lulusan SMA ke bawah. "Jadi ini menjadi tantangan yang cukup besar bagi kita semua terkait dengan tenaga kerja konstruksi yang mendukung baik itu pelaksanaan pembangunan infrastruktur maupun pembangunan perumahan," kata Dewi.
(nng)
tulis komentar anda